Curiga

26 6 12
                                    

Angin malam mulai menembus kulit, bahkan jaket berbagai bahan pun tidak sanggup menahan angin yang masuk melewati setiap celahnya. Tidak akan ada yang tahu bahwa medan telah berubah, bahkan setiap orang akan menentukan siapa yang layak menjadi penguasa.

Sekelompok orang sedang berjalan mendekati kelompok lain, mereka masih tak menyadari karena suara canda yang memekakkan telinga dan celotehan yang tak bermutu. Sampai sebuah bisikan dari seseorang terdengar lirih tapi pasti. Seseorang telah melapor bahwa mereka kedatangan tamu.

"Tom, cowok yang kita hajar tadi bawa bala bantuan."

Tomi tersenyum dengan seringanya, cerutu yang baru saja dia hisap langsung di jatuhkan. Bersiap untuk melakukan hal besar.

"Sepertinya mereka mau setor nyawa," kata Tomi meremehkan.

Tomi dan teman-temannya telah membentuk barisan, menunggu tamu tak diundang menghampiri mereka lebih dulu. Bahkan Tomi bisa menangkap salah satu dari kelompok yang mendatanginya. Sekelebat wajah seorang gadis terpampang jelas dari pandangan Tomi. Semakin lama semakin mendekat dan berdiri tepat dihadapan Tomi tanpa ada raut wajah takut.

"Keren, gak nyangka satu cewek dengan banyak laki-laki." Tomi bertepuk tangan memuji mengejek.

Kaara terlihat tenang, melihat bagaimana lawannya terus bicara. Berbagai ucapan pedas dia dengar dengan baik.

"Heh! Lo bawa cewek buat jaminan atau gimana?" Tomi menunjuk salah satu pemuda yang berdiri tidak jauh dari Kaara berdiri.

"Minta maaf apa yang lo lakukan tadi," pinta Kaara tenang.

"Minta maaf? Gue gak sudi," tolak Tomi, memicing tak suka
Gue kasih tahu satu hal, gue gak pernah kenal yang namanya minta maaf yang lo maksud." Tomi menatap remeh gadis di depannya.

Kaara tersenyum dengan seringanya, masih betah dengan wajah yang terbilang tampan dan tidak luput dengan sifat arogannya.

"Lo sudah mirip sama emak-emak kompleks yang banyak bicara," ejek Kaara membuat semua orang menahan untuk tidak tertawa.

Tomi pun langsung naik pitam, pemuda itu tanpa aba-aba langsung melayangkan tinjunya. Akan tetapi sebelum menyentuh Kaara seseorang telah menangkap tangan itu terlebih dahulu, hendak membalasnya.

Tetapi apa daya saat dua kubu bersiap untuk saling menyerang, suara sirine mobil polisi terdengar nyaring. Seketika semua orang berhamburan melarikan diri, motor besar yang berjejer rapi itu pun langsung menyala dan pergi agar tidak tertangkap oleh polisi patroli.

Sesuai dengan prediksi Kaara, Geng Devil menghilang tanpa jejak. Polisi hanya menangkap beberapa pemuda yang tidak sempat melarikan diri. Bahkan beberapa polisi di turunkan ke semak-semak, berharap mereka menemukan mereka.

****

Di tempat lain, seseorang terus mengumpat sumpah serapah. Rencananya untuk membalas dendam telah gagal kembali karena suara sirine polisi. Dendam yang mungkin segera terbalaskan, sirna begitu saja.

"Tom, cewek tadi ketua dari Geng Devil," ucap salah satu teman Tomi.

"Menarik." Tomi tersenyum dengan seringanya, bayangan gadis itu pun sempat hadir di pikirannya.

Tomi, pemuda itu sedang berada di basecamp Eagle Eye, mereka berhasil melarikan diri dari kejaran polisi. Akan tetapi, sebelum mereka sampai dengan selamat Tomi sempat melihat musuh bebuyutannya juga turut hadir di sana.

"Bagas. Bocah itu juga ada di sana. Cari tahu apa mereka saling berhubungan," titah Tomi mengingat kembali dia sempat melihat Bagas dan teman-temannya bersama seorang pemuda yang menangkap tangannya tadi.

Semua orang mengangguk patuh, dan satu persatu meninggalkan basecamp, menyisakan Tomi yang masih betah duduk di singgasananya. Sesekali menghisap cerutunya, memikirkan banyak hal.

Di tempat lain, di persimpangan jalan empat sekawan berhasil selamat saat Aksan kembali menolong mereka dan menunjukkan arah agar mereka bisa keluar dengan selamat.

"Sampai ketemu besok," pamit Bagas melambaikan tangan ke arah Aksan yang menunggu mereka memisahkan diri.

Aksan hanya mengangguk dan mengusirnya, di saat itu juga Kaara muncul dari belakang. Menghampiri Aksan tanpa banyak bicara, gadis itu hanya melihat dari kejauhan di mana Geng Razarač sedikit demi sedikit menghilang dari pandangannya.

"Mereka sangat merepotkan," protes Aksan memberikan bungkusan makanan.

"Ini buat alasan lo pulang terlambat, biar gak dimarahi bokap," ucap Aksan yang langsung diangguki Kaara.

Kaara tersenyum senang, dia akhirnya merasakan healing yang sebenarnya. Walau banyak yang bilang healing itu membuat tubuh lelah, tetapi tidak dengan Kaara, gadis itu menikmatinya.

"Yang sabar, ya, Bang. Orang sabar banyak yang suka," rayu Kaara dengan senyum menyejukkan.

"Hmm ... Gue harap nanti pas sampai rumah, jawaban lo dan jawaban gue gak sinkron," pesan Aksan mulai melajukan motornya.

Kaara mengangguk patuh, dia juga menambahkan, "Asal nanti Abang ngomong dulu, baru gue yang ngomong sesuai alurnya. Gitu deh pokoknya."

Aksan membalas dengan mengangguk juga, dia pun langsung melaju menuju rumah Kaara. Malam sudah mendekati tengah malam, berharap tidak akan ada masalah. Pemuda itu juga sudah memastikan bahwa tidak ada yang mengawasi Kaara saat mereka bersama.

Semua demi Kaara, malaikat pelindungnya.

****

Di dalam perjalanan, Bagas dan teman-temannya telah memisahkan diri dari kejaran polisi. Mereka kembali terselamatkan karena bantuan Aksan yang tiba-tiba menariknya dari semak-semak saat sirine mobil polisi mulai dekat.

Geng Razarač telah kembali ke basecamp, alih-alih melihat ke belakang demi keselamatan mereka  berempat. Sesampainya ke dalam Bagas langsung melepas hoodie-nya, pemuda itu masih merasakan was-was. Andai tak menuruti kemauan Putra, mungkin sekarang dia sudah menghabiskan waktunya untuk berchat ria dengan  Cintya--gadis pujaannya.

"Bro, lo ngerasa gak sih kalau cewek tadi itu Kaara," ucap Putra curiga dengan gadis yang berhadapan langsung dengan ketua Geng Eagle Eye.

"Lo salah lihat kali, mana mungkin Kaara berpenampilan seperti itu," elak Noval tidak yakin.

Mereka melihat pertemuan dua kubu itu dari kejauhan, bahkan mereka tidak berniat untuk mendekat karena memang tidak mau ikut campur.

"Lo percaya gak sih, kalau di dunia ini kita punya kembaran lebih dari satu. Itu sih katanya emak gue," celetuk Putra agar teman-temannya percaya apa yang dia lihat.

"Tra, gue gak tahu apa yang ada di pikiran lo sampai lo sebenci itu sama Kaara. Sampai-sampai cewek tadi lo anggap Kaara." Bara menimpalinya.

"Oke terserah, tapi yang jelas gue juga lihat Aksan di sebelah cewek itu," balas Putra, pemuda itu tetap berusaha agar percaya,"dan Aksan melindungi tu cewek."

"Singkatnya, gue yakin cewek yang dilindungi Aksan adalah Kaara. Please, percaya sama gue, mata gue masih normal. Masih bisa lihat mana kenyataan dan fatamorgana," ucap Putra memohon.

Putra terus meminta teman-temannya untuk percaya kepadanya, bahwa penglihatannya tidak salah.

"Dan gue curiga dengan Aksan, yang sengaja menolong kita agar selamat dari kejaran polisi. Gue yakin ada niat terselubung," cerocos Putra membuat teman-temannya hanya menggeleng.

Perkataan Putra tidak semua salah, tetapi mereka butuh bukti untuk menguak kebenarannya. Terutama Bagas, pemuda itu mulai termakan omongan Putra soal Aksan.

"Apa tujuan lo nolong gue, San," ucap Bagas dalam hati.

Bagaskara ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang