13 : Harapan Yang Tumbuh

84 24 4
                                    

Hari Minggu yang terik, membuat Umji ingin menghabiskan waktu di kamar saja dengan AC bersuhu 16°C atau merebahkan diri di atas lantai ruang tamu rumahnya yang memang lebih dingin daripada lantai di ruangan lain. Namun kenyataan berkata lain, saat ini ia sedang diseret Wooseok untuk memasuki area bermain di sebuah taman hiburan.

"Seok," rengekan Umji terdengar kesekian kalinya. "Gue tunggu di kursi itu aja, deh. Terserah lo mau main apa, gue nggak ikut."

"Katanya mau jalan bareng gue selain ke taman komplek. Nah, sekarang saatnya," jelas Wooseok dengan semangat.

"Ya, nggak di hari panas begini juga."

"Udah, ikut aja. Nanti juga gak bakal kerasa panasnya. Ayo!"

Tanpa persetujuan, Wooseok kembali menarik tangan Umji untuk berjalan bersama. Ia mengabaikan Umji yang kembali mengoceh dengan raut wajah penuh kekesalan.

"Mau main apa dulu?" tawar Wooseok, memotong ocehan Umji.

"Kora-kora," jawab Umji asal. Tangan kirinya yang tidak ditarik Wooseok sibuk menutupi bagian atas matanya untuk melindungi dari sinar matahari.

"Oke, ayo!"

Genggaman Wooseok di pergelangan tangan Umji berpindah ke telapak tangan gadis itu. Kini ia tidak lagi terkesan menyeret sahabatnya, melainkan menggandeng tangannya dengan menyamakan langkah.

Umji yang menerima perlakuan tak terduga dari Wooseok lantas menahan senyumnya. Rasa kesalnya tadi seolah menguap, berganti menjadi rasa senang yang meluap-luap. Walau ini bukan pertama kalinya mereka bergandengan tangan, tetap saja rasanya seperti ada kupu-kupu beterbangan di perutnya.

Baiklah, Umji akan sepenuhnya bersenang-senang hari ini.

* * *

"Seok, liat, Seok! Nanti kita ke sana, ya? Gue mau naik bebek-bebekan," kata Umji sembari menunjuk sebuah danau buatan dengan berbagai bentuk perahu angsa di bawah sana.

"Iya," sahut Wooseok singkat, ikut menengok ke arah yang Umji tunjuk.

Sekarang keduanya sedang berada di atas bianglala. Setelah mencoba berbagai wahana ekstrim, mereka menutuskan untuk bersantai dengan menaiki bianglala dengan diameter super besar.

Puas memandangi danau, Umji memilih untuk duduk bersandar menghadap Wooseok yang memang duduk di depannya. Lelaki itu masih terus melihat ke bawah, entah apa yang perhatikannya.

Mata Umji menatap lekat pada sisi kiri wajah Wooseok. Lelaki tinggi itu terlihat tampan sekali sekarang dan sejujurnya memang selalu tampan. Meski kadang wajahnya terkesan garang, bagi Umji yang sudah mengenalnya sejak kecil, Wooseok sebenarnya sosok yang perhatian dan penuh tanggung jawab. Lihat saja, karena perhatian yang laki-laki itu berikan, Umji sampai jatuh hati lagi padanya.

"Apa mungkin Wooseok pengirimnya?"

Pertanyaan SinB beberapa hari yang lalu kembali muncul di kepala Umji. Saat pertama kali mendapat pertanyaan itu, logikanya langsung menyangkal. Ia masih ingat betul percakapannya dengan Wooseok ketika dirinya pertama kali bercerita tentang surat yang ia terima.

"Menurut lo siapa?" tanya Umji pada Wooseok.

Yang ditanya mengangkat bahu tanda tidak tahu lalu menjawab cepat, "Bukan gue."

Malam itu Umji bahkan merasa geli membayangkan jika surat-surat itu ternyata berasal dari teman dekatnya sendiri. Namun sekarang di ruang kecil hatinya, ia justru sedikit berharap jika surat itu benar dari Wooseok.

"Seok," panggil Umji.

"Kenapa?" tanya Wooseok tanpa menoleh.

Umji kembali diam. Tadinya ia ingin menanyakan langsung pendapat Wooseok tentang dugaan SinB, tapi nyalinya sudah ciut lebih dulu. Ia merasa sahabatnya itu tidak mungkin punya rasa padanya sampai meletakkan surat di loker. Ia tidak ingin terlalu percaya diri dan berakhir sakit hati.

"Nggak jadi," ucap Umji pelan.

Mendengar perkataan Umji, Wooseok akhirnya menoleh penuh pada gadis itu. "Kenapa?" tanyanya lagi.

Gelengan kepala Umji berikan sebagai jawaban. Ia benar-benar tak siap jika harus mendengar ucapan Wooseok yang tidak sesuai harapannya.

Aduh, membayangkannya saja Umji tidak kuat.

"Mau gue fotoin, nggak?" tawar Wooseok tiba-tiba.

Umji mengernyit heran, tetapi akhirnya mengangguk. "Boleh, deh. Dari tadi belum banyak foto. Pakai HP lo, ya. Kamera lo bagus soalnya."

Wooseok menurut, menerima ponselnya dari Umji. Ya, sejak tadi ia memang menitipkan benda pipih tetsebut di tas Umji.

Sementara Wooseok menyiapkan aplikasi kameranya, Umji menata kembali rambut dan bandonya. Hari ini rambut gadis itu dibiarkan terurai dengan bando berbentuk telinga kucing yang tadi sempat dibelinya.

"Rapi, nggak?" tanya Umji saat Wooseok mulai mengarahkan kamera ponsel padanya.

Wooseok berdeham kecil, mengiyakan pertanyaan Umji.

Gadis dengan wajah menggemaskan itu mulai bergaya, memberi senyum terbaiknya. Wooseok mulai memotret tanpa aba-aba, memotret banyak seperti yang biasa Umji minta.
















"Bagus-bagus, nggak?" tanya Umji saat Wooseok mulai menurunkan ponselnya.

"Iya," jawab Wooseok yang masih fokus mengecek hasil bidikan kameranya.

"Gue nya cantik, nggak?"

Wooseok tak langsung menjawab. Wajahnya kini terangkat, seolah menilai wajah Umji langsung. "Biasa aja," jawabnya final.

Sebuah tepukan cukup kencang mendarat di lengan kanannya. "Puji dikit, dong!" protes Umji.

Ringisan kecil terdengar dari mulut Wooseok sebelum kemudian berganti menjadi kekehan gemas. Tangannya terulur, mengacak puncak kepala Umji yang tidak tertutup bando. "Iya, cantik."

Umji memasang cengiran khasnya, mencoba menutupi rasa gugup yang seketika melanda. Kalau begini ceritanya, bagaimana cara Umji untuk tidak semakin berharap surat-surat itu berasal oleh Wooseok?





 Kalau begini ceritanya, bagaimana cara Umji untuk tidak semakin berharap surat-surat itu berasal oleh Wooseok?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Part 13

liat nih,

user instagram koesoowgnuj ini memang mudah bikin oleng banget>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

user instagram koesoowgnuj ini memang mudah bikin oleng banget>.<

Dari dan Untuk [Umji FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang