"uhn.. paa" Adrian terbangun, terbiasa selalu memanggil papanya ketika di rumah, ia menggeliat tubuhnya terasa berat lengannya juga terasa kebas sekali namun ia terlalu mengantuk untuk bangun, Adrian menduselkan kepalanya namun tak butuh waktu lama ia sadar yang memeluknya sekarang bukanlah sang papa, Adrian bangun dengan cepat, ah ternyata kakak barunya itu.
"Ini masih terlalu pagi untuk bangun" kafra menarik pelan Adrian untuk kembali berbaring di sebelahnya, untuk beberapa saat Adrian linglung sekarang ia sedikit sadar, matanya terbelalak melihat jarum berada di lengannya.
"PAPAAA" teriakan melengking dari Adrian tentunya membuat kafra terlonjak kaget.
BRAKK
begitu pula penjaga yang berjaga di depan ruangan Adrian mereka menerobos masuk dengan cepat takut terjadi sesuatu pada tuan muda baru mereka.
"Hey adik kenapa berteriak? apa ada yang sakit? nafasmu berat lagi? apa perlu kakak pasangkan nasal saja?" pertanyaan beruntun dari kafra tak di hiraukan oleh Adrian ia memukul wajah kakaknya itu dengan kencang terlampau kesal ntah kenapa.
suara gaduh dari pintu yang terbuka kembali terdengar, terlihat leide serta alwen berdiri dengan pandangan khawatir di sana, mereka segera menghampiri ranjang Adrian, dan kenapa jefran tak ada ialah dikarenakan ia pergi sejak tadi malam mengurus masalah di salah satu perusahaan.
"sakit kakak, lepas" Adrian mengangkat lengannya, sekarang kafra tau apa yang adiknya itu tangisi, ia dengan pelan mengecup lengan adik gembulnya itu, Adrian tak menolak papanya juga suka begitu jika ia terjatuh ataupun tersandung papanya bilang jika di kecup lukanya akan cepat sembuh lebih cepat berkali-kali lipat.
"tahan, ini akan lebih cepat sembuh jika kau tidak menangis"
"un benarkah " kafra mengangguk lalu mengusap pelan air mata yang berada di pipi gembul adiknya itu, dua penjaga yang mendobrak kamar tadi sudah keluar kembali mereka tersenyum lembut, jarang sekali pagi hari di mulai dengan kegaduhan dan juga kehangatan.
"keluarlah ada yang ingin aku bicarakan dengan bocah ini" suara serak itu mengagetkan Adrian ia mendongak pelan melihat orang yang mengata-ngantai papanya kemarin, ia menatap sengit orang di hadapannya itu.
"Cepat selesaikan, grandpa akan keluar sebentar sayang jangan lupa beristirahat kembali ini masih terlalu pagi untuk bangun"
Laide mengecup pelan dahi cucunya itu
sedikit terkejut ketika mendapatkan balasan kecupan ringan di pipinya dari cucu yang paling menggemaskan, setelah itu ia melangkah keluar dari ruangan sang cucu tak lupa tersenyum sombong di hadapan anak dan cucunya yang lain."Ian tidak mau, kak fa tak boleh pergi" bocah gembul itu memeluk erat kafra yang berada di samping tubuhnya, alwen mendengus pelan kekanakan sekali fikirnya, namun dalam hati alwen yang paling dalam ia sedikit gemas dengan tingkah keponakan nya itu.
"kau pergilah" tunjuk alwen pada kafra, keponakan berandal ini hanya tersenyum pelan tanda mengejek, alwen ingin memukul wajah menyebalkan itu namun ia tahan karena ada Adrian di ruang saat ini.
"Adikku ingin denganku, bukan dengan mu paman " kafra mengangkat tubuh adiknya itu pelan mendudukkan bocah itudi pangkuannya, Adrian tak menolak ia senantiasa memeluk kakaknya itu tanpa rasa canggung.
"Pergilah paman jelek hus hus"
"Kau boc-"
"Akanku laporkan pada grandpa jika kau berkata kasar"
"Sialan" alwen benar-benar emosi sekarang, ia bukan tipe penyabar termasuk dengan keluarga sendiri.
"Paman sialan" beo Adrian, kafra dan alwen kaget mendengar itu, kafra dengan cepat menutup telinga sang adik, bahaya sekali adiknya ini jika saja kakeknya tadi masih berada di ruangan ini dan mendengar Adrian berkata kasar karena meniru ucapan alwen mereka pasti akan menjadi daging cincang dalam sekejap.
"jaga ucapan mu" ucap kafra ia memperingati alwen.
Alwen menghela nafas berat, pagi-pagi emosinya sudah meluap kemana-mana.
"Bocah" alwen mencoba melembutkan suaranya, sedangkan adrian ia masih membuang pandangan sembari mengintip sedikit wajah paman menyebalkan itu.
"Aku bukan bocah"
"Ya baiklah kid"
"Akan ku adukan pada papa nanti"
"Yayaya katakan saja pada papamu itu"
"un"
"Aku hanya ingin meminta maaf"
"Untuk?" Adrian bingung, untuk apa paman jeleknya itu meminta maaf, ia menoleh ke melihat wajah paman nya itu.
"Telah membuat penyakitmu kambuh, dan menyakiti tubuh kecil itu"
"Itu sudah biasa tak perlu meminta maaf, dan Ian sudah dewasa tidak kecil lagi"
"itu bukanlah hal yang harus kau anggap sepele seperti itu" alwen kesal sekarang, ia kesal ponakannya itu terlihat tak perduli dengan penyakitnya dan menganggap itu adalah hal sepele.
"biasa saja, kakak Ian mengantuk" Ian tak ingin bercekcok dengan paman menyebalkan itu jadi ia memilih untuk tidur kembali, kafra dengan sigap membenarkan posisi Adrian ia menarik selimut itu dengan lembut lalu mengusap rambut itu pelan tak lupa mengecupnya, mata Adrian sudah terlihat sayu anak itu kembali mengantuk sekarang.
Kafra keluar dari ruangan sang adik tak ingin menganggu istirahat adik lucunya itu, sedangkan alwen ia masih berada di sana melangkah pelan mendekati ranjang, alwen mengecup pelan surai lembut sang ponakan lalu ia keluar mengikuti langkah kafra tadi.
Ini si kesayangannya adek setelah papa, papa nomor satu ini nomor dua, kalo kalian nomor berapa ya?
.
.
.
.
maaf pendek.
kalo ada salah kata atau apa tolong bilang ya biar bisa aku perbaiki lagi kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHOULD I STAY? [END]
غموض / إثارةalderich original novel. alangkah baiknya follow dulu sebelum baca. [ Slow update ] Adrian bocah lucu dan juga lugu yang terpaksa harus tinggal di rumah sang kakek selama beberapa waktu di karenakan sang papah yang sibuk dan tak dapat menjaganya den...