Kamuflase

38 10 18
                                    

Malam semakin larut dan ramai, jalanan umum yang awalnya sepi berubah menjadi sirkuit dan tempat berkumpulnya sekelompok anak muda.

Seorang pemuda terlihat berjalan terburu-buru sampai tak menyadari medan di depannya. Suara benturan itu pun terdengar keras, bahkan semua pengunjung menyaksikan adegan beberapa menit yang lalu.

Bruk

"Maaf, Bang, gue gak sengaja." Wajah ketakutannya terlihat jelas, bahkan dia mohon pengampunan mencoba meraih tangan seseorang yang dia tabrak barusan.

"Bang, Bang, emang gue Abang lo," teriaknya tidak suka, dengan tatapan membunuh.

Suara tawa mengejek terdengar nyaring, bahkan beberapa orang yang melihat tidak berani menolong. Mereka ditakuti karena kebrutalannya di luar maupun di sekolahnya.

"Tom, enaknya kita apakan anak ingusan ini," sahut salah satu dari mereka.

"Dia gak tahu kalau yang dia tabrak itu ketua Geng Eagle Eye," tambah yang lain.

Tomi Andreas, ketua dari Geng Eagle Eye yang ditakuti semua orang, bahkan dia tidak memiliki rasa kemanusiaan entah itu kawan atau lawan.

Tomi tahu apa yang harus dilakukan, pemuda itu langsung memberi kode dengan suara jentikan jari, seketika itu pemuda yang menabraknya tadi menjadi bulan-bulanan mereka. Dihajar tanpa rasa ampun, walau mulutnya terus mengucapkan maaf. Tomi sengaja menulikan telinganya, bahkan seringai liciknya terus menghias di bibir yang berbalut masker hitam.

Embusan napas terdengar tak beraturan, berharap tetap diberi kesadaran untuk berdiri. Semua orang enggan menolongnya, tidak ada belas kasihan sama sekali. Dia pun berjalan terseok-seok, menahan rasa sakit yang menjalar.
Rasa lega kembali menyelimutinya, jarak yang dia tempuh sudah semakin jauh dari para berandalan Geng Eagle Eye. Keringat dingin berhasil lolos dari pelipisnya, hanya saja kakinya sudah tidak tahan menopang tubuh yang penuh lebam.

"Tio, lo kenapa?" teriak seseorang menahan tubuhnya sebelum terjatuh.

"Kok lo babak belur begini? Masih kuat 'kan buat naik motor?" ucapnya khawatir, dia pun membantu temannya untuk naik motor besarnya.

"Thanks, Ian, setidaknya gue masih bisa bernapas lega ketemu lo," balas Tio Raden E, dia pun langsung naik dan merangkul dari belakang.

Dian Kurniawan, bisa dipanggil Dian atau Ian, sahabat Tio yang baru saja melewati jalanan. Panggilan mendadak membuatnya segera ingin berkumpul dengan teman-temannya. Siapa sangka Ian bertemu dengan Tio dengan kondisi memprihatinkan.

****

Sorak-sorai kembali terdengar oleh sekelompok pemuda yang berjumlah lebih dari dua puluh orang, motor besar berjejer rapi dengan lambang yang sama di tangki bensin sebelah kiri. Lambang bergambar devil berwarna merah dan putih, tanda bahwa mereka adalah Geng Devil.

"Hai!"

Suara sapaan terdengar nyaring, seketika mereka menoleh bersamaan dengan itu, seorang gadis dengan penampilan serba hitam. Penampilan yang khas dengan jaket kulit, topi dengan lambang yang sama dan masker hitam.

"Hai, apa kabar kalian?" sapanya melambaikan tangannya.

Suara sapaan kembali terdengar, suara khas yang sedikit serak-serak basah itu pun menyambut indra pendengaran mereka. Secara bersamaan juga, mereka langsung menyambar tubuhnya.

"Ketua, kami semua kangen," ucap salah satu mereka sampai meneteskan air mata.

Seseorang yang dipanggil ketua melepas dan menepuk pundak teman-temannya, dia juga tak kalah rindu.

Bagaskara ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang