Yvonne POV
Aku terbangun dengan rasa berat di kelopak mataku, meski begitu aku tetap memaksa untuk membukanya dan mendapati diriku yang sudah berbaring di kasur yang empuk dan nyaman, sangat berbanding terbalik rasanya dengan saat aku berada di penjara. Yaiyalah!
Dapat kulihat pula langit-langit kamar yang terasa tinggi sekali dengan ukiran ornamen-ornamen khas abad pertengahan pada atapnya.
“Eunghh... Apa ini sudah pagi?” Monologku sambil mengucek kedua mataku yang terasa lengket.
“Kau sudah bangun, nona?” Aku menoleh kesamping ranjang dan ternyata disana sudah ada Theo yang berdiri dengan memegangi nampan berisi sarapan dan minum. Kenapa keberadaannya selalu mengejutkanku sih?
“Eh, sejak kapan kau disana?!” Ucapku terkejut dengan keberadaannya.
“Selamat pagi” Bukannya menjawab pertanyaanku, ia malah menyapaku dengan senyum di wajahnya.
‘Terserah dia aja deh’ Batinku, tanpa sadar aku membuat wajah cemberut.
“Aku baru datang tepat saat kau membuka mata” Mungkin karena melihat wajah cemberutku, Theo pada akhirnya menjawab pertanyaanku barusan.
“Ah.. begitu”
Kemudian Theo menaruh nampan itu di nakas dan setelahnya ia duduk di pinggiran ranjang dengan menghadapku.
“Sudah merasa baikan?”
“Kurasa begitu” Karena ia bertanya, aku jadi baru ngeh kalau tubuhku sudah terasa baik sepenuhnya. Kepalaku tidak pusing, badanku tidak terasa pegal-pegal dan kakiku sudah tak lagi terasa perih maupun sakit. Kok bisa?
Tunggu, ngomong-ngomong soal kakiku, aku jadi penasaran dengan keadaannya sekarang. Maka dari itu aku pun merubah posisi rebahanku menjadi duduk seraya menyibakkan selimut yang menutupi kakiku dan terlihatlah kedua kakiku yang entah sejak kapan sudah mulus seperti sedia kala, tidak ada luka bekas seretan atau apa pun itu.
Luka semalam yang darahnya telah mengering itu kini sudah hilang sepenuhnya seakan luka itu tidak pernah ada sebelumnya. Tentu saja aku merasa takjub dan senang dengan perubahan yang signifikan itu dan rasanya aku jadi merasa bersemangat kembali karenanya.
“Wah... Sejak kapan?” Ucapku takjub, tidak ada asumsi meyakinkan lain selain berpikir aku telah diobati mengunakan sihir tipe penyembuhan. Ya, pasti tidak salah lagi.
Karena faktanya tidak ada tanaman obat mana pun di dunia ini yang bisa menyembuhkan dalam kurun waktu yang secepat itu, jadi apa lagi memangnya kalau bukan sihir? Mungkinkah Theo mendatangkan tabib untukku?
“Aku menggunakan sihir penyembuhku padamu semalam, ”
“A-apa? Masudku, benarkah?” Tanyaku, aku tidak berpikir ia akan sukarela melakukan itu, tadinya aku pikir kesembuhanku ini karena seorang tabib, tapi malah ia yang melakukannya sendiri? Wah... Aku benar-benar tidak menyangka seorang bangsawan tinggi sepertinya mau melakukan itu.
“Terimakasih atas semua bantuannya, aku merasa berhutang” Ucapku yang merasa tak enak padanya.
Theo menggelengkan kepalanya, “Tidak, jangan merasa berhutang, aku melakukannya karena aku merasa bertanggung jawab”
“Eungh, baiklah” Pasrahku. Aku jadi menyesal terus-terusan merasa kesal pada orang sebaik dia hanya karena hal sepele.
“Aku akan pergi karena ada pekerjaan yang harus kulakukan. Pastikan kau memakan sarapanmu, ...”
“... Dan tinggal lah selama yang kau mau” Katanya yang lagi-lagi mengakhiri perkataannya dengan senyum di wajahnya.
“Kalau begitu hati-hati.” Balasku mengakhiri perbincangan seraya membalas senyumnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/308497635-288-k719224.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
So I'm a Bug, So What?
FantasiGenre : Fantasy-romance, Magic, Isekai, Adventure Yvonne Orianthie Van Eckart, seorang author manhwa yang harus menerima kenyataan pahit, aneh, serta absurd bahwa dirinya telah 'terdampar' ke dunia manhwa ciptaannya sendiri yang statusnya pun masih...