Chapter 14

0 0 0
                                    

Emine memberhentikan motornya di pinggir jalan, di mana banyak pedagang gerobak yang menjual banyak jenis makanan, seperti bakso, gado-gado, nasi goreng, dan lainnya.

Cukup ramai, namun Emine lebih memilih memuaskan perutnya yang ingin memakan gado-gado. Bukan baru kali ini ia membeli di sini, sudah hampir semuanya telah dicoba olehnya. Untuk gado-gado, ini adalah kali kedua bagi Emine, yang rasanya tidak perlu diragukan lagi.

"Halo pak. Saya pesan gado-gado 2 porsi ya," tutur Emine.

"Halo juga mbak. Baik, duduk dan tunggu sebentar ya," sahut penjual gado-gado sembari mempersiapkan pesanan Emine.

Emine memperhatikan sekitar gerobak gado-gado, yang di mana hanya dirinya dan seorang ibu yang masih terlihat muda saja sebagai pembelinya. Sedangkan yang lain memiliki pembeli lebih dari empat orang.

"Tadi lebih ramai dari ini dik, yang beli gado-gado nya, ini saya baru bisa pesan setelah berdiri antre selama hampir sepuluh menit. Mereka baru saja pergi," ujar ibu dengan pelan yang duduk di samping Emine seolah mengerti arti tatapan Emine sambil kembali memakan makanannya yang ia berhentikan agar dapat berbicara dengan baik.

"Oh iya ibu," jawab Emine tersenyum.

Tidak lama setelahnya, bapak penjual gado-gado menghampiri Emine dengan membawa sebuah piring. "Ini pesanannya mbak. Seporsi dulu ya, soalnya tidak ada meja untuk bisa letakkan piring yang satunya. Nanti kalau sudah habis, bapak akan antar satu piring porsi gado-gado lagi, kalau mau minum juga bilang saja ya." Ucap bapak itu.

"Iya pak, terima kasih," ujar Emine tersenyum manis.

Emine tidak langsung memakan gado-gado miliknya, melainkan memfokuskan perhatian pada sang penjual yang terlihat lelah dari raut wajahnya, namun senyuman tidak luntur dari bibir pria itu. Senyuman yang menular ke Emine yang ikut menarik kedua sudut bibirnya dengan tipis, lalu menunduk untuk mulai menyantap gado-gado dengan khidmat.

Satu porsi gado-gado telah Emine habiskan tidak sampai sepuluh menit, lalu ia berdiri ingin menyerahkan piring kotor serta mau mengambil satu porsi gado-gado lagi miliknya. "Ini pak. Saya sudah selesai." Tutur Emine.

"Oh iya mbak. Ini piring gado-gado yang satu lagi, selamat menikmati kembali," sahut bapak penjual itu.

"Terima kasih," ucap Emine.

"Sama-sama," jawab bapak penjual itu.

Emine kembali duduk di kursi plastik miliknya, menarik napas pelan lalu membuangnya, memberi jeda sejenak untuk sesi makannya, kemudian kembali menyantap gado-gado dengan baik.

Selesai makan, Emine tidak langsung berdiri, tetapi sibuk memperhatikan sekitarnya yang masih cukup ramai dengan pembeli, mungkin karena masih jam sembilan malam, dan cuacanya yang cukup sejuk, sehingga pasti membuat beberapa orang memilih jajan di luar, dan mengenyangkan perut mereka.

Puas dengan itu, Emine berdiri untuk mengantarkan piring kotor yang kedua kalinya, lalu meminum air yang ada gelas. Mengeluarkan selembar uang berwarna biru, dan memberikannya kepada penjual gado-gado.

"Terima kasih bapak atas gado-gado buatannya. Saya selalu puas makan di sini, ini uang untuk membayarnya. Sisa uangnya untuk bapak saja, anggap saja rezeki lebih hari ini," celetuk Emine tersenyum dengan memberikan jempol.

"Alhamdulillah kalau begitu. Terima kasih mbak, semoga rezekinya lancar terus ya," tutur penjual itu.

"Sama-sama. Oh iya, nama bapak siapa?" tanya Emine.

"Nama saya Rahmat mbak," jawab Rahmat tersenyum.

"Baik pak Rahmat. Saya pamit pulang dulu ya. Assalamualaikum," tutur Emine.

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati di jalan," sahut Rahmat yang dibalas dengan senyuman serta anggukkan kepada dari Emine, yang kemudian memakai helm lalu melaju dengan kecepatan sedang.

Rasa senang dirasakan oleh Emine karena perutnya sudah kenyang dan dapat membagikan rezeki walaupun hanya sedikit kepada orang lain.

Malam ini bulan menyinari dengan begitu terang kepada bumi, dengan begitu banyak bintang yang ada di sekelilingnya. Membuat rasa senangnya berkali-kali lipat. Bahagia yang sesederhana itu, dirasakannya sampai tiba di rumah.

Selesai mandi, Emine memakai piyama berwarna biru navy dengan bintang-bintang kecil serta bulan sebagai hiasannya. Kakinya berjalan ke dapur untuk membuat minuman yaitu susu putih dengan mengambil cookies yang ia beli di toko kue sebelum membeli gado-gado.

Emine dengan perlahan mendudukkan diri di atas ranjang dengan menyandarkan punggungnya pada headboard, dengan meletakkan sebuah meja kecil berwarna putih tepat di depannya, untuk menaruh laptop miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Emine dengan perlahan mendudukkan diri di atas ranjang dengan menyandarkan punggungnya pada headboard, dengan meletakkan sebuah meja kecil berwarna putih tepat di depannya, untuk menaruh laptop miliknya.

Tombol power pada laptop dinyalakan Emine dengan menekannya pelan. Hanya hitungan detik kemudian, layar laptop menyala, butuh beberapa detik sebelum benar-benar masuk ke bagian desktop.

Kemudian, Emine mulai mengedit video yang telah ia salin dari ponselnya. Video yang nanti akan diunggah ke sebuah aplikasi media sosial.

Pengeditan video berlangsung selama hampir sebelas menit, karena Emine yang mengerjakannya dengan santai sambil tangannya mengambil cookies satu persatu sampai habis, begitupun dengan susu putih yang ia buat telah habis.

Emine meregangkan tangannya karena merasa sedikit nyeri. Lalu membaringkan tubuhnya dengan keadaan kaki yang masih bersila. Posisi tersebut bertahan lama, karena Emine yang pikirannya bercabang ke mana-mana, sampai akhirnya sadar kembali sebab suara notifikasi ponselnya.

Emine kembali duduk, lalu merapikan barang-barangnya, mengembalikan semua ke tempat sebelumnya, serta mematikan laptopnya.

"Waktunya istirahat walaupun besok akan kembali bekerja," gumam Emine yang kembali merebahkan tubuhnya ke atas kasurnya.

Mata yang terpejam, namun pikirannya masih tetap bekerja. Sampai akhirnya Emine benar-benar tertidur.


• To Be Continued •



Tanpa HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang