12 : Diskusi Bersama SinB

83 22 5
                                    

Suasana kantin ramai di jam istirahat pertama hari ini, pemandangan seperti biasa yang dijumpai setiap hari.

Seperti biasa juga, di istirahat kali ini tampak Umji, SinB, dan Wooseok yang nongkrong bersama di salah satu meja kantin. Hal yang tidak biasa di antara mereka hanyalah Umji memegang botol teh yang isinya tinggal setengah sambil berdiri.

"Berdirinya saya di sini karena ingin membahas suatu hal bersama kalian," kata Umji yang menggunakan botol tadi sebagai mic abal-abal.

SinB yang sedang sibuk menyeruput kuah mi dari cup hanya melirik singkat, menunggu hal apa lagi yang akan dikatakan teman sebangkunya itu. Hal yang sama juga dilakukan oleh Wooseok. Lelaki jangkung itu hanya menyimak tanpa menanggapi karena mulutnya sibuk mengupas dan memakan kuaci yang dibelinya tadi.

Tak mendapat respon dari kedua sahabatnya, Umji mendengus sebal dan akhirnya duduk kembali. Ia memajukan sedikit tubuhnya, kode bahwa dirinya ingin bicara dengan suara kecil pada SinB dan Wooseok. Keduanya mau tak mau ikut memajukan tubuh ke arah Umji agar bisa mendengar apa yang akan dikatakan gadis itu.

"Di antara lo berdua, siapa yang punya temen lain?" tanya Umji dengan bisikan.

"Temen gue banyak," jawab SinB setelah kuah mi cup miliknya habis.

"Bukan. Bukan itu. Maksud gue, temen lain yang deket banget sampai tukar cerita atau curhat-curhatan gitu. Ada nggak?"

Wooseok mengerutkan dahinya bingung, tidak lagi memakan kuacinya. "Kenapa tanya begitu?"

"Iya, tumben banget tanya hal begini," tambah SinB.

Mendapat respon tidak bermutu dari kedua sahabatnya, bibir Umji jadi mengerucut sebal. Tangannya menekan tombol kunci di ponsel Wooseok yang sejak tadi diletakkan di atas meja.

"Udah mau bel, nanti ajalah bahasnya," putus Umji yang sebenarnya tidak ingin membicarakan pemikirannya sekarang. Lebih tepatnya ia tidak ingin membahas hal tersebut dengan salah seorang yang tengah duduk bersamanya saat ini.

* * *

"Mikirin apa, sih, Ji?" tanya SinB pada kawan sebangkunya.

Kini kelas XI IPA 2 sedang menjalani jam kosong. Seperti jam kosong pada umumnya, beberapa anak sudah ada yang asik nongkrong di kantin dan beberapa lagi masih ada yang tetap di kelas sambil mengobrol atau belajar mandiri. Contohnya di depan sana, ada sekitar 14 murid yang sedang duduk bersila di lantai dekat meja guru. Dari yang sempat SinB dengar, mereka sedang saling berbagi pengalaman horor masing-masing. SinB sebenarnya ingin bergabung, tapi karena kondisi Umji tampak lebih menyeramkan dari cerita-cerita itu, ia akhirnya memutuskan untuk tetap duduk di tempatnya.

Bagaimana tidak tampak menyeramkan? Umji sampai detik ini masih melamunkan entah apa dan membuat siapa saja yang melihat akan berpikir bahwa ia bisa kerasukan dengan sangat mudah.

"Ji!" Bukan hanya memanggil, kini SinB juga menyenggol lengan Umji sampai gadis itu terkejut.

"Eh? Kenapa, Bi?" tanya Umji dengan linglung.

SinB berdengus keras. "Lo mikirin apa, sih? Sampai melamun lama begitu. Tuh, liat! Di depan sana anak-anak pada ngomongin setan, takutnya nanti setannya nggak terima digibahin terus masuk ke elo yang lagi melamun," omel SinB.

Umji menoleh pada kumpulan yang ditunjuk SinB dengan dagu. Ia meringis pelan kala mendengar dengan samar cerita horor dari teman-temannya. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika ia yang dimasuki makhluk halus seperti kata SinB.

"Jadi... lo ada masalah apa?" tanya SinB lagi.

"Err," Umji bergumam kecil sembari mengalihkan kembali perhatiannya pada SinB. "Gue dapat surat lagi."

"Hah? Beneran?"

"Iya. Udah beberapa hari terakhir, dia taruh surat lagi di loker gue."

"Tuh, 'kan! Gue bilang juga apa!"

Umji mengangguk, tidak membantah ucapan SinB seperti yang lalu-lalu.

"Terus-terus, lo udah dapat petunjuk tentang siapa pengirimnya?"

"Kayaknya surat itu ditaruh pas udah jam pulang sekolah."

"Wah, kalau gitu kita bisa cari tau pengirimnya pas jam pulang sekolah!

Kini Umji menggeleng lesu. "Lo tau sendiri, gue hampir nggak pernah pulang telat lagi. Akhir-akhir ini Wooseok selalu langsung ngajak pulang setelah bel bunyi, kecuali pas ada latihan band."

"Kita tungguin aja sebelum lo mulai latihan band, nanti coba izin aja telat sedikit."

Mendengar usul dari SinB, Umji jadi mempertimbangkannya. Apa tidak masalah jika ia izin datang terlambat? Mau bagaimana pun, Umji 'kan anggota baru. Bukankah itu tidak sopan?

"Gue anggota baru, Bi. Nggak enak kalau izin-izin," tolak Umji.

SinB mengangguk, setuju pula. "Kalau gue aja yang cari tau, gimana?"

"Nggak, nggak usah. Setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya emang lebih baik tunggu dia ngaku aja, deh."

"Emang lo nggak penasaran lagi?" Dahi SinB mengkerut bingung.

"Ya... masih." Umji menunduk, menarik buku tulisnya mendekat dengan tangan kiri. Tangan kanannya memegang pena dan membuka halaman paling belakang buku tersebut lalu mencoretnya asal. "Tapi kalau gue langsung tau siapa pengirimnya, pasti sensasi pas gue terima surat lagi dari dia bakal beda."

"Jadi, lo mau diam aja?"

"Iya, gue mau nikmatin dulu rasa senang punya secret admirer." Umji tersenyum di tengah aktivitas mencoret bukunya. Kepalanya sibuk mengkhayal, apa lagi isi surat yang akan diterimanya nanti.

Hening di antara keduanya, berbanding terbalik dengan suasana di depan kelas yang sudah penuh jerit keterkejutan. Entah sehoror apa cerita mereka sampai sebegitu hebohnya, SinB tidak mau peduli. Yang ia perhatikan saat ini hanya sahabatnya. Berteman lama dengan Umji yang tidak pernah mendapat pernyataan cinta, membuat ia paham betapa senangnya gadis itu sekarang.

















"Oh iya, Bi," panggil Umji tiba-tiba.

"Hm?" sahut SinB seadanya.

"Sebetulnya, gue ketemu satu petunjuk lagi," kata Umji mengutarakan pikirannya. "Pengirim suratnya tau kalau gue seneng dapat surat dari dia. Yang tau soal rasa seneng gue itu cuma lo sama Wooseok. Tapi gue masih belum ketemu petunjuk lebih lanjut siapa pengirimnya, kecuali kemungkinan kenalan lo atau Wooseok."

SinB tampak berpikir sejenak. Baru tadi Umji berkata tidak ingin mencari tahu lagi, tapi sekarang ia seperti sudah disuruh memikirkan kembali siapa pengirim surat itu.

Gadis yang suka meledak-ledak itu terus memikirkan ucapan Umji, sampai akhirnya berhenti di satu nama. "Apa mungkin Wooseok pengirimnya?"


 "Apa mungkin Wooseok pengirimnya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Part 12✅

btw, udah pernah liat trailer cerita ini belum? aku dah setahunan upload di yt sama ig, tapi kayak belum pernah aku share ke sini, ya?

yaudah, sekarang aja.. selamat menonton yaa😉

Dari dan Untuk [Umji FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang