Chapter 2

5 0 0
                                    

"Kamu pikir saya bisa percaya begitu saja atas ucapan tadi? Kamu kira saya tidak tahu tatapan seperti apa yang kamu berikan ke arah saya ketika berada di dalam kafe ini?" tukas Ernest.

"Tatapan seperti apa memangnya?" tanya Emine tenang.

"Tatapan dari seorang wanita yang sedang jatuh cinta kepada seorang pria," urai Ernest dengan menatap tajam Emine.

"Benar bukan?" lanjutnya, karena melihat Emine hanya tetap diam dengan tatapan tenangnya.

"Apa tidak bisa?" tanya Emine.

"Berbicaralah yang jelas," desis Ernest yang tidak mengerti akan ucapan Emine yang singkat itu.

"Perihal tadi bahwa saya menyukai Anda, itu memang benar. Lantas apa yang akan Anda lakukan?" tanya Emine dengan menarik sudut bibirnya sedikit ke atas.

"Saya akan membiarkannya, karena itu hak kamu, selagi kamu tidak mengganggu saya, maka semuanya akan baik-baik saja. Dan lagi pula saya sebentar lagi akan bertunangan, jadi bersikaplah sewajarnya," jawab Ernest dingin.

"Pertunangan karena ingin saling menguntungkan, bukan? Saya tahu Anda adalah CEO di perusahaan itu," tunjuk Emine dengan suara pelan ke arah perusahaan yang berada tidak jauh dari mereka.

"Saya tahu kamu bukan tipe wanita yang dengan mudahnya mengungkapkan sesuatu yang kamu ketahui, apalagi itu adalah sebuah rahasia. Dan soal tebakan kamu perihal pertunangan, itu salah besar. Saya mencintai wanita yang sebentar lagi menjadi bagian dari saya, jadi jangan macam-macam dengannya," sanggah Ernest dengan tatapan tajamnya.

"Saya tidak akan mengganggu siapapun, saya memang mencintai Anda, tetapi saya tidak pernah berharap apapun, apalagi hidup bersama Anda. Saya permisi," pamit Emine beranjak ke arah motornya, menaikinya setelah memakai helm, kemudian menjalankannya, meninggalkan Ernest yang kembali diam, dan hanya terus menatap Emine.

Tatapan dingin itu tetap bertahan dalam mata Ernest. Setelah melihat Emine sudah tidak ada lagi di penglihatannya, ia baru memasuki mobilnya, pergi meninggalkan area kafe.

Sesampainya di depan rumah, Emine menurunkan standar motornya.

Kemudian, ia berjalan pelan masuk ke dalam rumah setelah menutup dan mengunci pagar rumahnya.

Emine mengunci seluruh pintu dan jendela rumahnya, dan masuk ke kamar, langsung menuju ke kamar mandi, karena ia perlu menyegarkan serta membersihkan tubuhnya.

Tidak butuh waktu lama untuk Emine mandi. Ia keluar setelah memakai pakaian tidurnya.

Sebelum tidur, Emine merapikan barang-barangnya, selesai dari itu ia baru membaringkan tubuh lelahnya ke atas tempat tidur, sensasi yang terasa kemudian sangatlah menenangkan, sampai membuatnya ingin segera terlelap.


Emine memutuskan memejamkan matanya, karena jam sudah menunjukkan pukul 21.00. Waktu yang tepat untuk mengistirahatkan tubuh, serta pikirannya selama beberapa jam.

•••

Emine perlahan membuka matanya, dengan beberapa kali ia mengedipkan nya, untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

Tatapannya langsung tertuju ke arah jam dinding yang tergantung tepat di dinding depannya, menunjukkan jam lima lewat tiga puluh menit.

Dengan pelan ia mencoba duduk, mempertahankan posisi duduknya selama lima menit, setelahnya barulah ia berdiri dan berjalan membuka jendela kamar, membiarkan udara pagi hari terhirup olehnya. Udara yang masih terasa sejuk, dan bersih, karena jarang manusia bangun di jam seperti ini untuk beraktivitas di luar rumah.

Pandangan yang semulanya ke depan, ia alihkan ke langit yang terlihat mulai terang dengan sunrise yang tidak terlalu terlihat warnanya.

Emine tersenyum tipis. Jika dia punya kamera, maka pasti akan memotretnya. Karena, ketika menggunakan kamera ponselnya, warna dari objek foto tidak terlalu terlihat. Merasa sudah cukup memandangi keindahan itu, Emine kembali berdiri dengan baik, lalu berjalan ke kamar mandi untuk cuci muka serta sikat gigi, dengan tetap membiarkan jendela kamar terbuka agar udara yang ada di kamar bergantian dengan udara yang di luar untuk masuk.

Karena, jam tujuh barulah Emine berangkat kerja, jadi ia tidak langsung mandi, dan masih mau menyapu rumah, serta halaman, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya.

Waktu hampir sepuluh menit Emine habiskan untuk menyapu. Kemudian, ia memasak beras sebanyak setengah liter. Hanya sedikit, mengingat ia hanya sendiri, serta nantinya akan pulang malam, jadi jika masak terlalu banyak, maka hanya akan membuang-buang nasi.

Setelah beras yang sudah di cuci sudah masuk ke dalam rice cooker, Emine kemudian beralih ke ruang tamu untuk membersihkan debu-debu yang ada, selesai dari ruangan itu, Emine berpindah membersihkan ruangan lainnya.

Dua puluh menit berlalu, Emine telah selesai dengan pekerjaan rumah. Dengan jam yang sudah menunjukkan pukul enam lewat sepuluh menit, Emine bergegas membuat sarapan paginya. Sarapan pagi ini, Emine memilih membuat nasi goreng saja, lalu tiga buah sandwich untuk ia bawa ke kafe.

Selesai membuat makanan, Emine langsung menuju ke kamar mandi untuk mandi. Kemudian, mengganti bajunya, menggunakan t-shirt putih lengan pendek, cardigan dengan dua warna berbeda di sisi kanan dan kirinya, yaitu merah muda dan putih sebagai outerwear, untuk celananya Emine memilih kulot high waist warna broken white. Rambutnya dibuat menjadi high ponytail.

Untuk wajahnya Emine memakai skincare dan terakhir untuk bibirnya, ia olesi lip balm agar lembab.

Karena sudah selesai, Emine mengambil tote bag kanvas putih miliknya, lalu memasukkan kabel charger, dompet, kunci motor, kemeja putih, moisturizer, sunscreen, notebook A5, serta bolpoin. Lalu, ia ke dapur untuk mengambil kotak bekal makanan yang berisi tiga buah sandwich kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Selesai semuanya, Emine langsung menutup seluruh jendela, dan terakhir ia keluar rumah dan mengunci pintu rumahnya.

Sebelum benar-benar pergi, Emine memanaskan mesin motor terlebih dahulu, merasa sudah cukup, barulah ia menaiki motornya, kemudian ia pergi meninggalkan area rumah setelah memastikan semua bagian rumah terkunci, dengan kecepatan sedang menuju ke kafe yang jaraknya hampir 4 km dari rumah.

• To Be Continued •

Tanpa HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang