Cakra tau, Putri memang mempunyai ilmu Kanuragan yang tinggi, tapi Cakra tidak menyangka, tenaga dalam Putri ternyata sangat kuat. Dalam gendongannya, berkali kali Putri nyaris berhasil melepaskan totokannya sendiri. Cakra bisa merasakan, tarikan nafas Putri yang mengalirkan tenaga dalam dan berusaha membuka jalan darah. Cakra harus berkali kali memperbarui totokannya, jika tidak, sudah pasti Putri bisa lolos.
Setelah merasa cukup jauh dan gelap, Cakra mendarat mulus menjejakkan tanah.
Melepaskan Putri yang tetap berdiri tegak dengan pedang yang masih mengacung kedepan. Tatapan matanya menyala merah seperti vampir Bella swan yang haus darah. Pasti putri murka sekali.Cakra melompat mundur tanpa melepaskan totokan ditubuh Putri. Dia tau, ketika totokannya lepas, bisa dipastikan lehernya juga lepas kena sabetan pedang Putri.
Jadi untuk aman-nya, Cakra memilih mundur menyisakan jarak kira kira lima tombak atau sekitar 15 meter.
Kini posisi mereka saling berhadap hadapan dan cukup jauh.
Mungkin butuh kurang dua menit bagi Putri untuk bisa melepaskan totokannya. Cakra tidak tau seandainya Putri tidak membagi sebagian kekuatannya kepada Ana, totokan Cakra tidak lebih hanya gelitikan geli bagi Putri.
Namun, saat ini totokan Cakra lumayan mengganggu Putri. Karena sejatinya Putri tidak mempan ditotok jalan darahnya.***
Sementara itu, dalam amarahnya, Putri merasa beruntung penyerang bertopeng itu begitu bodoh melepaskan dirinya, dan membiarkan dia tertotok. Mungkin butuh sepuluh tarikan nafas untuk membebaskan 4 totokan sekaligus. Waktu yang lama untuk bisa menghindari serangan.
Tapi Penyerang misterius itu melompat mundur menyisakan jarak yang lumayan jauh untuk dia melakukan serangan.Kabar baik dan kabar buruk.
Jarak mereka memungkinkan Putri mempunyai waktu untuk melepaskan totokan, tapi kabar buruknya, jarak mereka cukup jauh bagi Putri untuk melakukan tebasan kilat kearah pria bertopeng kain tersebut.
Jika berniat kabur, harus terjadi kejar kejaran, ini menyulitkan karena hari mulai gelap walaupun bulan purnama mulai mengintip dari ufuk timur.***
Cakra tidak punya banyak waktu, dia tidak tau apakah Tribuana mengenalnya apa tidak. Sebelum Putri berhasil melepaskan totokannya dan menjadi kalap, Cakra mencoba peruntungannya. Mengingat momen apapun yang mungkin berkesan bagi Putri waktu menjadi pacarnya dimasa depan.
"Jadi Putri?.... _cakra membuka percakapan_ "bagaimana rasanya naik mobil?... Apakah kamu menyukai jus orange? apakah kamu sangat mencintai Cakra seperti Cakra sangat mencintaimu?"
Apakah kamu masih ingat ciuman pertama mu dengan Cakra?. Dan... apakah kamu akan menyerang orang yang sangat merindukanmu?"
Cakra sengaja mengencangkan suaranya supaya Putri bisa mendengarnya.
Cakra bisa melihat tatapan mata bingung Putri, dan ada tatapan sendu ketika beberapa kali dia menyebut nama Cakra.Cakra melepas kain yang menutupi separuh wajahnya.
Tersenyum yakin kearah Putri yang pada saat bersamaan telah terbebas sepenuhnya dari totokan. Melangkah tanpa ragu kearah Putri.
Sedangkan Putri terguncang, Tatapan matanya yang semula merah penuh amarah menjadi sorot kebingungan. Dan seperti harapan (?). Cakra tidak tau itu. Malam mulai datang, dengan yakin namun pelan Cakra mendekati Putri, untuk memastikan Putri bisa melihatnya dengan jelas."Putri! aku sangat merindukanmu"
***
Putri menghitung segala kemungkinan ketika sebentar lagi terbebas dari totokannya, jelas penyerangnya bukan orang sembarangan. Namun diluar dugaan, penyerangnya mengatakan hal hal yang paling tidak bisa dia lupakan. Ya tentu saja dia tidak lupa bagaimana rasanya dan tingkah konyolnya ketika pertama kali naik mobil, juga lezatnya juz jeruk, terlebih lebih orang itu menyebut nama Cakra. Pria lemah dari masa depan yang membuat hidupnya terasa berantakan karena sangat kehilangan.
Putri ingat! Tentu saja Putri mengingat semua hal yang dikatakan Cakra. Tentu saja dia sangat mencintai Cakra, dia juga sangat merindukan Cakra.
Kini totokannya terbebas sudah, pemuda bertopeng melepas kain yang menutup sebagian wajahnya. Mata Putri terbelalak tidak percaya, tapi memang benar dia adalah Cakra. Walaupun badan Cakra terlihat lebih berisi, namun senyum Cakra tak mungkin bisa dia lupakan. Senyum termanis dan tatapan paling menenangkan Cakra. Kini jarak mereka hanya lima meter, sinar bulan purnama menyinari wajah keduanya."Ca... Cakra! benarkah itu kamu?!" suara Putri terputus.
Cakra tersenyum, mengangguk. Tanpa sadar pedang Putri terjatuh.... ketanah.
"Aku....aku sangat merindukanmu" suara Cakra pelan dan tercekat.
Dadanya bergemuruh dan seolah bergetar karena rindu.
Detik berikutnya Putri menghambur memeluknya. Tangisnya pecah tak terbendung."Ini benar kamu"?! Suara Putri parau bercampur tangis. Dalam pelukan Cakra tubuhnya terguncang karena tangisan.
"Kamu masih hidup.... Kamu masih hidup?" Dalam tangisnya Putri Majapahit itu mengulang ulang perkataannya seolah tidak percaya. Wajahnya menengadah, tapi pandangannya buram karena air mata yang terus mengalir. Cakra tersenyum, mengusap air mata kekasihnya. Mempererat pelukannya dan mengecup kening Putri.
Tak mampu berkata kata Tribuana terus menangis menangis bahagia. Pelukan mereka semakin erat.
Untuk beberapa saat Cakra membiarkan Putri terus menangis sepuasnya dalam pelukannya.
Hingga akhirnya Cakra tidak sabar lagi."Putri, jika kamu terus menangis aku tidak bisa menciummu" kata Cakra sok polos. Padahal dulu dia langsung nyosor.
Seketika Tribuana terhenti tangisnya, menatap bingung Cakra. Kemudian Putri tersenyum malu setelah mengerti maksud Cakra.
Cakra tersenyum kecil, kemudian mulai menempelkan bibirnya ke bibir Putri. Melumat lembut bibir Putri. Putri sedikit mendongak melingkarkan tangannya di leher Cakra sedangkan tangan Cakra melingkar erat di pinggang Putri yang ramping.Jika memang saat ini terjadi kiamat, Putri rela. Tidak apa apa dia mati. Karena memang dia hanya ingin mati bersama kekasihnya. Cakra. Ini adalah saat yang tepat untuk mati.
Tapi Tuhan belum mengijinkan kiamat datang. Perjalanan mereka berdua masih panjang.
Dan purnama tetap bersinar terang menyinari dua orang yang sedang kasmaran. Melepas rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dyah Tribuana Tunggadewi (End)
Historická literaturaTribuana terbangun, mengenakan kembali pakainya yang berserakan dibawah ranjang..... Tak henti hentinya mengagumi bentuk tubuh Cakradhara yang masih terlelap. Sewaktu di masa depan tubuh Cakradhara agak. kurus. Namun sekarang setelah menjadi suamin...