Bau masakan tercium hampir seluruh bagian rumah Emine, karena dia yang sedang memasak.
Tok, tok, tok.
Emine mematikan kompornya, karena mendengar suara ketukan dari pintu depan. Sebelum beranjak dari dapur, Emine melihat jam di ponselnya. Alisnya terangkat satu, karena jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Daripada sibuk memikirkan siapa yang datang, Emine langsung bergegas menuju ke ruang tamu untuk membuka pintunya.
Orang yang mengetuk pintu adalah Fattah yang langsung menampilkan senyumannya ketika pintu dibuka oleh Emine. Pagar rumah yang memang dibuka olehnya ketika sebelum memasak, membuat pria itu dapat dengan mudah menuju ke pintu rumahnya.
"Assalamualaikum Emine," seru Fattah.
"Wa'alaikumussalam," jawab Emine.
"Ada apa?" lanjut Emine.
"Kakak mau jemput kamu. Kita berangkat kerja bersama-sama," balas Fattah.
Tiba-tiba hujan perlahan-lahan turun, yang sontak membuat pandangan Emine teralihkan ke arah langit yang mulai gelap.
"Silakan masuk," tutur Emine membuka pintu lebih lebar, memberikan Fattah akses untuk masuk.
Baru saja dua langkah dari pintu depan Fattah masuk, Ia langsung mencium aroma masakan.
"Sudah sarapan pagi?" tanya Emine membiarkan pintu terbuka.
"Kakak hanya sempat makan roti tadi, kamu lagi masak ya?" jawab Fattah.
Emine hanya menganggukkan kepala untuk menanggapinya.
"Apa kakak boleh makan bareng kamu di sini?" tanya Fattah.
"Boleh," jawab Emine berjalan ke dapur, untuk menyelesaikan masakannya yang hampir selesai.
Fattah mengikuti Emine dari belakang dengan terus tersenyum.
"Kamu masak apa?" tanya Fattah.
"Lihat sendiri nanti," tukas Emine.
Fattah dengan cepat duduk di kursi yang berhadapan dengan meja makan yang tidak jauh dari dapur, memilih untuk diam saja. Jika ia terus bertanya dan membuat Emine tidak nyaman, maka sudah pasti ia akan diusir dan tidak bisa bertemu lagi dengan adiknya itu.
Hanya matanya yang sibuk ke sana ke mari mengikuti gerakan Emine yang terlihat santai namun pasti menyelesaikan apa yang gadis itu lakukan.
Tidak sampai sepuluh menit Emine menyelesaikan kegiatan memasaknya di dapur. Lalu, menghidangkannya di meja makan.
"Nasi goreng tom yam, dan sawi isi ayam," tutur Emine yang sempat melirik pandangan berbinar yang ditujukan ke makanan buatannya dari Fattah.
"Wah! Kelihatannya saja sudah enak dan mengunggah selera," seru Fattah tersenyum lebar.
"Ayo makan Emine. Sebelum makan baca doa dulu. Kakak yang pimpin doanya ya," lanjut Fattah menengadahkan tangannya.
Fattah dan Emine pun berdoa. Ketika selesai berdoa, keduanya sibuk dengan makanan masing-masing.
Sedari tadi Emine tidak menampilkan ekspresi apapun. Namun, perasaannya sedikit bahagia, karena ada yang menemaninya sarapan pada pagi ini. Tetapi, ia menggelengkan kepalanya dua kali untuk menghilangkan pikiran yang mulai bercabang ke mana-mana. Emine kembali memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
"Kamu berangkat jam berapa?" tanya Fattah.
"Tujuh," jawab Emine tanpa menatap Fattah.
Keadaan kembali hening sampai keduanya selesai memakan makanan mereka, Fattah kembali membuka suara. "Bunda mengundang kamu untuk makan malam di rumah pada hari Minggu ini. Apa kamu ada acara atau janji ?" Tutur Fattah ragu.
Tisu yang Emine gunakan untuk membersihkan makanan sisa di sudut bibirnya, langsung ia letakkan dengan sedikit kasar ke meja.
Fattah langsung menyadari suasana hati Emine menjadi buruk karena ucapannya, hanya bisa menatap sendu Emine.
"Kakak minta maaf karena buat mood kamu jadi buruk. Tidak apa-apa, jika kamu tidak bisa datang," ucap Fattah.
"Anda bisa pergi dari sini sekarang. Setidaknya saya sudah berbaik hati mengizinkan Anda untuk ikut sarapan di sini. Saya pikir Anda masih mengingat peringatan untuk tidak membahas tentang keluarga. Ternyata Anda hanya menganggap ucapan tempo lalu sebagai angin lewat," tukas Emine menatap tajam Fattah.
"Saya punya motor dan tidak membutuhkan tumpangan yang Anda tawarkan tadi," lanjut Emine.
"Kakak minta maaf Emine. Kakak pamit pulang. Kamu hati-hati bawa motornya ya. Assalamualaikum," ujar Fattah tidak ingin membuat Emine semakin emosi dan semakin membenci dirinya serta keluarganya.
Fattah meninggalkan kawasan rumah Emine dengan mobilnya. Meninggalkan Emine yang sibuk mencuci peralatan untuk makan serta memasak yang sudah kotor. Kemudian, ia mandi dan siap-siap berangkat kerja dengan menaiki motor.
Langit pagi yang dihiasi dengan matahari membuat kulit tubuh Emine terasa sedikit terbakar walaupun sudah memakai pakaian yang dilapisi jaket denim.
Tidak mau berlama-lama panas-panasan, Emine menambah kecepatan motornya, agar segera sampai di kafe.
Sesampainya di kafe, Emine melepaskan helm dan jaket. Ia menatap kaca spion untuk merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena angin. Merasa sudah rapi, barulah ia melangkah masuk ke dalam kafe. Menyapa karyawan lainnya seperti biasa, lalu pergi ke ruangan loker untuk meletakkan tote bag serta jaket.
Setelah mengganti baju, Emine langsung melakukan pekerjaannya.
Seiring jam berjalan, pengunjung kafe semakin bertambah, ada yang memesan sambil mengobrol dengan teman, mahasiswa atau mahasiswi yang mengerjakan tugasnya, dan ada juga yang hanya ingin bersantai sejenak.
Saat waktu Emine sedikit kosong, Emine membuka bungkus permen karet lalu mengunyahnya, kemudian kembali mengantarkan pesanan dengan mulut yang tidak berhenti bergerak.
Pengunjung kafe lebih banyak ketika jam makan siang, membuat Emine dan teman-temannya bergerak lebih cepat agar pelanggan tidak menunggu terlalu lama, serta agar cepat selesai.
Sampai ketika sudah tiba jam makan siang, Emine pun memakan makanannya. Tiba-tiba sosok laki-laki datang ke kafe mencarinya membuat kegiatannya tergganggu.
Ketika sedang makan adalah saat di mana Emine tidak ingin diganggu, dan sosok yang membuat makan siangnya terhenti, sudah masuk ke dalam daftar orang yang Emine ingin hindari, mulai saat itu.
• To Be Continued •
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Harapan
Ficción GeneralDi saat mencintai seseorang, adanya harapan-harapan di dalamnya memiliki peluang besar, bukan? Namun, bagaimana jika harapan-harapan itu tidak ada karena sesuatu terjadi di masa lalu dalam keluarga? Apa itu masih dikatakan cinta atau hanya sekedar...