"Iruka," panggil Kakashi dengan nada serius. Guru itu menoleh perlahan, wajahnya basah kuyup, menunjukkan dia sudah lama duduk di situ, dibiarkan hujan mencurah seolah-olah ingin menghapuskan beban di hatinya. Hujan yang tadinya lebat kini hanya rintik-rintik, seakan memberi ruang kepada mereka untuk berbicara.
Mata Iruka terarah kepada Kakashi, dan di belakangnya, berdiri Tenzou, tanpa topeng, dengan pandangan penuh keprihatinan. Iruka menatap mereka dengan pandangan kosong, lalu kembali menoleh ke langit kelam yang menggantung di atas.
"Iruka-sensei," Tenzou melangkah ke hadapan dan berlutut di hadapan guru itu. Mata mereka bertemu, dan Tenzou melihat titisan air mengalir di pipi Iruka. Dia berharap itu hanya air hujan, namun di hati kecilnya, dia tahu kebenarannya. "Awak akan jatuh sakit jika terus begini," ucapnya lembut sambil memegang tangan Iruka yang terkulai di riba.
Tanpa sebarang tentangan dari Iruka, Tenzou menariknya perlahan. "Kami akan bawa awak pulang, sensei. Kalau awak jatuh sakit, bukan kami saja yang risau, tetapi anak-anak di akademi juga," pujukan Tenzou disertai senyuman simpati. Iruka tidak memberi respons, hanya mengikuti gerakan Tenzou seperti kehilangan arah.
Kakashi mendekat dan melilitkan lengannya di pinggang Iruka. Dengan pantas, menggunakan Shunshin no Jutsu, mereka tiba di apartmen mereka. Iruka hanya berdiri kaku, seolah-olah tidak peduli di mana dia berada. Dalam sekelip mata, Tenzou muncul di sisi mereka.
"Awak perlu mandi, Iruka," kata Kakashi lembut sambil melonggarkan ikatan rambut Iruka yang basah. Dia memimpin guru itu ke bilik mandi, di mana Tenzou kemudian membawa sepasang pakaian kering. Iruka mengambilnya tanpa sepatah kata, hanya pandangan kosong yang penuh luka.
Setelah selesai mandi, Iruka melangkah ke ruang tamu. Pandangannya jatuh pada Kakashi yang sudah selesa di atas sofa dengan buku di tangan, manakala Tenzou berada di dapur, sibuk menyediakan teh hangat. Iruka teragak-agak, tidak tahu harus menyertai siapa.
"Duduklah, sensei. Awak tidak menyusahkan," kata Kakashi sambil menarik Iruka ke sisinya di sofa. Tenzou datang membawa tiga cawan teh, duduk di hadapan mereka. Suasana senyap seketika, hanya diselubungi bunyi hujan yang masih rintik di luar. Iruka memandang jari-jarinya yang bermain-main di riba.
"Cukuplah, Iruka!" Suara Kakashi meninggi, mengejutkan Iruka yang mendongak terkejut. "Berhenti salahkan diri sendiri. Semua ini bukan salah awak," katanya lagi, kali ini lebih lembut sambil berpaling sepenuhnya menghadap Iruka.
"Ia salah saya... semua salah saya. Sebagai seorang shinobi jenis sensor, sepatutnya saya dapat mengesan mereka. Mereka mati kerana saya gagal. Saya patut mati bersama mereka!" Iruka melepaskan segala yang terbuku di dada. Dia menepis tangan Kakashi yang cuba menyentuhnya, air matanya tumpah tanpa henti.
"Dengar, Iruka! Pandang saya!" Suara Kakashi kali ini tegas, memegang bahu Iruka dan menghadapkannya. "Saya tahu perasaan itu. Saya pernah mengalaminya. Awak bukan bersalah. Dunia shinobi tidak pernah mudah, dan kita semua terpaksa berdepan dengan perkara di luar kawalan."
Tenzou mendekat, turut melutut di hadapan Iruka, menyeka air mata di pipi guru itu. "Iruka-sensei, ini bukan kali pertama kita semua kehilangan. Ini adalah hakikat hidup kita sebagai shinobi. Kadangkala, tiada apa yang boleh kita lakukan," ujarnya dengan suara menenangkan. Iruka hanya mampu mengangguk kecil.
"Anak-anak Akio masih kecil... mereka perlukan bapa mereka," bisik Iruka, suara penuh penyesalan. Tubuhnya bergetar ketika dahinya jatuh ke bahu Kakashi, mencari kehangatan dan perlindungan yang lama dirindui.
"Cukup, Iruka. Berhenti menyalahkan diri sendiri," bisik Kakashi sambil membelai rambut basah Iruka dengan lembut. Tenzou menggenggam tangan Iruka, memberikannya rasa tenang. Perlahan-lahan, keletihan menguasai guru itu, membuatkan matanya tertutup dan dia terlelap tanpa sedar.
Kakashi bertukar pandangan dengan Tenzou, mengisyaratkan mereka akan menjaga Iruka malam itu. Dengan hati-hati, dia mengangkat dan membaringkan Iruka di atas katil, menarik selimut untuk menutupinya. Kakashi tersenyum tipis sebelum bangun menuju ke dapur bersama Tenzou untuk menikmati teh yang hampir sejuk.
Malam berlalu dengan tenang, dan keesokan paginya, cahaya matahari memancar lembut melalui tingkap. Iruka terjaga, bingung melihat dirinya di apartmen Kakashi dan Tenzou, dengan kedua-dua shinobi itu tidur di sisi, memeluknya seolah-olah tidak mahu melepaskannya. Wajahnya memerah, dia segera menolak perlahan tangan mereka dan bangkit.
"Selamat pagi," ucap Kakashi, mengejutkan Iruka yang tersentak, serta-merata perasaan malu menyerbu, lalu dia menghilang menggunakan Shunshin no Jutsu ke ruang tamu apartmennya. Kedua-dua shinobi itu hanya saling berpandangan, senyum kecil tersungging di wajah mereka.
"Dia melarikan diri," gumam Tenzou, diikuti gelak tawa kecil dari Kakashi. "Dia memang comel bila malu," tambah Tenzou sebelum keduanya kembali berbaring.
Di ruang tamu apartmennya, Iruka duduk merenung jauh, menekup wajah. "Apa yang sudah awak buat, Iruka? Menangis di hadapan mereka... sungguh memalukan," bisiknya pada diri sendiri.
Namun, ada satu perasaan yang lebih kuat dari rasa malu, rasa lega. Dia tahu, dalam pelukan mereka, ada tempat di mana dia boleh merasakan kehangatan yang selama ini hilang dari hidupnya.
BERSAMBUNG..
KAMU SEDANG MEMBACA
milik kita
Fanfiction📑kakaTenzIru 👫Character hanya pinjaman dan sesungguhnya hak milik Masashi Kishimoto ⚠️Warning mengandungi unsur-unsur ShonenAi boylove bxb ooc dan sewaktu dengannya. ❌Tak suka jangan baca ✍️Typo itu pasti.