AD 10 - Menolak Takdir

596 96 26
                                    

______

"Ah!" Renjun membungkuk sambil bertumpu pada dinding.

Sial, dia mulas lagi! Padahal dia sudah duduk selama setengah jam di toilet, tetapi rasa yang berputar di dalam perutnya ini belum juga mereda!

Wajahnya berubah pucat karena kehabisan energi. Dia merasa sangat lemas dan tidak bisa berjalan lebih jauh, jadi Renjun meminta tolong pada Jelly untuk membantunya keluar dari sini.

Karen; Hey, aku butuh bantuanmu, sepertinya aku mengalami dehidrasi. Aku berada di toilet lorong kanan. Maaf merepotkanmu.

Renjun sudah tidak peduli lagi dengan image, saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Dia mengutuk mandu dingin yang dia makan semalam karena telah menyebabkan kesialan di siang hari bolong seperti ini.

'Aku tidak akan pernah membeli mandu Ajumma itu lagi!'

Kalau di pikir-pikir sebenarnya Ajumma itu tidak bersalah sama sekali, justru dialah yang menunda makanan karena bersikeras menunggu Jaemin membaik sebelum dengan suka rela menghabiskan dua porsi mandu yang tersisa karena Nenek Na tidak bisa memakannya, saat ini dia sedang menuai apa yang dia tanam. Ternyata menjadi irit juga tidak terlalu baik.

Renjun menyandarkan punggungnya. Keringat sebesar biji kacang polong mulai bermunculan hingga membasahi rambut dan mata minusnya. "Aigoo ... Jinjja?! Jelly idiot cepatlah datang, Kakekmu sedang kesakitan sekarang!"

Orang-orang yang melewatinya melihat Renjun dengan pandangan bingung dan heran, hal itu semakin menyulut emosinya yang sudah menipis menjadi kepulan asap. Dia mengerahkan sisa energinya untuk mengutuk mereka semua sambil menangisi perutnya.

"Apa yang kalian lihat?! Senang melihat orang kesusahan, ya? Dasar orang-orang zaman sekarang tidak memiliki hati nurani!"

"....."

"Setidaknya bantulah jika kalian melihat!"

"......"

"Aigo, aku sangat marah!"

"....."

"Aduh, perutku ..."

Renjun hampir merosot ke lantai sebelum telinganya mendengar suara langkah kaki dan percakapan lembut dari ujung sana, "Ayah, apa yang terjadi dengan Paman itu?"

Juno memandang Renjun yang sedang berpose seperti udang dengan mata besarnya. Balita itu sudah tidak berada di gendongan Jeno lagi, melainkan berdiri di samping kaki Ayahnya yang tinggi. Kepala kecilnya sesekali akan mendongak saat berbicara, lalu kembali menatap Renjun yang membeku di depan mereka.

"Ayah," Juno menggoyangkan genggaman tangan Ayahnya. Dia sangat bingung mengapa kedua orang dewasa itu tiba-tiba terdiam seperti vidio Yutub yang di pause.

Juno tidak tahu bahwa isi kepala Ayahnya sedang di penuhi oleh hal-hal negatif tentang Paman udang itu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Jeno menggertakkan giginya. Dia pikir pasti Renjun sedang menguntitnya dan sengaja menghalangi mereka di tengah jalan seperti ini. Dia berkata, "Huang Renjun, kamu sangat memuakkan!"

"....."

Renjun tersentak, lalu berdiri tegak dengan kaki menyilang sebelum membalas tuduhan Jeno dengan wajah sakit, "Apakah restoran ini milik Anda? Apakah aku tidak boleh makan siang di sini?" Dia membuat ekspresi tidak habis pikir, "Direktur-nim, Anda sangat kekanak-kanakan!"

Mereka saling beradu tatapan sengit. Dua orang yang terus salah paham sejak pertemuan pertama hingga sekarang tidak pernah berpikir bahwa semua ketidaksengajaan itu telah di atur oleh takdir. Jeno terus merasa di gentayangi, sedangkan Renjun merasa selalu di sakiti. Dua orang idiot ini tidak tahu bahwa takdir sedang mempermainkan mereka. Situasi 'kebetulan' tidak akan datang berkali-kali hingga menjadi seperti kebiasaan.

[𝐁𝐋] 𝐀𝐒𝐈𝐒𝐓𝐄𝐍 𝐃𝐈𝐑𝐄𝐊𝐓𝐔𝐑🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang