Inikah Akhirnya?

2K 159 1
                                    

Satu Bulan setelah Cakra dan Putri Tribuana jadian.

Mereka bertiga sedang duduk diruang makan.

"Ehem... " Mama Cakra berdehem untuk mendapat perhatian.
Setelah memastikan semua selesai makan, kecuali Ana. Ini orang emang makanya sebakul, padahal badanya imut.

"Ehem.... " Ana ikut ikutan.

"Cakra, Putri.... "
Yang dipanggil mengalihkan pandangan ke Mama yang tampak bimbang ragu.

"Iya ma" Jawab Cakra dan Putri bareng.

Ana sih cuek aja.

Sepi

Sepi...

Hening sejenak

Sepi sejenak.

"Sejak kapan kalian berpacaran ?" akhirnya Mama Cakra membuka mulut.

Ana langsung menyambar!. "Sejaaaak.....

"Seminggu ma" jawab Cakra memotong celoteh Ana. Padahal sebulan lebih.
Sedangkan Putri sudah tinggal bersama mereka Dua Bulan lebih.

Cakra sih santai wae, tapi Tribuana deg deg gan juga.
Bagaimanapun juga dia adalah gadis ga jelas dimasa sekarang. Seandainya saat ini dimasa Majapahit pasti Mama bangga. Tapi inikan ada dimasa depan dengan statusnya yang cuman numpang.
Sangat mungkin Mama Cakra tidak merestui, meskipun Mama Cakra sangat baik padanya.

"Mama sih tidak ada masalah"

Benar benar diluar dugaan Tribuana.
Mama Cakra menerima tanpa beban, Cakra tersenyum lega, Putri menunduk mencoba tidak tersenyum, tapi tetap saja tersenyum, Ana manyun sewot sendiri.
Dia sendiri sebenarnya tidak masalah kakaknya berpacaran. Tapi dia berharap kakaknya kena omel Mama dulu, Kan seru tuh lihat wajah kakanya ditekuk.
Ana emang gitu orangnya.
Suka punya perasaan Schadenfreude yaitu perasaan senang dari kemalangan orang lain. Tentu dalam kapasitas bercanda soalnya uang jajan lebih banyak di subsidi kakaknya.

"Tapi Mama punya aturan baru buat kalian"

"Tuh dengerin... yang keras ma aturannya.... "diem kamu" hardik Mama kepada Ana yang main potong pembicaraan.
Ana langsung ciut cepat cepat menyendok makananannya.
Cakra tergelak, Tribuana menyembunyikan senyum.

"Pertama, mulai sekarang Putri ga boleh tidur sendiri, tidur harus sama Ana"

Ana tersedak buru buru minum.

"Ma!!!!" protes Ana.

"Tidak ada penolakan" kata Mama tegas.

Ana pasrah melanjutkan makan. padahal dikamar dia suka goyang tiktok, kalo ada kak Putri malu lah...

Wajah Putri memerah malu, memikirkan maksud dari aturan Mama.

"Putri, Mama percaya sama kamu tapi Mama ga percaya sama Cakra"

Cakra merengut mendengar ucapan Mamanya.

"Orang lain dipercaya giliran anak sendiri ga dipercaya" gerutu Cakra.

"Karena kamu laki laki" jawab Mama, jengkel karena dibantah.

"Iya! betul itu ma! pengalaman pribadi ya ma?" lagi lagi Ana nyaut asal njeplak.

"Bisa diem ga... ??! habisin makanan kamu!" sungut Mama.

"Iya ma" Ana langsung nurut.

"Aturan kedua, ....." Mama Cakra diem sejenak seolah ingin memilih dan memilah kata yang tepat.

"Mengingat Cakra yang pemalas, sebagai calon mantu, Putri harus lebih sering ditoko, supaya Putri pinter bisnis, ini juga biar mencegah kalian terus berduaan dirumah jika Mama di Toko dan Ana sekolah"

Selama ini Putri memang bantu di toko IndoJuni. Soalnya Putri tentu saja tidak mau terlalu jadi beban keluarga Cakra. Putri sadar dirilah, masak numpang aja?. Putri terus belajar untuk menyesuaikan hidup dimasa depan. Dia sendiri sudah pasrah kalau akhirnya benar benar tidak bisa kembali ke jaman Majapahit. Lebih lebih sekarang dia pacaran dengan Cakra.

"Bener banget itu ma, kemarin malah Ana lihat kak Putri sama kakak berciuman didapur pas Ana pulang sekolah, ciuman bibir lo ma!" mulut Ana benar benar ga ada saringan.

Cakra memandang sengit adiknya. Kepengen banget nampol adiknya yang ga ada akhlak itu.

"E hee.... piss" Ana nyengir mengacungkan dua jari pada kakaknya. Alamat subsidi uang jajan benar benar dihapus nih?.
Tribuana merah padam menahan malu.

"Bisa diem ga!" kali ini mama hilang kesabaran, hasilnya kuping Ana kena jewer.

"Aduh duh maaa.. ampun ma"
Cakra menatap penderitaan Ana puas. Putri menundukkan wajah masih malu dengan perkataan Ana.

"Aturan ketiga, .... "Banyak banget aturannya" gumam Cakra pelan, tapi cukup terdengar mama diseberang meja.
"kamu mau dijewer juga!"

Gak ma, Cakra nurut" ternyata nyali Cakra ciut juga dihadapan Mamanya.

Gantian Ana yang tersenyum puas lihat kakaknya menciut.

"Aturan yang ketiga....!, tidak boleh melanggar aturan pertama dan kedua!".
Yaelah bisa juga Mama ngelawak.

"Iya ma" jawab Cakra dan Putri barengan.

"Ciee kompakan" ledek Ana pelan, kalo kenceng takut kena jewer lagi.

"Ma, ... kali ini Putri angkat bicara. Terima kasih mau menerima Putri apa adanya, Padahal Putri disini ngrepotin Mama"

Tribuana wanita yang tangguh, dia hampir tidak pernah menangis, terahir kali menangis waktu ayahandanya mangkat. Bahkan dia juga tidak menangis ketika tersesat didunia masa depan ini, Tapi kali ini tanpa sadar airmatanya menetes.
haru dan bahagia.

"Sejujurnya Mama malah merasa terbantu dengan adanya kamu" jawab Mama lembut.
"Kamu cepat belajar banyak hal, Mama bangga sama kamu"
" Lagian punya mantu kamu kayaknya keren, mengingat bebet bibit dan bobot kamu itu bagus" ujar Mama bersemangat.

"Tapi kan bibit bebet bobot kak Putri udah kadaluarsa 600 Tahun yang laaaa...lu" Ana menghentikan ucapannya ketika melihat kakaknya menatapnya sengit, kemudian meringis.

'Pissss" bisiknya.

Mama Cakra mengabaikan omongan Ana.
"Pokoknya keputusan Mama final, habis ini Cakra antar Mama dan Putri ke Toko, kemudian terserah kalau mau pulang atau bantu bantu.

"Saya akan bantu di Toko aja"

"Modussss" suara Ana berbisik takut memancing emosi kakaknya.

"Ok... Ana kamu berangkat sekolah, Putri bantu Mama beres beres Piring" kata mama bangkit.

*****************
Trims mas mbak yang mau baca cerita ala kadarnya ini..
plisss vote share komen biar saya semangat nulisnya...

Dyah Tribuana Tunggadewi  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang