Siang semakin terik, matahari tepat di atas ubun-ubun. Jam sekolah belum juga usai, tergantikan dengan jam istirahat kedua. Kaara berjalan sendiri menuju ruang perpustakaan, gadis itu sengaja berjalan memutar karena lebih dekat daripada dia harus lurus melewati taman sekolah yang akan memakan waktu.
Kaara sengaja tidak mengajak Risa, karena gadis itu ingin sendiri. Tidur di dalam ruang perpustakaan adalah tempat ternyaman sejak dia pertama kali duduk di bangku SMA. Kaara segera menuju ke salah satu rak buku paling pojok, gadis itu juga mengambil salah satu buku tentang pengetahuan umum.
[Gimana sekolah, Aman]
Satu notifikasi bergetar di ponsel Kaara, gadis itu pun segera duduk selonjoran di antara rak buku. Dan membuka salah satu pesan dari seseorang.
[Aman]
Balas Kaara singkat, jelas dan padat. Balasan kembali muncul di notifikasinya.
[Gue dapat info kalau lo jadi salah satu korban bully, ya?]
Kaara tidak membalas, dia yakin bahwa seseorang yang menghubunginya lebih tahu dan akan terus mengawasi gadis itu. Kaara pun telah melupakan niatnya untuk tidur sejenak karena notifikasi di ponselnya tak kunjung berhenti. Gadis itu tidak sendiri, tetapi tanpa sepengetahuannya, di lorong rak berbeda ada seorang pemuda yang juga fokus membalas chat, bahkan senyumnya tak kunjung luntur. Senyum yang takkan di berikan oleh sembarang orang terutama para gadis yang tergila-gila padanya.
****
"Bar, lo kemana? Gak ikut gabung sama kita di kantin?" tanya Putra menarik pundak sahabatnya.
"Gue males di kantin, niatnya gak cuma makan tapi niat-niat yang lain," balas Bara melepas tangan Putra, pemuda itu tidak begitu menyukai hal yang berisik.
Alif Bara Pratama, sahabat Bagas--pemuda yang tak begitu suka dengan keramaian. Bahkan pemuda itu tidak menyukai saat Bagas mengambil keputusan. Bara pergi meninggalkan teman-temannya, pemuda itu berjalan menyusuri kelas yang selalu mendapat sambutan para penggemarnya.
Bara berjalan ala pemeran fiksi di platform yang sering dia baca, berjalan dengan tangan masuk ke saku celana. Dengan seragam acak-acakan, tidak mengurangi kesempurnaannya. Akan tetapi di balik kesempurnaan yang dia miliki, Bara tidak menyukainya. Kalau pada akhirnya dia harus terus di tolak oleh seorang gadis.
"Tunggu disini saja," gumam Bara yang duduk di salah satu bangku taman sekolah.
Melihat sekitar para siswa berlalu lalang, bahkan tidak banyak yang kagum dengan sosok Bara. Pemuda itu akan sangat berterima kasih kepada kedua orang tuanya telah memberi nama yang disukai banyak orang termasuk para pembaca. Kenapa? Karena namanya selalu terpajang sempurna dan muncul sebagai tokoh utama di beberapa platform menulis, salah satunya di aplikasi wattpad.
"Bro, Lo kabur aja sih? Teman yang lain pada tanya ada apa dengan Lo?" sapa Putra, atau Saputra tanpa nama lengkapnya.
Bara tersenyum dengan seringanya, "Kita tuh sahabat sudah tidak terhitung dengan jari, tapi pas ada yang bilang bakal ada anggota baru rasanya sulit dimengerti."
"Ya ampun, Bara. Paling juga nanti si anak baru jadi anak buah, di bawah kitalah." Putra menjelaskan dengan senyum yang tak kentara.
Putra sengaja menyusul sahabatnya--Bara, ada sesuatu yang membuatnya terus curiga. Akan tetapi tidak hanya Putra yang pergi dari kantin, setelah kepergiannya Bagas juga ikut menghilang tanpa sepengetahuan siapapun.
Siapa sangka penantian Bara membuahkan hasil, seseorang yang dia tunggu sedari tadi akhirnya keluar dari ruang perpustakaan. Seorang gadis yang selalu dia perhatikan dari jauh, kali ini Bara harus berhasil untuk berbicara walau dia sadar bahwa ada Putra di sampingnya. Bara mengabaikan semua omelan Putra, yang terus menunjuk seseorang yang berjalan ke arah mereka.
Tepat berada di sisinya, Bara memulai pembicaraan tanpa menyuruhnya duduk terlebih dahulu. Bahkan terkesan menantangnya.
"Bilang sama teman lo yang namanya Aksan. Sekalipun dia gabung ke geng kita, dia tidak akan dapat restu dari gue," gertak Bara datar tanpa peduli ekspresi gadis disampingnya.
"Gue tegaskan, semua terserah Aksan. Mau gabung atau enggak bukan urusan gue, lagipula geng kalian punya kelebihan apa selain nge-bully siswa yang lemah." Kaara membalas tanpa rasa takut, sudah hal biasa baginya.
Gadis itu tidak bisa tinggal diam, kalaupun mereka tidak bisa berterima kasih setidaknya hargailah keputusan orang lain. Kaara pun berani melihat langsung Bara, kilatan matanya terlihat jelas.
"Gue pastikan Aksan tidak akan gabung di kelompok yang menurut gue terlalu minus--minus segalanya," ucap Kaara sarkas, gadis itu pun berlalu pergi.
"Songong amat sih. Kayak gitu siapa yang mau sama dia," omel Putra mengepalkan tangannya, "dasar santan Kaara."
Bara melihat kebencian di mata Putra, tanda tak suka sudah terukir sejak lama. Bara sadar, gadis itu terlalu menutup diri dan bahkan semua orang tidak bisa meraih hatinya. Bagai ada benteng yang memang dia pertahankan.
"Lo ngalah-ngalahin emak yang butuh healing, mungkin dia seperti itu ada yang harus dia jaga," ucap Bara sinis, dia pun kembali bicara,"dia beda sama cewek-cewek lebah yang suka bergerombol di lebah jantan."
Bagai senjata makan tuan, ucapan Bara terlalu pedas membuat Putra melirik tidak suka.
"Ralat, Bro. Bukan lebah betina yang bergerombol mendekati lebah jantan. Tapi kebalikannya, lebah jantan ke lebah betina. Lebah jantan itu bertugas cari madu, lebih strong buat terbang daripada lebah betina," jelas Putra panjang lebar sedangkan Bara hanya mengangguk malas.
Putra mendelik curiga dengan sikap Bara yang tak biasa. Bahkan pemuda itu sering menghilang saat mereka berkumpul.
"Gue curiga kalau lo suka si Santan Kaara, setiap gue bahas dia, Lo selalu belain dia atau lebih pilih menjauh," tebak Putra menoleh ke arah Bara.
"Pikiran lo kejauhan, gue bukan belain Kaara. Tetapi gak semua cewek harus sesuai dengan keinginan lo, dia juga butuh sebuah pertahanan yang kuat kalau seperti itu. Lo ngerti 'kan maksud gue?" Bara kembali bicara, dia tidak akan menyetujui apapun yang dikatakan oleh Putra atau orang lain.
Pembicaraan antara Putra dan Bara menarik perhatian beberapa siswa yang berlalu-lalang, bahkan dua pemuda itu tidak menyadari kedatangan dua orang dari arah berlawanan.
"Kalian tega sama gue, ninggalin kantin tanpa bilang apapun. Gue di sana jadi bulan-bulanan para geng macan," protes Noval dengan wajah cemberut.
"Sorry, gue pikir tidak bakal kenapa-kenapa kalau gue tinggal. Tapi aman kan tidak kurang satu apapun?" Putra memegang wajah, pundak, tangan Noval bergantian yang langsung membuat empunya bergidik ngeri.
Noval beranjak dari duduknya dan menghindar, pemuda itu langsung berdiri di sebelah Bara yang hanya diam. Berbeda dengan satu pemuda lain--Bagas, dia terlihat sedang senang.
"Mesam-mesem koyok wong edan. Ada apa gerangan? Sepertinya sedang berbunga-bunga?" goda Noval yang menyadari ekspresi Bagas.
Bagas langsung merapikan rambut hitamnya dengan gaya rambut comma ala Mas Wang Yibo, tidak lupa dengan senyum yang dipaksakan. Menepuk keras pundak Noval tanpa rasa bersalah.
"Gue baru saja chattingan sama Cintya. Gue jadi mikir mau nembak dia lagi, sampai dapat pokoknya," ucap Bagas mantap.
Berbeda dengan ekspresi teman-temannya, Bagas sudah ditolak hampir dua puluh kali tanpa jera. Entah darimana Bagas bisa berkenalan dengan gadis bernama "Cintya" yang katanya gadis lugu dan perhatian.
Tanpa terasa jam istirahat semakin panjang saat pengumuman bahwa ada rapat mendadak dan sekolah di bubarkan lebih cepat. Seketika sorak-sorai para siswa terdengar bersahutan bercampur suka cita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaskara ( Tamat )
Teen FictionDemi sebuah tujuan, Bagaskara harus menjadi sosok yang berbeda agar dirinya diterima menjadi kekasih si gadis lugu. Beribu penolakan telah diterima Bagas sampai urat malunya putus. Akan tetapi siapa sangka perjalanan Bagas terus terpantau oleh sese...