9

483 60 2
                                    

Jake telah kembali dari persidangan. Kini dia terduduk di gelondongan kayu dengan membelakangi api. Persidangan itu berjalan dengan baik meskipun beberapa luka telah di terima oleh tubuhnya, setidaknya mereka berhasil keluar melalui gerbang sebelum pembunuh dapat menjangkau salah satu dari mereka.

Pikirannya kembali melayang pada kejadian di rumah Michael, sebelum dia pingsan dan di tarik ke persidangan. Jake melihatnya. Dia melihat bagaimana Michael menusuk sosok Danny dan membiarkan tubuh pembunuh itu tergantung di dinding. Jake baru menyadari dalam pandangan kaburnya. Pada saat itu warna mata Michael berubah. Merah darah terang menembus kegelapan dari balik topengnya.

Tubuh Jake bergetar saat pandangannya bertemu dengan tatapan darah Michael. Katakanlah dia gila atau sejenisnya, pikirannya berkata bahwa Michael saat itu berbahaya dan dia harus pergi tapi tubuhnya malah merespon sebaliknya. Dia ingin tetap berada dalam dekapan lengan berotot Michael.

Mengapa?

Dia juga tidak mengerti. Bisakah orang seperti Michael memiliki emosi atau perasaan? Dari apa yang pria besar itu tunjukkan padanya, membuat Jake berfikir bahwa masih ada kemanusiaan dalam jiwa iblis Michael. Haruskah Jake membangun pertemanan kecil dengan pembunuh diam itu? Mungkin tidak buruk.

Mungkin Laurie salah menilai Michael. Gadis itu hanya mendengar cerita yang telah berubah dari mulut ke mulut selama 15 tahun lamanya. Bagaimana kebenaran kisah masa lalu Michael, tidak ada yang benar-benar mengenali jiwa Michael. Ya, Jake hanya harus lebih mengenal Michael.

Sebuah tepukan mendarat pada pundaknya, membuat Jake terperanjat kaget. Jake segera menoleh, menemukan Ace dan Leon berada tepat di sampingnya. Mereka menatapnya dengan pandangan khawatir.

"Anak muda, kemana kau pergi selama ini?"

Ace membuka suaranya pertama kali. Jake menarik napas dengan tenang, berusaha menyembunyikan kegugupannya, dia tidak mungkin berkata 'The Shape menculikku ke rumahnya dan menyajikan daging mentah untuk ku santap lalu seorang pembunuh menyelinap saat aku tertidur dan hampir mencelakai ku namun pembunuh itu terlebih dahulu mati karena di amuk penculiknya.' Tidak tidak dia pasti akan di anggap gila.

"Aku tertidur di pohonku, Ace."

Suara Jake terdengar seperti biasanya dan itu bagus. Mata Jake kini beralih menatap Leon yang mendekati dan duduk di sampingnya. Polisi magang itu menggenggam tangan Jake kemudian mengusap punggung tangannya. Jake tidak terbiasa dengan sentuhan fisik, dia sedikit mengelak namun tangannya kembali tertangkap.

"Jangan bercanda Jake. Kami pergi ke pohon tempatmu biasa menyendiri namun kami tidak bisa menemukannya."

Leon menjelaskan sambil tetap menggenggam tangannya. Jake mengernyit heran. Pohonnya tidak bisa ditemukan? Jake sekarang ingat, pohonnya telah berubah, wajar jika mereka tidak mengenalinya.

"Pohonku sedikit berubah, mungkin kalian melewatinya karena tidak mengenalinya. Aku juga tidak tahu. Bisa saja Entitas mengubahnya."

Setelah mendengar penjelasan Jake, keduanya terdiam. Mereka saling bertukar pandangan.

"Ada apa? Apakah ada sesuatu yang aku lewatkan?"

Ace kini berjongkok di depannya. Orang dewasa dengan janggut dan kumis menyatu itu tetap memandanginya dari balik kaca mata hitamnya sebelum akhirnya menghela napas.

"Jake, kau tidak berkunjung ke kamp selama dua hari setelah kau pergi. Kau juga telah melewatkan setidaknya delapan persidangan. Kami khawatir sesuatu menimpamu disana."

Jake terkejut mengetahui selama itu dia tinggal di rumah Michael. Aneh sekali dia tidak di panggil untuk persidangan.

'Karena pelayan setiaku Myers, telah menyetujuinya.'

Like An Addiction [END] Michael Myers/Jake ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang