22 : Rencana

89 17 1
                                    

.

1. Lomba antar sekolah (7 Februari)
2. Puncak dies natalis (27 Maret)
3. Perpisahan kelas 12 (16 Juni)

Latihan untuk lomba pulang sekolah:
• Rabu-Kamis mulai 6-21 Jan
• Senin-Jum'at mulai 25 Jan-5 Feb

Latihan untuk acara sekolah diatur lagi setelah lomba. Semangat, Ji!

.

Tanpa semangat, Umji membaca kembali catatannya selama berkumpul di ruang musik tadi. Tulisan tangan di sebuah buku yang memang ia siapkan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan band itu tampak rapi karena dicatat dalam perasaan yang baik. Iya, saat pertemuan dengan para anggota band dan guru pembina tadi, mood Umji bisa dikatakan sangat baik.

Sayangnya, ia sedang tidak dalam keadaan itu sekarang.

Saat ini jam setengah sembilan malam. Umji bersama keluarganya sudah melangsungkan makan malam sekitar satu jam yang lalu dan kini ia merasa terlalu awal untuk tidur. Jadilah untuk menghabiskan waktunya, ia memilih untuk membaca kembali catatan pertemuan tadi.

Namun, rupanya membaca catatan tersebut bukanlah hal yang tepat. Pikiran Umji bercabang beberapa saat setelah membacanya. Ia membayangkan betapa lelahnya hari-hari yang akan ia hadapi dan banyaknya ongkos pulang yang akan ia keluarkan.

"Haaa... gak bisa jajan sepuasnya lagi," keluh Umji sambil menyandarkan diri pada sandaran kursi berodanya.

Di hadapannya kini terdapat buku catatan yang dibiarkan terbuka di atas meja belajar, lengkap dengan ponsel yang tergeletak di sampingnya dan baru saja berbunyi. Kamar yang semula hening setelah keluhan Umji, berubah sedikit rusuh sebab notifikasi yang masuk secara beruntun. Dengan malas, si pemilik ponsel segera meraih benda pipih tersebut untuk memastikan darimana asal notifikasi-notifikasi tersebut.

Wooseok : p
Wooseok : p
Wooseok : ji
Wooseok : keluar sini
Wooseok : gue di depan rumah

Umji berdecak. Dirinya memang rindu dengan kehadiran tetangganya satu itu tapi tetap saja ia malas jika disuruh menghampiri.

Umji : masuk aja elah. biasanya juga gitu

Wooseok : kalau masuk nanti gue lama pulangnya
Wooseok : gue cuma mau kasih barang, nih

Umji : barang apa, sih?
Umji : besok pagi kan bisa

Wooseok : gue tau lo sebenernya penasaran sama barang yang gue bawa
Wooseok : jadi, ayo sini

Malas berdebat lebih lanjut, akhirnya Umji mengalah. Ia berdiri dan keluar dari kamar untuk menemui Wooseok yang katanya ada di depan rumah.

Umji : tunggu

Balasan Umji terkirim selagi gadis itu melintasi ruang keluarga yang kosong untuk menuju pintu rumah. Sepertinya orang tua dan kakak dari gadis itu sedang berada di kamar masing-masing. Karena itu, ia hanya menuliskan pesan singkat pada kakaknya sebagai izin keluar rumah.

* * *

Kata Wooseok tadi, ia hanya ingin memberikan barang pada Umji. Tidak ada, tuh, kalimat ajakan untuk duduk-duduk di ayunan taman komplek seperti yang mereka lakukan sekarang.

"Gue mau belajar bawa motor, deh," kata Umji sambil memasangkan sebuah gelang bermanik tiga batu cantik berwarna ungu di tangan kanannya. Wooseok yang memberi gelang tersebut.

Tadi, begitu tiba dihadapan Wooseok, laki-laki itu langsung menyerahkan satu kantong plastik berisi berbagai snack oleh-oleh dan sebuah gelang di antaranya. "Gelangnya buat lo. Kalau makanannya nggak bisa dihabisin sendiri, bagi-bagi ke keluarga lo," begitu kata Wooseok tadi.

"Bawa motor berat, Ji," sahut Wooseok, menanggapi penyataan Umji tadi.

"Nggak begitu maksudnyaaa," ujar Umji kesal. Untung gelangnya bisa diajak berkompromi dan terpasang dengan cepat, kalau tidak bisa bertambah emosi gadis itu. "Maksud gue tuh, belajar mengendarai motor."

Wooseok semula diam, tidak menanggapi untuk semenit pertama. Hingga akhirnya ia kembali bersuara. "Kenapa?"

"Hah? Apanya yang kenapa?"

"Kenapa tiba-tiba mau belajar bawa motor?"

"Oh, semester ini gue bakal sering pulang lambat karena latihan band buat lomba sama acara sekolah. Jadi gue mau bawa motor sendiri aja biar nggak ngerepotin orang-orang atau boros ongkos."

"Mau belajar sama siapa?"

"Sama Kak Tae, mungkin. Mumpung orangnya belum sibuk kuliah lagi."

Ucapan Umji direspon anggukan oleh Wooseok. Ia mengerti sahabatnya itu perlahan ingin menjadi sosok yang mandiri. Mengenalnya sejak kecil membuat Wooseok melihat perkembangan karakter tetangganya tersebut.






























"Kalau capek latihan band nanti, istirahat dulu," ujar Wooseok sambil mengacak pelan rambut gadis yang sedang duduk di ayunan sebelahnya itu.

Umji mengerutu kecil karena perbuatan Wooseok. "Duh, nanti kusut."

"Jangan lupa, harus tetap istirahat yang cukup walau sibuk!" peringat Wooseok setelah sebelumnya tertawa kecil mendengar gerutuan Umji.

"Iya-iya."































Jawaban Umji mungkin terkesan tanpa minat, padahal sebenarnya di dalam hati seperti ada yang meletup-letup. Rambutnya yang diacak, hatinya yang ambyar. Untuk kesekian kalinya, ia jatuh karena sikap dan perkataan manis dari seseorang yang hanya menganggapnya sahabat itu.




 Untuk kesekian kalinya, ia jatuh karena sikap dan perkataan manis dari seseorang yang hanya menganggapnya sahabat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Part 22✅

Dari dan Untuk [Umji FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang