AD 4 - Perjalanan

816 114 12
                                    

Semua tes dan prosedur sudah di lakukan dan mereka hanya perlu menunggu hasilnya satu minggu kemudian. Dia sengaja menyuruh Jaemin mengambil dua tes sekaligus untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Entah kenapa Renjun merasa lebih gugup dari pada pasien itu sendiri. Dia terus berpikir; betapa kasian-Nya anak ini.

Renjun berdiri di depan salah satu gerobak yang menjual es krim dan memesan dua cup sekaligus, sambil menunggu pesanan, dia mulai berpikir lagi; bagaimana nasib masa depan cucu dan nenek itu nanti?

Dia mendengar bahwa kedua orang tua Jaemin sudah meninggal sejak dia SMP karena kecelakaan dan sejak saat itu Jaemin tinggal dengan neneknya yang sudah lanjut usia.

Mereka dulu tinggal di Busan. Setiap hari Nenek Na pergi ke laut bersama teman-temannya untuk mencongkel tiram di batu karang dan menjualnya untuk membeli beras. Kemudian setelah Jaemin mendapatkan beasiswa dari SMA kejuruan di Seoul, Nenek rela menjual satu-satunya rumah mereka dan menyewa apartemen di dekat sekolah itu.

Nenek Na sangat menghargai cucunya. Dia ingin mendukung Jaemin dengan segala upaya yang dia punya, walaupun harus menjual rumah kenangan dari suaminya.

Renjun membayar es krimnya dan mengucapkan terima kasih, sebelum memberikan salah satu pada Jaemin. "Makan ini."

Namun Jaemin tidak mau mengambilnya dan berkata, "Aku tidak suka strawberry."

Renjun langsung berbalik dan menghampiri pedagang es krim itu lagi dengan cemberut, tetapi Jaemin menarik lengannya dan membawanya pergi. "Tidak! Aku tidak ingin makan es krim. Gigi ku berlubang."

Renjun tidak percaya dengan kata-katanya dan hanya mendengus keras sambil memakan es krim. Dia menggerutu dan menyuruh Jaemin untuk memegangi salah satu es krim sebagai gantinya.

"Terima kasih untuk hari ini. Aku pasti akan membayar mu kembali."

"Jangan pikirkan itu dulu, "Renjun membawa sesendok es krim besar ke dalam mulutnya, dia meringis kedinginan sebelum melanjutkan, "Kamu harus memikirkan rencana untuk kedepannya. Bagaimana dengan sekolah mu?"

Jaemin menatap es krim yang meleleh di tangannya, "Sejauh ini sekolahku baik-baik saja."

"Lalu..." Renjun meliriknya, "Setelah kamu berhenti dari pekerjaan itu. Apa yang akan kamu lakukan?"

Jaemin menjawab jujur, "Tidak tahu."

Dia memang tidak tahu bagaimana kelanjutan hidupnya dan sang Nenek jika dia berhenti bekerja sebagai gigolo. Selama ini uang yang dia hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keperluan sekolahnya. Dia belum sempat menabung banyak uang.

Renjun memberi saran, "Cobalah melamar di supermarket terdekat." Dia membuang cup es krim yang sudah kosong dan mengambil lagi dari tangan Jaemin, "Setidaknya-"

Jaemin memotongnya, "Itu tidak cukup. Gaji part time di supermarket sangat kecil. Nenekku sering sakit-sakitan, aku tidak bisa." Alisnya yang lurus mengerut dengan kerumitan yang tercetak jelas di wajahnya, "Menjual tubuhku adalah pekerjaan yang paling mudah dan cepat. Setelah aku berhenti, aku tidak bisa langsung berpindah tempat dengan gaji yang drastis."

Renjun menggigit sendok dan melirik Jaemin dengan mata menyipit, "Sangat sombong! Lihat dirimu. Sudah sakit-sakitan seperti ini masih saja berbicara setinggi langit. Kenapa kamu tidak bisa menabung jika uang yang di hasilkan dari menjual diri itu lebih besar dari gaji rata-rata?"

Jaemin yang di marahi hanya bisa menunduk dan menjawab dengan suara kecil, "Aku tidak tahu kalau akan jadi seperti ini. Aku masih sama seperti anak muda lain yang akan boros saat memegang uang banyak."

Intinya Jaemin belum dewasa. Sebenarnya dia memang belum dewasa. Saat dia mendapatkan uang, yang dia utamakan adalah makanan di rumah tetap penuh, kebutuhan sekolahnya terpenuhi, dan kesehatan Neneknya terjamin. Sisa uang yang dia kumpulkan sibuk dia buang untuk memberi makan teman-temannya di sekolah.

[𝐁𝐋] 𝐀𝐒𝐈𝐒𝐓𝐄𝐍 𝐃𝐈𝐑𝐄𝐊𝐓𝐔𝐑🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang