❀ Nineteenth

152 21 0
                                    


Tetesan air langit jatuh menghujami bumi entah sejak kapan. Cuitan burung yang biasa sapa pagi pun mendadak hilang digantikan suara tabrakan antara air dan kanopi yang terdengar samar. Hawa dingin meringsak tabrak kulit hingga pada tulang, sedikit mencubit sosok pemuda berwajah datar yang tengah berkemas, sesekali suara batuk kecil terdengar diikuti tarikan napas berat dari si pemuda sebab hidungnya tersumbat sebelah, yang menjadi efek biasa karena hawa dingin.

Jam tunjukan pukul sembilan lebih seperempat. Masih ada setengah jam atau lebih sebelum dirinya  benar-benar diizinkan pulang kerumah setelah hampir satu bulan mendekam dalam rumah sakit.

Seungmin menghela napas pelan. Sebenarnya ia tidak benar-benar sendiri disini, Chris masih disana dan akan menunggu hingga sopir pribadi keluarga yang lebih muda datang menjemput, namun lelaki duapuluh tiga tahun itu tengah berada dikantin sekarang atas permintaan Seungmin yang mendadak inginkan siomay untuk camilan.

Si manis rapatkan kardigan krem yang baluti tubuh rampingnya, hawa dingin cukup tajam menusuk kulit kendati pendingin ruangan sudah dimatikan pun tubuhnya terbungkus sweater juga kardingan diluarnya.

Pagi ini seharusnya menjadi hari pertama ujian semester dikampusnya, namun karena dokter juga Chris yang menuntut dirinya untuk istirahat lebih membuatnya harus meminta keringanan pada dosen untuk memberinya kesempatan ujian dilain hari. Untung saja dosennya pun mengerti atas bantuan Lee Minho di kakak tinggkat yang berinisiatif mengajukan izin sakitnya saat ia kritis di duahari pertama kepada universitas.

Ya kadang Minho bisa sangat berguna jika dibutuhkan. Setidaknya dengan inisiatif Minho itu Seungmin jadi tidak perlu repot-repot meminta izin kesana kemari, karena Minho mau direpotkan.

"Sayang,"

Seungmin sedikit terperajat saat duabuah tangan besar melingkar pada perutnya, tanpa menoleh dirinyapun tau siapa yang berada dibelakang sana. Apalagi saat ia menemukan bungkusan bening dengan siomay didalamnya.

Chan mengesekan hidungnya pada perpotongan leher Seungmin, menghidu dalam aroma vanilla—yang akhirnya kembali setelah sekian lama sempat hilang karena yang lebih muda tidak mandi— yang menjadi favoritnya beberapa bulan kebelakang. Meski ia lebih suka dengan aroma rapsberri, namun tidak bisa dipungkiri Seungmin menjadi lebih manis dengan aroma vanilla.

Yang lebih muda diam, tak berniat menanggapi. Dirinya masih sibukan diri mengemasi barang-barangnya.

"Mine, kamu marah sama aku karena biarin kamu pulang ke rumah orang tua kamu?"

"..."

"Aku minta maaf, tapi papi kamu bener kok kamu harus banyak-banyak istirahat. Dan kayaknya kalo dirumah juga lebih aman, kamu jadi gak bisa kemana-mana, yakan?"

Seungmin mendengus, tangannya longgarkan dekapan Chan lalu berbalik. Tatap yang lebih tua tepat pada irisnya.

"Udah, gue gak mau adu agrumen, kalopun gue bales kayak bagaimana juga lo tetap gak akan nahan gue,kan?"

"Sayang aku juga mau yang terbaik untuk kamu, setidaknya untuk sekarang. Aku gak mau liat kamu kayak kemarin. Seenggaknya, istirahat sedikit lagi tanpa lakuin apa-apa, ya?"

"Iya, Christopher iya, terserah lo aja." Seungmin kembali berbalik. Punggungi Chan dan lanjuti pekerjaannya yang sempat tertunda.

"Hei aku kan udah bilang ke kamu kemarin, kalo emang kangen ya telpon aja nanti aku langsung ke rumah jenguk kamu,"

"..."

Chan menghela napas panjang. Membujuk Seungmin untuk sesuatu yang memang anak itu tidak suka memang sangat sulit, namun bagaimana pun inikan untuk anak itu juga, Bangchan tidak ingin ambil resiko dengan menahan Seungmin untuk tinggal di apartemen selama pemulihan, apalagi bersama dirinya yang tidak bisa tidak menuruti mau yang lebih muda. Jadi memang lebih baik Seungmin tinggal sementara dirumah keluarganya yang ada di Bandung. Dengan begitu anak itu akan terpantau dengan baik.

ᵁⁿᵃʷᵃʳᵉ || CHANMIN FANFICTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang