AD-S2 | 16.2 - Kamu terlalu baik

567 62 44
                                    

"HUANG RENJUN DENGARKAN AKU! DENGAR AKU!! APAKAH KAMU MENDENGARKU?!"

Tidak...

Dia tidak bisa mendengar apa-apa. Telinganya berdengung keras, sangat sakit. Paru-parunya tersumbat.

"BERNAFASLAH!"

Dia tidak bisa bernafas.

Dengan susah payah, Jeno melucuti kostum beruang Renjun yang begitu tebal di tubuhnya. Mereka berdua sudah duduk di tanah bersama-sama, dia bahkan tidak peduli apakah baju mahalnya akan terkena debu, yang dia tahu adalah bahwa dia harus segera menyelamatkan orang ini sebelum terlambat, dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih.

Nyawa Renjun sedang dalam bahaya.

Jeno berusaha mengingat-ingat, sejauh yang dia tahu, Renjun sama sekali tidak memiliki riwayat penyakit asma, atau penyakit alergi apa pun hingga bisa mengganggu pernafasannya sampai seperti ini. Ini pasti Anxiety.

Dia menyentuh dada Renjun yang berdetak tidak normal, suhu tubuhnya turun drastis di sertai keringat berlebih dengan tatapan tidak fokus. "Tenanglah!"

"Nghhah..."

Renjun membuka mulutnya lebar-lebar dengan dada yang kembang kempis seperti alat pemompa balonnya yang tidak dia pedulikan. Dia ingin muntah, juga ingin bernafas. Kakinya menggesek tanah hingga menciptakan bunyi mendecit sangat kuat. Kukunya hampir merobek kemeja mahal Lee Jeno yang sekarang terlihat kusut karena ulahnya.

Ujung matanya sendu.

Apakah, dia akan mati karena kehabisan nafas?

Jeno berusaha untuk tidak panik walau wajahnya hampir sepucat Renjun. Dia memeluk pria itu erat-erat dan melembutkan suaranya, "Huang Renjun, Renjun, dengar, dengarkan aku..."

"Hhhhaahh.... Nhhhhahhhh.... Tt-ttidak-nafas."

"Tenang... Tenang... Bernafas pelan-pelan." Dia mencubit rahang Renjun sambil mengelusnya, menenangkannya. Ujung hidung mereka hampir bersentuhan, mata Jeno begitu dalam menunjukkan kerinduannya, namun dia sendiri tidak menyadarinya.

"Huang Renjun, apakah kamu mendengarku?"

"Hhhhhah... Hhah... Hhhahh..." Air matanya terus tumpah ke wajahnya, seiring dengan frustrasinya dia menghirup oksigen yang sepertinya tidak pernah ada untuknya.

Jeno menempelkan pipi mereka sambil terus berbisik ke telinganya. Pelukan dan elusannya tidak pernah berhenti, lagi-lagi dia tidak menyadari perilaku intimnya ini. "Hei, ini aku. Tenanglah... Ini aku."

Dia tidak tahu mengapa. Padahal... Dia sudah bersumpah bahwa dia tidak akan pernah memaafkan orang ini setelah dia meninggalkannya tanpa penjelasan. Namun, setelah melihat orang ini begitu kesakitan, Jeno tetap tidak bisa menjadi kejam.

"Ini aku."

Cengkeraman Renjun perlahan-lahan mengendur. Oksigen juga mulai mengalir ke hidungnya hingga ke paru-parunya lagi, dia selamat berkat usaha Jeno.

Akhirnya dia bisa melihat wajah Jeno dengan jelas. Seketika, air matanya semakin mengalir deras. Dengan bibir yang gemetar karena menahan isak tangis, hal pertama yang Renjun tanyakan adalah; "Kamu benar-benar menikah lagi?"

Jeno tidak tahu bagaimana harus menjawab. Dia kebingungan, tapi dia dengan konsisten tidak menunjukkan ekspresi di wajahnya. "Apa pedulimu."

Renjun tidak kuat menahan jeritan, "AKU MASIH ISTRIMU!" Dia tiba-tiba bangkit dan memukuli dada Jeno dengan pukulan bertubi-tubi. Pukulan yang menggambarkan kesedihannya dan kekecewaannya, kepada dirinya sendiri, bukan Lee Jeno.

Renjun menangis kencang.

"Apa yang sedang kamu tangisi? Sejak kamu memutuskan untuk pergi, itu artinya kamu ingin kita berpisah, kan?"

[𝐁𝐋] 𝐀𝐒𝐈𝐒𝐓𝐄𝐍 𝐃𝐈𝐑𝐄𝐊𝐓𝐔𝐑🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang