Promise

21 3 3
                                        

Deru suara motor kembali terdengar, beberapa orang berada di tempat yang sama--di mana ada Geng Eagle Eye tanpa ketuanya, seorang pria bernama Hardian, dan beberapa orang dewasa sedang berbincang-bincang.

Tidak jauh dari mereka ada Kaara dan Tomi, dua remaja itu sedang duduk di salah satu bangku. Menunggu seseorang yang akan di tunjukkan pada Tomi. Pemuda itu masih penasaran dengan saudara kembarnya--kakaknya.

"Ra, sebelumnya gue minta maaf apa yang gue lakukan selama ini. Soal teman lo yang gue hajar waktu itu, gue juga minta maaf."

"Tenang saja gue sudah maafin Lo. Asalkan setelah ini lo jadi lebih baik. Gue seneng lo balik ke keluarga Lo, dan sorry juga atas sikap Om Hardian selama ini."

Tomi tersenyum, mereka duduk berhadapan. Tampak wajah cantik Kaara saat jarak mereka terlalu dekat. Sayangnya, kedekatan mereka di ketahui seseorang yang baru saja turun dari motor besarnya. Sorot matanya yang tajam, bisa terlihat bagaimana dia begitu marah. Sebelum Aksan menahannya, Bagas telah lebih dulu meraih tangan Kaara dan memeluknya.

"Lo gak apa-apa?"

"Lo pasti mau nyakitin Kaara 'kan?"

Omelan Bagas terdengar jelas membuat semua orang yang berada tidak jauh dari posisi ketiga anak muda itu penasaran dengan apa yang terjadi.

"Gas, tahan. Gue bisa jelasin semuanya."

Tomi mencari alasan agar mereka tidak berkelahi di depan semua orang.

"Apa yang perlu lo jelasin ke gue?"

Kaara menahan tangan Bagas untuk tidak menyerang pemuda di depannya. Gadis itu juga memberi kode untuk Aksan untuk pergi dari tempat itu. Karena mungkin saat Kaara memberikan kejutan ke Bagas--mungkin responnya akan berbeda saat Bagas mendengarnya daripada  respon dari Om Surya saat bertemu dengan Tomi.

"Dengarkan penjelasan Tomi dulu," titah Kaara yang menangkup kedua pipi Bagas.

Bagas hanya terdiam tanpa melawan, jantungnya pun kembali berdetak saat tatapan mereka bertubrukan.

"Kapan lagi seperti ini, Kaara manis banget sih," ucap Bagas dalam hati, menahan untuk tidak tersenyum.

Kaara pun meraih surat yang dibawa Tomi, menyerahkan kepadanya Bagas. Sedangkan Bagas hanya diam menatap surat yang baru saja dia pegang, logo rumah sakit yang tidak asing baginya.

"Gue tahu selama ini lo menjaga jarak karena posisi lo sedang mencari adik lo yang hilang delapan belas tahun yang lalu," jelas Kaara, gadis itu sanggup melihat sorot mata yang terlihat lelah.

"Bukalah dan baca dengan hati-hati." Kaara kembali bicara dan menjadi saksi di mana Bagas mulai membacanya.

"Tomi Erlangga, anak kandung dari pasangan Surya dan Clarissa. Surya dan Clarissa ... itu ortu gue."

Bagas tidak percaya dengan isi surat itu. Akan tetapi saat melihat Tomi, ada kemiripan hampir 100%.

"Ja-Jadi, Lo ... adik gue yang hilang itu, yang gue cari selama ini, yang selalu berantem sama gue," papar Bagas langsung menghampiri Tomi, menangkup kedua pipinya dengan tangis tak tertahan.

Bagas pun langsung memeluk Tomi erat, bahkan tangis mereka tak terbendung lagi.

"Mama pasti senang banget kalau anak keduanya pulang ke rumah," ucap Bagas, sedangkan Tomi hanya mengangguk--bibirnya terasa kelu.

Kaara meninggalkan dua bersaudara untuk melepas rindu, gadis itu menunggu di luar gedung di mana motor mereka terparkir rapi.

"Gue gak nyangka kalau lo berkorban begitu banyak pada semua orang," puji Bara menghampiri Kaara.

"Gue pikir lo ikut gabung sama yang lain," balas Kaara sempat terkejut dengan kedatangan Bara.

"Biasa saja, itu sudah jadi kebiasaan gue sejak dulu sebagai penghiburan diri. Lagipula kita juga ikut senang kalau mereka berkumpul dan bahagia." Kaara pun menoleh sejenak di mana Bagas dan Tomi duduk berdua.

"Ra, kenapa lo nyuruh Aksan agar menahan kita untuk tetap tinggal di  sekolah tadi?"

"Hm ... karena gue khawatir kalau Bagas ketemu Tomi akan berkelahi seperti waktu itu. Gue ingat bagaimana Bagas bisa kalap saat bertemu lawannya."

"Sama, Bagas juga khawatir saat lo datang sendiri ke sini. Dia adu jotos sama Aksan, sumpah serapah keluar semua. Untung ada Pak Imra yang melerainya dan menyuruh kita makan."

"Makan? Pak Imra memang baik banget."

Bara hanya sanggup melihat dan bicara ala kadarnya tanpa berani bicara tentang perasaannya.

"Ra, thanks sudah kembalikan Bagas seperti dulu. Walau jarang ngomong, dia seorang yang setia."

Kaara beralih melihat Bara, entah apa yang dipikirkan oleh pemuda di depannya.

"Lo terlalu banyak bilang maaf dan terima kasih. Apa yang gue lakukan itu demi semua orang."

Bara terdiam sejenak mencerna apa yang dikatakan Kaara barusan. Kaara berbeda dengan gadis lainnya, cara berpikir dewasa dan simpel membuat semua orang betah berada di sisinya.

****

Pagi telah kembali cerah, sang Surya kembali menampakkan diri penuh semangat. Keluarga yang terpisah akhirnya kembali utuh dengan kebahagiaan yang lengkap. Segala rasa telah tercurahkan dengan sempurna, bukan tentang balas Budi tetapi tentang rasa cinta yang takkan surut akan waktu.

Apa yang terjadi kemarin akan tergantikan oleh hari ini dan masa yang akan datang. Bahkan hubungan itu akan terjalin hari ini dengan suka cita.

"Yah, bagaimana dengan janji Ayah waktu itu?" Kaara bertanya di sela sarapan bersama keluarganya.

Khanza dan Alan pun menunggu keputusan Bintoro karena putrinya telah berhasil menyelesaikan misi.

"Ayah memperbolehkan kamu berkelahi, asalkan berkelahi untuk kebenaran," ucap Bintoro mantap dan gadis itu langsung mengangguk setuju.

"Janji. Ayah."

"Oya, hari ini Ayah akan menyerahkan salah satu perusahaan untuk Hardian agar di kelola," lanjut Bintoro tenang, pria itu pun langsung bernapas lega.

"Syukurlah, kalau begitu. Semoga Om Hardian bisa mengelola dengan baik, ya, Yah," balas Kaara senang dan diamini semua orang.

Rasa senang dan syukur pun terbentuk dengan sendirinya, satu persatu masalah telah terselesaikan  tanpa luka hati.

****

Suasana pagi kembali hadir di tengah-tengah para siswa. Rasa senang bercampur aduk menjadi satu, sayangnya, mereka juga harus merasakan sedih. Saat salah satu cogan harus menjalin kasih dengan seorang gadis yang dulu menjadi target bully.

"Ra, jadi pacar gue, ya."

"Apa jaminan lo kalau jadi pacar gue?"

"Jaminan, kenapa sih harus pakai jaminan segala."

Kaara terus menggoda pemuda di depannya, pemuda yang lebih hangat dan menyenangkan.

"Peluk dulu baru gue jawab," pinta Bagas cemberut, merentangkan kedua tangannya--menunggu.

"Modus," balas Kaara mendekat.

"Gue sayang lo, bukan karena lo ketua Geng Devil, bukan karena korban bully, tetapi karena lo adalah cewek pertama yang membuat gue hidup lebih baik."

"Itu jaminan lo?"

Bagas mengangguk mantap, menunggu balasan rasa dari Kaara. Sesuai janjinya pada Tomi, Bagas akan menjaga Kaara dan mencintainya.

Kaara mengeleng, "jaminan itu sudah terlalu umum banget."

"Terus?"

"Gue minta kalau lo ada acara tawuran, gue harus di ajak. Kalau sampai lo gak ngajak gue, siap-siap Lo gue end," bisik Kaara di telinga Bagas.

Tanpa berpikir lagi, Bagas mengiyakan dan langsung memeluk Kaara.

"Gue janji bakal ajak lo tawuran, tapi bagian sorak-sorai agar pacar Lo yang ganteng ini selalu menang."

-- TAMAT --

Bagaskara ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang