AD 14 - Harga diri Na Jaemin

762 74 15
                                    

Dia masih berdiri menatap kepiting dengan tatapan kehilangan. Jeno melirik wajahnya yang menyedihkan, di padukan bersama kepala plontosnya, Renjun terlihat seperti anak kecil yang cemberut, membuat Jeno tidak bisa untuk terus bersikap keras.

"Ganti dengan yang lain. Ambil daging atau cumi, jangan yang ini." Dia menarik Renjun dari tempat terkutuk itu dan bergeser ke bahan makanan segar. "Ada udang, sayur dan lainnya, ambil lah."

Renjun masih lesu, matanya menatap semuanya tanpa minat dan baru saja berniat menolak tawaran Jeno. Namun tiba-tiba seseorang yang tidak di kenal mendorongnya hingga dia terjerembab ke tumpukan sayuran dan membuat beberapa kemasan sobek.

"AAH!"

"Hei! Apa Anda tidak punya mata?!" Jeno tidak siap menolong Renjun tepat waktu dan orang itu juga langsung pergi tanpa bertanggung jawab. Sepertinya dia sangat terburu-buru.

Mereka hanya bisa melihat bagian belakang yang memakai topi dan jaket. Renjun sangat merasa bersalah sambil memegang daun bawang yang sudah rusak. Jeno langsung menenangkan, "Kita akan membelinya."

"Ini salahku..."

"Itu bukan salahmu," Dengan cepat dia mengambil semua sayuran yang sudah rusak ke dalam troli sambil memaki orang yang tidak sopan tadi, "Sangat tidak berpendidikan! Bisa-bisanya dia menabrak orang sembarangan tanpa meminta maaf!"

Renjun, "......" Permisi... Aku korbannya di sini, tapi kenapa kamu yang lebih kesal?

Jeno menoleh, "Kamu tidak terluka, kan?"

Renjun langsung menggeleng dengan cepat. Mereka tidak terlalu lama menghabiskan waktu untuk membeli bahan makanan. Jeno mengkhawatirkan kesehatan Renjun setelah pria itu terjerembab ke tumpukan sayur, walaupun orang ini mengatakan tidak, namun wajah pucatnya tidak bisa berbohong, maka dari itu setelah dia membayar semuanya mereka memutuskan kembali sambil membawa papper bag di tangan masing-masing.

"Direktur-nim, ini terlalu banyak." Renjun menatap Jeno sambil memeluk tas belanjanya. Dia pikir Jeno membeli banyak barang untuk dirinya sendiri, tetapi ternyata pria itu memberikannya semua. Ini terlalu banyak. Renjun bingung bagaimana cara menghabiskannya.

"Simpan untuk kebutuhanmu selama satu minggu ke depan. Dan habiskan obatnya."

Jeno mengeluh pada dirinya sendiri; 'Apakah aku sudah terlalu berlebihan? Bagaimana jika orang ini semakin besar kepala?'

Tetapi dia juga tidak bisa tinggal diam melihat kesehatan Karen yang semakin memburuk. Hanya ini yang bisa dia lakukan.

Mereka berdua memiliki pikiran masing-masing dan tidak banyak berbicara. Jantung Renjun masih berdebar-debar sejak tadi. Dia baru menyadari bahwa hatinya sangat lemah dan mudah di bujuk, sangat payah.

"Direktur-nim..."

"Ya?"

Renjun sudah memikirkan ini, "Kira-kira apa yang Juno sukai? Dia tidak memiliki alergi, kan?"

"Juno tidak punya alergi."

"Ah!" Dia terlihat senang. "Kalau begitu hewan apa yang Juno sukai? Aku ingin memberinya hadiah."

"Tidak perlu..."

"Tapi aku ingin!"

Jeno melirik Renjun sebentar sebelum menjawab dengan meyakinkan, "Baiklah, Juno itu paling suka anak babi, apa kamu masih mau membawakannya?"

"... Babi?"

Ini hanya gertakan. Jeno tersenyum diam-diam. Melihat wajah Renjun yang bingung dan heran, dia merasa tidak perlu memperpanjang ini lagi dan pria itu pasti akan mundur.

[𝐁𝐋] 𝐀𝐒𝐈𝐒𝐓𝐄𝐍 𝐃𝐈𝐑𝐄𝐊𝐓𝐔𝐑🌱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang