Cinta Dibawah Purnama II

2.6K 146 7
                                    

Meski ditengah hutan namun mereka berdiri di tempat yang lapang. Bermandikan cahaya purnama. Saling berpelukan tak mau terpisahkan. Kerinduan ini terlalu dalam. Dan kebahagiaan ini tidak bisa dilukiskan. Rasanya putri rela menukar seluruh kebahagiaan ini dengan apapun, asalkan kebahagiaan ini nyata dan tidak pernah sirna. Dalam pelukan hangat Cakra yang membuat hidupnya sempat hilang arah. Kini Cakra datang lagi.

***
"Apakah kita akan saling berpelukan sampai pagi?" Cakra tertawa kecil membuka percakapan. Jelas Putri semakin membenamkan kepalanya di dada bidang Cakra. Semakin memperketat pelukan.

"Sebaiknya kita menyalakan api unggun supaya aku bisa melihat wajah cantikmu yang mulia" goda Cakra. Kemudian melepaskan pelukan putri Majapahit itu.

Untuk beberapa saat mereka terdiam. Sepertinya banyak pertanyaan malah membuat mulut terbungkam. Masing masing larut dalam keheningan malam.

Duduk ditepi sungai yang mengalir jernih, Putri memeluk erat lengan Cakra, kepalanya bersandar di pundak Cakra Seolah enggan terlepas. Sementara tangan Cakra merangkul bahu kekasih yang baru ditemukannya itu.
Sesekali Cakra mengecup kening Putri. Malam begitu cerah Sempurna. Cahaya purnama bersinar terang disela sela dedaunan. Sedangkan api unggun menyala dengan gemeretak membakar ranting kering.

Jangan ditanya ya, darimana mereka dapat korek api, ini jaman Majapahit soalnya.

"Kalau kamu memang sejak dulu sudah lahir di Majapahit terus kenapa kamu tidak mencari ku?" Putri terkejut dengan pengakuan Cakra jika setelah kematian tragisnya dia malah terlahir dijaman Majapahit dengan ingatan yang utuh dari kehidupannya dimasa depan. Putri masih penasaran.
Harus putri akui ini membingungkan. Bagaimana mungkin Cakra terlahir dijaman ini, bahkan sejaman denganya? Sedangkan jelas jelas dia bertemu Cakra dimasa depan.  Berarti ada dua Cakra?.
Cakra memberikan pendapatnya. Besar kemungkinan memang ada dua Cakra tapi hanya ada satu jiwa Cakra. Dan ketika Cakra yang dari masa depan meninggal, jiwa Cakra lahir kembali dan terlahir di masa depan. Masa yang sama dengan masa Putri. Jika soal perbedaan waktu yang jauh berbeda-beda dengan lahirnya Cakra dengan petualangan putri, itu mungkin karena waktu dimasa depan berbeda dengan waktu dimasa lalu. Bisa jadi sehari dimasa depan sama dengan setahun atau bahkan sepuluh tahun dimasa lalu. Seperti waktu putri dimasa depan sekitar tiga bulan, ternyata didunia Majapahit sudah berpuluh puluh tahun.
Namun itu semua hanya teori Cakra. Bagi putri itu tidak penting. Yang penting Cakra, kekasih hatinya, Bucin-nya sudah kembali dan menjemput cintanya. Kemanapun Cakra pergi dia hanya ingin ikut bersama Cakra.

Cakra memang sempat bercerita ketika mereka mengumpulkan kayu dan ranting kering, bahwa setelah kematiannya yang tragis dia malah terlahir dijaman Majapahit.
Putri Tribuana sendiri tau Adipati Rangga Wisesa, yang jadi ayah Cakra, tapi tidak kenal. Tribuana lebih tertarik di bidang keprajuritan, jadi dia tidak perduli dengan bidang pemerintahan. Sedangkan Adipati Rangga Wisesa boleh dibilang pegawai sipil untuk istilah masa depan. Berbeda dengan kakaknya, Rangga Lawe yang memilih dibidang Keprajuritan.

Dan saat ini Putri merajuk nyaris marah, karena kegilaannya ditinggal Cakra meninggal, malah sebaliknya Cakra berkeliaran dilingkungan Istana dan menjadi Prajurit.

"Kamu tega sekali..." kata Putri merajuk, tapi malah menempelkan bibirnya di pipi Cakra. Terlalu rindu untuk marah. Dia hanya ingin Cakra tetap disampingnya.

Cakra menatap putri gemas. Ternyata Putri yang dimasa depan dengan putri yang sekarang tetap putri yang sama. Tidak berubah sama sekali. Padahal saat ini status putri adalah Putri tertinggi kerajaan Majapahit. Dia tetap putri kekasih hatinya yang selalu manja.

"Apa kamu pikir setelah kita bertemu kamu mengenalku, bahkan kamu baru sebulan kembali keduniamu ini, kerinduanmu padaku tidak ada apa apanya Putri. Aku merindukanmu sepanjang hidupku, bahkan begitu aku lahir aku langsung menangisimu, aku begitu menghawatirkan kamu".
Putri tertawa kecil.
"Sebulan penuh penyiksaan, aku yakin guru Ranggawuni mengira aku kerasukan Demit Hutan"
Cakra menoleh menatap Tribuana tatapan penuh sayang.

"Jujur dulu aku juga menganggap kamu kesurupan Demit Hutan waktu pertama kali bertemu" mereka berdua tertawa, mengingat momen waktu Cakra berhenti dihadapan Putri yang kebingungan karena baru saja mengalami perpindahan jaman.
Ngomong ngomong perpindahan jaman Cakra jadi ingat mamanya dan Ana.
Mau tidak mau Cakra harus merasa sedih mengingat mereka.
Putri bisa merasakan dan menebak pikiran Cakra.

"Aku yakin mama dan Ana baik baik saja Cakra, bahkan mungkin Ana sudah berterbangan kesana kemari, seperti yang sering dia hayalkan".

Cakra menoleh, menatap Putri heran.

"Aku terpaksa membagi separuh kekuatanku untuk menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan tragis itu"  Tribuana menerangkan.

Cakra takjub, membayangkan adiknya yang tengil itu berubah menjadi wanita sakti seperti istri Prabu Siliwangi.

Mungkin dia saat ini sudah menjadi anggota avangers.

"Dia pasti kaget dengan kekuatannya sendiri" gumam Cakra. Tribuana mengangguk, malam semakin dingin dan dia semakin mempererat pelukannya.

"Putri..." Kata Cakra nyaris berbisik.

"Emmm?"...

Hening...

Sepi....

Putri menoleh penasaran.

"Tidak apa apa, aku hanya ingin mencium mu" kata Cakra akhirnya.
Kemudian tanpa permisi mencium bibir Putri. Cukup lama mereka "beradu mulut" hingga akhirnya mereka merasa kehabisan nafas.

"Lain kali permisi dulu" kata Putri, sambil mengatur nafas. "Dan buang pikiran mesum_mu itu dari otakmu!" jika ini siang hari mungkin Cakra bisa melihat wajah Putri yang memerah tersipu malu. Meskipun Putri menginginkannya tapi dia tetap harus jual mahal. Dia kan seorang putri.

Cakra tertawa kecil, sedikit menggoda Putri.
"Tapi sepertinya kamu tidak keberatan"
Putri ingin membantah, tapi ia enggan berdebat. Sebagai gantinya dia memilih diam dan menikmati malam yang larut dalam dekapan Cakra. Karena Putri tau setelah malam ini tidak tau apa yang terjadi. Putri sama sekali enggan untuk memejamkan mata. Dia takut dia tertidur, dan setelah bangun ternyata semua kebahagiaan ini hanya mimpi.

"Mmmm... Putri" kembali Cakra bersuara. Setelah beberapa saat hening.

"Mmmm...?" Putri enggan menjawab.

"Sebaiknya kita tidak membuat gurumu dan paman Ranggalawe khawatir" mau tidak mau Putri menoleh Cakra.
Ada keengganan ketika Cakra menariknya berdiri.

"Kita akan banyak waktu" kata Cakra seolah menenangkan anak kecil yang merajuk. Dia tau Putri masih enggan beranjak.

Putri menatap Cakra manja, sedikit kode sebenarnya, cakra tidak sepolos waktu masih hidup dimasa depan.
Dia sudah membaca kitab Asmara.
Dalam bab 8 nomer 9 disebutkan, jika seorang kekasih menatap manja sambil menggigit bibirnya sendiri itu tandanya si cewek minta di Jambak! Enggak ding, minta di cipok.

"Apakah aku harus permisi dulu" goda Cakra.

Putri tersenyum malu.
"Kalau begitu permisi" bisik Cakra.
Detik berikutnya kembali mereka "beradu mulut".
Ini beradu mulut secara harfiah ya, artinya ya beradu mulut beneran, bukan beradu mulut saling caci maki bertengkar. Faham!!! 😂😂.

Bulan purnama bersinar terang seterang hati Cakra dan Putri Tribuana Tunggadewi.

___________
Vote share komen ya mas mbak yang kece.. biar tambah kece 😁😁

Dyah Tribuana Tunggadewi  (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang