Beberapa jam sebelum semuanya terjadi. Kaara kembali mengingat tentang momen di mana Aksan menjemputnya sore tadi. Bahkan pemuda itu tanpa malu merangkul pundak Kaara, bersikap manja layaknya kekasih.
"Duh ... Gue seneng banget besok sudah satu sekolah sama lo." Aksan mengalungkan tangannya di lengan Kaara.
"Hm ... tapi gak kayak gini juga. Gue malu," protes Kaara mencoba melepas tangan Aksan.
"Ta-tapi, sebagai jaminannya lo harus ikut gue ke tempat biasanya. Mereka pada kangen, kemarin lo muncul tapi tanpa mereka," bisik Aksan semakin memegang erat tangan Kaara.
Tanpa mereka sadari, perlakuan Aksan tidak luput dari pandangan empat sekawan--Geng Razarač. Bagas terlihat tidak suka, rasa penasarannya kembali mencuat. Seberapa dekat Aksan dengan Kaara, bahkan mereka menempel bak perangko.
Berbeda dengan Bara, pemuda itu menahan untuk tidak tersenyum walau hatinya mendadak nyeri. Gadis yang disukainya terlihat dekat dengan seorang pemuda yang rencana akan direkrut oleh sang ketua.
"Bro, nanti malam ke tempat biasanya. Kita kumpul disana sekalian lihat balapan motor," ajak Noval menepuk pundak teman-temannya bergantian.
"Gue saranin untuk tidak memisahkan diri, terutama Lo, Gas. Mendadak ngilang tahu-tahu sudah dihajar massa," celetuk Putra berharap tidak terjadi lagi seperti beberapa waktu lalu.
Bagas yang merasa tersindir hanya diam seribu bahasa. Geng mereka memang ditakuti oleh semua siswa di sekolah, tapi entah mengapa saat di luar nyalinya menjadi ciut seciut plastik yang dibakar. Tanpa menunggu respon teman-temannya, Bara berlalu pergi disusul yang lain termasuk Bagas.
Sayangnya arah tujuan empat sekawan itu berbeda, rasa penasaran yang dimiliki Bagas lebih besar. Maka pemuda itu langsung berubah arah menuju di mana Kaara dan Aksan sedang menuju ke tempat parkir.
"Aksan 'kan?" panggil Bagas menepuk pundak seorang pemuda.
Aksan yang merasa namanya dipanggil langsung menoleh ke belakang, memastikan suara yang memanggilnya beberapa detik yang lalu. Bagas, orang yang dia tolong semalam, Aksan segera berbalik arah sekalian menarik gadis disebelahnya untuk mengikuti posisi Aksan saat ini.
"Bagas, lo sekolah di sini?" Aksan balik bertanya, melihat Bagas berdiri dengan senyum yang bisa ditangkap Aksan maupun Kaara.
"Eh, kenalkan itu teman-teman gue. Bara, Noval dan Putra. Mungkin besok lo bisa kenalan sendiri," ucapa Bagas menunjuk satu persatu temannya yang ikut mendekat.
Kaara bersikap acuh dengan tangan masih di pegang oleh Aksan.
"Eh, San, lo yakin mau dekat sama si santan Kaara?" celetuk Putra terlihat tak suka dengan kedekatan anak baru dan Kaara.
Aksan menoleh sejenak, meminta persetujuan untuk menyahut perkataan Putra sedangkan, Kaara hanya mengendikkan bahunya.
"Memangnya kenapa dengan Kaara?"
"Gue gak jamin keselamatan lo kalau tetap dekat dengannya, secara dia di sekolah adalah target bullying beberapa siswa," jelas Noval enteng.
"Rencana sih, kita mau rekrut lo jadi salah satu dari kita. Karena sebagai imbalan lo telah nolong Bagas dari kejaran sekelompok bandit," imbuh Putra yang langsung diangguki Bagas dan teman-temannya tanpa Bara.
Bara lebih memilih diam tanpa merespon usul temannya, tetapi dia diam-diam memperhatikan setiap detail wajah Kaara.
"Gue gak nyangka kalau dari dekat kayak gini, Kaara lebih enak dipandang," ucap Bara dalam hati.
Aksan menyeringai dan menepuk pundak Bagas, pemuda itu berkata, "Soal kemarin gue gak minta imbalan, lagipula yang gue lakukan kemarin atas suruhan orang yang "mungkin" peduli sama keselamatan lo. Dan soal rekrut jadi anggota kalian, gue pikir-pikir dulu. Karena gabung dalam sebuah kelompok baru tidak semudah membalikkan telapak tangan."
Bara--menganguk setuju dengan perkataan Aksan. Itu yang dia harapkan, menolak dengan halus, kadang Bara merasakan bosan dengan teman-temannya yang terlalu berlebihan. Bagaimana dengan Kaara? Gadis itu hanya diam tanpa berniat menyela ucapan Aksan.
"Baguslah, setidaknya lo bisa gue percaya," ucap Kaara dalam hati.
"Oya, soal keselamatan gue karena gue berteman dengan Kaara, tidak perlu khawatir. Gue bisa lindungi diri gue sendiri dan sepertinya lo perlu berpikir lagi sedang berhadapan dengan siapa," ucap Aksan tenang tanpa ekspresi.
Kali ini ucapan Aksan mampu menembus hati mereka yang mendengarkan. Walau selama ini gadis di sampingnya lebih banyak diam, tetapi pemuda itu terus memperhatikan dari jauh. Memastikan keselamatannya, walau Kaara sendiri lebih memilih untuk berdiam diri. Aksan juga masih ingat dengan perkataan Kaara waktu mereka sedang bersama.
"Gue tidak akan balas apa yang mereka lakukan selama ini sama gue. Ntar juga capek sendiri, lagipula kalau gue ikutan balas seperti yang mereka lakukan, berarti gue gak jauh beda dengan mereka."
"Setiap orang tahu bagaimana mereka akan disegani dan di hormati. Menurut gue mereka melakukan itu hanya untuk minta diperhatikan, minta dipandang, tapi kita akan lihat kalau di luar. Mereka gak akan seperti saat berada di kandang. Mau taruhan?"
Aksan pun langsung meminta izin untuk segera pulang, dia juga bicara dengan lantang akan mengantar Kaara pulang. Dan akan terus bersama Kaara, apa pun yang terjadi. Dan sejak kepergian Kaara dan Aksan, pikiran Bagas tentang semua rencananya gagal--gagal total.
****
Malam telah kembali, bulan pun turut hadir menemani lamunan seorang gadis. Kaara, gadis itu duduk diantara tumpukan bantal yang tersusun rapi. Sejak pulang sekolah tadi, dia tidak langsung pulang melainkan berada di apartemen milik sahabatnya--Aksan.
Aksan hanya anak dari seorang bawahan ayah Kaara, tetapi kedekatan mereka membuat seorang Bintoro melunak dan tidak lagi menekan putrinya. Selama ada Aksan yang berada disisi Kaara, semua akan aman.
"Gue capek."
Sebelum Aksan berhasil merebahkan tubuhnya di pangkuan Kaara, gadis itu lebih dulu menghindar dan menjaga jarak. Aksan tidak mempermasalahkan tindakannya, hanya saja pemuda itu sedikit kasihan dengan nasib yang terbilang tak beruntung seperti gadis-gadis pada umumnya. Akan tetapi Aksan masih sanggup melihat gadis itu melamun dengan ekspresi yang begitu cantik saat di amati dari sudut pandangnya. Pemuda itu sudah seperti saudaranya itu enggan mengganggu Kaara walau ingin meraih tetapi tak sanggup.
"Healing, yuk. Dijamin lo bakal betah di sana."
"Dan ... dan ... gue pastikan besok mereka tidak membully lo lagi."
Suara Aksan yang lirih masih sanggup membuat indera pendengaran Kaara berfungsi. Seketika gadis itu menoleh ke arah Aksan, tatapan mereka bertubrukan, mencoba mencerna apa yang dikatakannya barusan.
****
Kejadian beberapa jam sebelum dua kubu bertemu, karena semakin malam akan semakin ramai. Tidak hanya itu ada beberapa kelompok dengan nama yang berbeda-beda termasuk Geng Razarač juga turut hadir. Mereka hanya penonton, menyaksikan sekelompok orang yang berjalan tidak jauh dari tempat mereka. Terlihat serius dan mendatangi sekelompok lain dengan arah berbeda.
"Gas, itu seperti Kaara dan anak baru," ucap Putra menunjuk dua orang yang berjalan semakin jauh.
Bagas hanya bisa ber-oh saja tanpa mengatakan apapun, dia awalnya tidak yakin tetapi tidak hanya dia yang melihat dua orang yang mereka temui tadi siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagaskara ( Tamat )
Roman pour AdolescentsDemi sebuah tujuan, Bagaskara harus menjadi sosok yang berbeda agar dirinya diterima menjadi kekasih si gadis lugu. Beribu penolakan telah diterima Bagas sampai urat malunya putus. Akan tetapi siapa sangka perjalanan Bagas terus terpantau oleh sese...