Jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Emine dan Rizky sudah selesai melakukan wisata kuliner dan sekarang keduanya berada di pantai, ingin menikmati matahari yang perlahan-lahan menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat, dan kemudian digantikan dengan keremangan malam.
"Ini sangat menyenangkan. Sekali lagi terima kasih," ujar Emine.
Rizky menatap dalam Emine. "Iya, sama-sama." Sahut Rizky.
Rizky perlahan berdiri, kemudian membersihkan pasir pantai yang menempel di celananya. "Tunggu sebentar ya, aku mau ke warung itu dulu." Ucap Rizky menunjuk sebuah warung dengan jari telunjuknya.
"Iya," balas Emine.
Emine tersenyum tipis dengan tatapan lurus ke depan. Kejadian beberapa tahun lalu kembali terputar dalam memori ingatannya.
Sibuk dengan memori itu sampai membuat Emine tidak menyadari Rizky sudah duduk di samping dan menatap dalam dirinya.
"Emine," panggil Rizky pelan, berusaha agar tidak membuat Emine terkejut.
Panggilan itu langsung membuat Emine menatap Rizky, kemudian tersenyum tipis.
"Aku membelikan es krim rasa matcha dan cokelat untuk kamu," tutur Rizky memberikan dua buah es krim kepada Emine.
"Terima kasih, kenapa dua es krimnya? Satu saja cukup," balas Emine.
"Tidak apa-apa. Untuk menyegarkan pikiran, dan juga aku tahu dari Erika bahwa kamu termasuk orang yang hampir sangat menyukai es krim," terang Rizky.
"Haha. Kata hampir itu cukup lucu bagiku," tutur Emine tertawa.
"Ya, karena kamu memang lumayan menyukai es krim, namun bukan tipe orang yang bila tidak makan makanan beku itu dalam sehari, akan langsung merasa gelisah, benar atau tidak?" papar Rizky.
"Iya, itu benar. Aku menyukai hampir semua rasa dari makanan ini, hanya beberapa varian atau rasa yang tidak aku suka," sahut Emine menatap es krim yang kemasannya sudah dibuka olehnya.
Tatapannya langsung beralih ke arah Rizky. "Apa kamu juga membeli untuk dirimu sendiri?" Tanya Emine.
"Ada. Aku membeli dua buah es krim. Dua-duanya adalah es krim mochi," jawab Rizky menunjukkan dua es krim miliknya.
Emine hanya menganggukkan kepalanya saja sebagai balasan, dengan tatapan kembali lurus ke depan.
"Senja sangat indah. Bagi mereka yang menyukainya, maka ketenangan akan hadir dalam hati dan perasaan mereka ketika melihatnya. Namun, ada beberapa orang, kurang suka dengan senja, sebab keindahannya hanyalah sementara, yang kemudian berganti dengan gelapnya malam," celetuk Rizky sambil mengunyah es krimnya.
Emine hanya diam dengan terus memakan es krimnya. Tubuhnya memang berada di samping Rizky, namun pikirannya kembali melayang entah ke mana, sehingga perkataan Rizky tidak terdengar meskipun jarak duduk keduanya cukup dekat.
"Emine. Dua Minggu depan akan ada pameran lukisan, apa kamu mau ikut dengan aku untuk pergi ke sana?" tanya Rizky.
Tidak terdengar sahutan dari Emine selama hampir lima menit, membuat Rizky langsung menatap ke arah Emine yang masih menatap ke arah depan.
"Emine. Maaf aku bertanya, apa kamu ada masalah? Atau sesuatu yang mengganggu pikiran kamu? Jika butuh teman cerita, maka aku siap mendengarkannya," panggil Rizky menepuk pelan bahu Emine.
Keterkejutan pun dirasakan Emine. Namun, ia dapat menyembunyikan ekspresi itu.
"Tidak apa-apa. Aku hanya kangen seseorang. Mungkin akan berkunjung nanti," jawab Emine pelan.
"Oh, baiklah," balas Rizky tidak ingin membahas lebih dalam, jika Emine tidak ingin bercerita.
"Langit sudah hampir gelap, ayo kita pulang," ajak Rizky.
"Ayo!" seru Emine tersenyum.
Rizky dan Emine pun bersamaan berdiri dan menepuk bagian belakang pakaian mereka untuk dibersihkan karena ada banyak pasir pantai yang menempel.
Bangunan-bangunan yang mereka lewati dengan mobil secara satu persatu menghidupkan lampu-lampunya, karena gelapnya langit sudah hampir mendominasi.
Serta pandangan Emine juga melihat para pedagang gerobak yang menjual makanan yang memulai mengatur barang-barang mereka.
Karena, sibuk memperhatikan sekitar yang tanpa sadar membuat Emine memikirkan masa depan sampai tidak sadar bahwa mereka sudah berada di area rumahnya.
Mobil Rizky pun diberhentikannya setelah sampai pada tujuan. Untung saja Emine sudah sadar dari lamunannya, jadi ia langsung keluar dari mobil yang diikuti Rizky.
"Terima kasih banyak untuk hari ini. Aku sangat menyukainya," celetuk Emine tersenyum.
"Sama-sama Emine. Aku juga senang bila kamu merasakan senang, apalagi kamu lebih banyak tersenyum dari biasanya pada hari ini," sahut Rizky tersenyum sampai lesung pipinya terlihat.
"Sampai jumpa lagi di esok hari ya. Tidur yang lelap, tapi jangan lupa bersihkan dulu tubuh kamu, jangan lupa mengunci semua pintu dan jendela, telepon aku kalau ada apa-apa ya," tutur Rizky.
"Iya Rizky. Sudah pasti aku akan melakukan apa yang kamu bilang, karena itu sudah menjadi kebiasaan, dan juga perihal telepon kamu, terima kasih atas tawarannya. Bawalah mobil kamu dengan hati-hati, kirim pesan jika sudah sampai rumah," balas Emine.
"Iya sama-sama. Baiklah," ucap Rizky.
Rizky kemudian pergi dengan menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang rata-rata.
Emine tetap berdiri di depan pagar rumah, sampai sudah tidak mendapatkan mobil Rizky di jangkauan penglihatannya. Lalu, ia membuka pagar yang terkunci, masuk ke pekarangan rumahnya, mengunci kembali pagarnya.
Begitupun ia lakukan pada pintu ketika masuk ke dalam rumah.
Opsi pertama kegiatan berikutnya adalah membersihkan seluruh tubuhnya. Mengganti bajunya dengan piyama, memakaikan wajahnya dengan rangkaian skincare, barulah ia membaringkan tubuhnya ke tempat tidur setelah sebelumnya memeriksa kembali semua pintu dan jendela apakah sudah benar-benar terkunci atau tidak.
Lampu kamar dimatikan, dan hanya tersisa lampu tidur berukuran sedang yang menyala, terletak di samping tempat tidurnya, di atas nakas.
Tatapannya menerawang ke langit-langit kamarnya, dengan kaki yang ia gerakan ke sana ke mari menggosokkannya dengan tempat tidur, sensasi dingin terasa setelahnya.
Besok hari, semua orang akan kembali beraktivitas seperti biasa, termasuk dirinya. Tidur yang cukup adalah pilihan yang tepat untuk persiapan kerja pada besok hari.
Pada besok hari Emine ingin pulang lebih cepat agar ia bisa pergi ke suatu tempat. Ia berharap manajer kafe dapat mengizinkannya.
Ponselnya tiba-tiba berbunyi, karena ada seseorang yang mengirim pesan di sebuah aplikasi, ketika melihat pengirimnya yaitu Rizky yang isi pesannya bahwa laki-laki itu telah sampai di rumahnya, Emine langsung membalasnya, merasa sudah tidak ada lagi kepentingan ia menonaktifkan data seluler, dan menghidupkan waktu tenang. Lalu, meletakkan kembali ponselnya di atas nakas.
Perlahan-lahan matanya mulai terpejam. Butuh waktu sampai lima belas menit sampai dirinya dapat terlelap.
• To Be Continued •
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Harapan
General FictionDi saat mencintai seseorang, adanya harapan-harapan di dalamnya memiliki peluang besar, bukan? Namun, bagaimana jika harapan-harapan itu tidak ada karena sesuatu terjadi di masa lalu dalam keluarga? Apa itu masih dikatakan cinta atau hanya sekedar...