0 7 . [ U m b r e l l a ]

761 79 4
                                    

UMBRELLA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

UMBRELLA

"Pegang payungnya dengan benar, Levi."

Nuii Matsuno Present •

♛┈⛧┈┈•༶ C A T T L E Y A༶•┈┈⛧┈♛

Hange menampilkan cengiran konyol saat Levi menunjukkan wajah kesalnya. Jelas, pemuda itu tidak mungkin tidak kesal jika dibiarkan menunggu selama kurang lebih setengah jam di depan Lab Sains.

"Kenapa kamu sangat lama?" tanya Levi dengan kening mengkerut

Hange menggaruk tengkuk yang tak gatal, tidak bisa menjawab dan hanya memberi hehe yang membuat Levi menggerling malas.

"Tau begitu, aku tidak akan membuang waktu dengan menunggu mu."

"Maaf! Soalnya aku tidak membawa payung!"

"Kamu tidak melihat ramalan cuaca lagi, Kacamata?"

"Tidak sempat, hehe ... "

Levi menghela napas, ia mengambil payungnya di keranjang tepat di samping loker sepatu. Keduanya lantas mengganti uwabaki mereka dan berjalan keluar.

Payung dibuka, Levi sedikit mengangkat tangan agar Hange yang lebih tinggi darinya bisa masuk ke dalam payung.

Di sepanjang jalan pulang ke rumah, rinai hujan yang menderu seolah kalah dengan suara Hange yang berceloteh.

Konversasi mengenai mengapa langit bisa menjatuhkan hujan ke bumi menjadi topik. Levi menjadi pendengar yang baik, selalu. Hanya sesekali menanggapi atau sekedar mendengung dengan senyum tipis di bibirnya.

"Dan hal paling menakjubkan adalah mereka yang berhasil membuat ide untuk menciptakan payung!" seru Hange penuh semangat

Levi mengangkat sebelah alis, tangannya spontan mencondongkan payung ke arah Hange saat gadis itu berjengit sebab air hujan mengenai pundaknya.

"Ini hanya payung." celutuk Levi

"Hanya payung!? Tanpa payung manusia tidak bisa menerobos hujan tanpa basah kuyup!"

"Kamu tetap basah, tuh, walau pakai payung."

"Soalnya payung mu kecil."

"Perlu ku bawa payung pantai? Ini sudah lebih dari cukup untuk kita berdua, kamu yang banyak gerak."

"Tapi --- "

Hange bungkam saat mendapat lirikan tajam dari Levi. Sebuah gestur yang memintanya untuk diam. Jika dia adalah gadis jahe yang akhir-akhir ini menempel dengan Levi, maka, sudah di pastikan Hange akan bungkam dan merasa takut.

Hanya saja, dia adalah Hange. Gadis yang akan tertawa terbahak sedetik kemudian dan kembali memulai konversasi baru.

Sedang Levi, ia hanya menghela napas. Ujung bibirnya terangkat, mencipta seutas senyum tipis di atas kurva. Dan membiarkan dirinya hanyut dalam tiap celoteh Hange.

"Masuklah."

"Aku akan membuka jendela kamar setelah berganti pakaian!"

"Jangan lupa mandi, Bodoh."

"Kita sudah separuh basah karena hujan, apa perlu mandi lagi?"

Levi berdecak, ia mendorong tubuh Hange sedikit kasar untuk masuk ke teras rumah gadis itu. Membuat Hange terhuyung dan nyaris mencium kursi kayu di sana.

"Pokoknya mandi! Aku tidak mau mendengar kamu demam besok dan menyusahkan Ibu mu!"

Gadis itu terkekeh, ia kemudian berdiri tegap menatap Levi.

"Kenapa belum pergi?" tanya Hange

"Masalah?"

"Aku tidak mau di kira mengusir Pengemis kehujanan kalau aku masuk duluan,"

"Sialan."

Tawa Hange lepas mengudara saat Levi mendengus kasar dan berbalik dengan wajah kesal. Gadis itu lantas berlari dan bersusah payah membuat Levi kembali berbalik menatapnya. Payung berpindah tangan, Hange merebutnya paksa.

"Aku pasti cerewet, ya?" tanya Hange

Pemuda di depannya melipat tangan di depan dada, bisa dilihat pundak kirinya basah kuyup. Mereka berdiri saling berhadapan dengan jarak yang cukup tipis, Levi bahkan bisa mendengar deru napas Hange.

"Tapi, kamu payah, lho."

"Hah?"

"Levi Ackerman, kamu payah."

Satu helaan napas, Levi tidak mengerti. Well, dia memang sejak dulu begini, kok. Selalu terlihat kesal, galak dan tidak bisa mengerti kode-kode wanita.

Hange kemudian meraih tangannya untuk kembali diberikan payung. Levi masih mengernyit, ia hendak melayangkan protes namun bungkam ketika sesuatu yang kenyal menyentuh pipinya.

"Ah!"

"Pegang payungnya dengan benar, Levi." bisik Hange

Wajah Levi memanas, ia menatap senyum Hange yang kini tau-tau sudah ada di teras rumahnya sambil melambai.

"Tidak usah bawa payung pantai, Levi! Kamu harusnya belajar memegang payung kecil dengan lebih baik dulu! Besok bagi payung mu denganku lagi, ya! Ku paksa ramalan cuaca meramalkan besok hujan badai, deh!" pekik Hange sebelum berlari masuk ke dalam rumahnya.

Levi bergeming, ia menyentuh pipi kirinya yang baru saja di kecup oleh gadis bermata Sienna tersebut. Karena rasa berdebar yang kini menguasainya, Levi jadi tidak menyadari sepasang mata kelabu lainnya yang menggerling nakal.

"Oh, jadi, hubungan kalian sudah sejauh itu? Cipika cipiki? Hihi."

"Mikasa!?"

Gadis yang masih memakai seragam SMP-nya itu terkikik geli. Ia menatap Levi dengan pandangan jahil, kemudian sembari perlahan meninggalkan teras rumah, Mikasa memekik.

"Mama! Akan ada pernikahan di rumah ini! Kak Levi baru saja ciuman dengan gadis tetangga!!"

Levi gelagapan, ia berlari dengan wajah semerah kepiting rebus saat ini.

"Mikasa, tunggu!"

"Kak Han yang mencium Kak Levi lebih dulu dan Kak Levi tersipu malu!"

"MIKASAAA!!"

Tbc.

Makassar, 14 Juli 2022

CATTLEYA  [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang