Chapter 10

0 0 0
                                    

Satu bulan sudah berlalu semenjak hari itu. Emine tetap menjalankan kegiatan hariannya seperti biasa.

Adskhan tetap datang ke rumahnya, walaupun respons Emine tetap sama.

Hati dan logika Emine berkata lain setiap pria itu datang untuk meminta maaf. Hatinya menginginkan agar memaafkan dan terbiasa hidup dengan kehadiran Adskhan yang mungkin akan sering bertemu dengannya, sedangkan logikanya menentang keras semua itu, karena mengingat kembali sikap tidak peduli dari Adskhan akan tumbuh kembangnya selama beberapa tahun lalu.

Hari ini adalah hari Minggu. Emine memilih pergi ke pantai. Ia menemukan hal baru lagi. Dengan pergi ke pantai untuk menenangkan pikirannya.

Satu hal yang lucu. Emine pergi ke pantai dengan membawa kopi susu yang masih terasa panas yang ia letakkan pada tumblr miliknya, lalu membawanya ke pantai. Menikmati air laut yang terus bergerak, sambil meminum kopinya.

"Apakah perlu membeli biskuit juga? Agar pas dengan kopi ini," tutur Emine pelan sambil tertawa akan tingkahnya yang tidak terpikirkan sebelumnya itu.

Secara tiba-tiba Emine ingin pergi ke pantai dengan membawa sebuah tumblr yang di dalamnya ada kopi yang masih panas, karena ia merebus air untuk kopinya. Lalu, tanpa menunggu lama langsung bergegas pergi ke tempat tujuannya.

Terakhir Adskhan datang ke rumahnya adalah dua hari yang lalu, lebih tepatnya pada hari Jumat. Pria itu tahu bahwa Emine masih bekerja karena ia datang ketika sore hari, di saat Emine tidak berada di rumah. Dia hanya melemparkan sebuah surat dari depan pagar rumah Emine, untuk diletakkan ke depan pintu masuk rumah.

Surat yang bertuliskan tentang permintaan maaf serta alamat rumah Adskhan yang juga tinggal dengan keluarga dari istri pertama. Adskhan memberikan alamat itu agar ketika Emine ingin datang berkunjung atau bertemu dengan Adskhan, keluarganya akan menyambut Emine dengan baik di rumah itu jika pria itu sedang bekerja, sekaligus pria itu akan mengenalkan Emine kepada paternal siblings-nya.

Namun, Emine berpikir ada maksud lain dari pemberian alamat tersebut, bahwa Adskhan hanya akan membuat dirinya semakin terluka dengan menunjukkan keluarga yang utuh itu dan mungkin sedikit rasa bersalah atas hubungan yang terjadi antara ibu kandungnya dan Adskhan. Walaupun sebenarnya, ia tidak melakukan kesalahan apapun.

Rasa bersalah yang akan Emine hilangkan segera. Karena, sejujurnya itu hanya membuatnya tersiksa.

Angin sepoi-sepoi datang dan mulai mengaduk-aduk pepohonan, sedikit saja, seperti bisikan. Itu damai seperti lagu pengantar tidur bagi Emine.

Ada beberapa orang berada di sekitar pantai itu. Emine memilih menjauh dari pusat pantai yang terdapat cukup banyak pengunjung, memilih untuk menyendiri. Karena, ingin pikirannya benar-benar tenang dan sepi.

Cukup sepi di sekitarnya, namun berisik di pikirannya. Memikirkan segala kemungkinan yang akan dihadapi nanti. Ia tahu bahwa Adskhan akan terus datang untuk menemuinya. Ketenangan yang biasa ia dapatkan ketika pulang dari bekerja, telah sirna.

Biasanya saat bekerja, Emine ingin segera pulang dan beristirahat. Rumahnya yang terletak cukup berjarak dari para tetangga membuatnya tenang tanpa takut terganggu karena merasa berisik dengan suara-suara yang ada. Sekarang, ia lebih memilih menghabiskan hampir seluruh waktunya di luar, daripada kembali bertemu Adskhan.

Jam sudah menunjukkan pukul sebelas pagi, matahari semakin terik. Emine memutuskan pergi meninggalkan pantai itu.

Tujuan Emine berikut bukanlah rumah, namun toko yang menjual berbagai macam makanan penutup. Hari ini, ia akan memanjakan perutnya dengan makanan. Hal yang ingin dilakukan sejak dulu, yang akhirnya akan dilakukan hari ini.

Wajahnya yang tertutup helm, membuat Emine tanpa takut menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum.

Emine memarkirkan motornya tepat di depan sebuah toko kue yang ukurannya tidak terlalu besar. Toko yang akhir-akhir ini, cukup banyak orang, baik dari kalangan anak-anak sampai dewasa suka karena rasa makanan penutupnya yang enak dan banyak dari mereka membagikannya ke sosial media.

Ketika pintu toko itu dibuka oleh Emine, bau kue langsung terasa di indra penciumannya.

Terlebih dahulu ia menghampiri etalase kaca yang di dalamnya ada berbagai macam desserts box yang juga sudah tertera setiap namanya.

"Ada yang bisa dibantu kak? Kakak mau pesan dessert box? Silakan pilih mau yang mana kak," celetuk karyawan yang menjaga bagian etalase dessert box.

"Iya," sahut Emine tanpa mengalihkan pandangannya dari semua desserts box yang ada.

"Saya pesan yang Chocolate gateau desserts box 2, dan Pandan cheese desserts box 1," ucap Emine.

Karyawan yang lain pun bergegas menyiapkan pesanan Emine.

Kemudian Emine beralih ke etalase desserts tradisional.

"Untuk desserts tradisional, empat buah seharga lima ribu," tutur karyawan itu lagi, memberitahu Emine.

"Klepon sepuluh ribu. Sudah, itu saja. Semua dibungkus ya," lanjut Emine tersenyum.

"Baiklah, tunggu sebentar ya kak. Kakak bisa duduk dulu untuk menunggu pesanan kakak," ujar karyawan.

"Apakah waktunya lebih dari lima belas menit?" tanya Emine.

"Tidak sampai lima belas menit kak," jawab karyawan tersenyum.

"Baiklah, saya tunggu di sana," tunjuk Emine ke sebuah kursi yang kosong, yang dibalas dengan anggukan kepala serta senyum dari karyawan yang melayaninya sedari tadi.

Kondisi toko itu cukup ramai, seperti yang ada di sosial media, baik kalangan remaja sampai dewasa pun terlihat di pandangan Emine ketika ia memperhatikan sekitar. Emine memilih menyibukkan diri dengan menonton cerita horor dari sebuah aplikasi.

Seperti perkataan karyawan tadi, tidak sampai lima belas menit ia menunggu, pesanannya sudah selesai, dengan karyawan yang datang membawa ke arahnya sebuah tote bag warna beige yang sudah berisi semua makanannya.

"Ini pesanannya, dan bill-nya," ujar karyawan itu.

Emine memberikan beberapa lembar uang sesuai dengan jumlah yang harus ia bayar untuk semua desserts miliknya.

"Terima kasih, semoga cocok dengan selera kakak ya," ujar karyawan tersenyum.

"Iya, terima kasih kembali," balas Emine tersenyum, kemudian berlalu pergi.

Tepat beberapa langkah ia baru keluar dari toko itu, lengannya ditarik pelan oleh seseorang membuatnya harus berhenti, dan menatap orang yang dengan lancang menyentuhnya.








• To Be Continued •

Tanpa HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang