23. Menyelamatkan diri

1K 169 2
                                    

'Sial, aku lengah' aku membatin dengan perasaan kesal.

"Jatuhkan pedangmu," titahnya yang terdengar tak dapat terbantahkan, aku menurut saja karena kurasa sementara aku tidak punya pilihan lain yang lebih baik.

"Berbalik." Aku perlahan berbalik menghadapnya setelah sebelumnya melemparkan pedangku itu ke lantai dengan sembarang.

Dan saat aku telah berbalik dengan sempurna itu lah aku baru menyadari bahwa orang yang melakukan ini adalah satu-satunya pria yang tadinya memegang tombak di lengannya. Aku juga baru ngeh kalau dia lah satu-satunya orang yang belum menyerang dan kuserang sedari awal.

'Sial, aku sempat melupakannya'

Dan saat ini bukan lagi tombak yang dipegangnya, melainkan sebuah pedang yang digunakannya untuk mengancamku yang sekaligus menjadi bukti bahwa situasinya unggul diatasku.

"Kau-.."

"Kau telah membunuh rekan-rekanku!" Dapat kulihat pupil matanya bergetar saat mengatakan kalimat itu, sedangkan aku hanya diam membisu atas perkataanya.

Kalau dipikir-pikir, aku juga juga pasti akan merasakan rasa sesak yang sama seperti yang dialami olehnya sekarang ketika rekan satu tim mati di depan mata. Yah, meskipun mereka sepertinya belum mati sih. Tapi masalahnya, disini posisinya dia lah yang penjahat, dan aku lah korbannya. Apa pantas seorang penjahat justru bertingkah seperti itu di depan korbannya, mana dia laki-laki pula. Satu kata, memalukan.

"Mereka pantas mendapatkannya!" Seruku lantang yang langsung dengan cepat menghindari tebasan pedangnya.

"Jangan terus menghindar, dasar kau sialan!"

'Dih, lawak.' Aku tertawa dalam hati menertawakan kebodohannya, yang benar saja aku harus menuruti perkataannya.

Pria itu tidak henti-hentinya menyerangku dengan tebasan pedangnya yang tidak beraturan sehingga memudahkanku untuk menangkis serta menghindarnya, meski begitu aku juga tidak punya kekuatan yang begitu besar hingga sanggup menyerang hingga melukainya. Sedari tadi serangan yang kulancarkan padanya dapat ditangkis dengan mudah sampai akhirnya-

Sring

Brukk

Pedangku terlempar setelahnya aku merasakan tubuhku dibanting ke lantai dengan keras saat aku lengah.

"Shh.. Awwh" ringisku begitu merasa seluruh tulang punggungku seperti semuk semua.

Pria itu melempar pedangnya sembarang kemudian mencekik leherku dengan kuat, "Dasar wanita penghibur sialan! Kau hanya akan dijadikan budak seks, yang harus kau lakukan hanya lah diam dan menurut!"

"S-sakit, sialan!" Kalimatku tercekat karena lengan besarnya yang melingkari leherku. Napasku tersenggal, bagaimana tidak? Habisnya dia menggunakan kedua lengannya sekaligus untuk mencekik 'ku.

Perlahan kupejamkan mataku dengan tubuhku yang dipaksakan untuk tak lagi berontak, juga berusaha menormalkan kembali deru nafasku menjadi sangat pelan meski yang satu itu terbilang susah, tapi hanya dengan begini lah cara terakhirku untuk menyelamatkan diri, yaitu dengan pura-pura kalah.

Tidak langsung tertipu, pria itu tetap mencekik 'ku sedikit lebih lama dengan wajah serius tak bersahabatnya itu sebelum akhirnya menghempaskan kepalaku ke lantai kembali.

Duk

Kepalaku jatuh kembali ke lantai, sekarang aku terbaring dalam posisi tengkurap bersikap seolah-olah telah pingsan. Meski rasanya sakit sekali, tapi mati-matian pula aku menahan raut wajah serta ringisan yang hendak keluar dari mulutku, aku harus tahan. Dapat kurasakan pula setelahnya ia mengecek pernapasan dan nadiku,

So I'm a Bug, So What?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang