Saat Bunda ditemukan tidak bernyawa.....
"Kasian anak ini, dimana sanak saudaranya?"
"Warga sekitarpun seperti enggan datang.."
"Adakah catatan kriminal? Aneh banget"
Berbagai percakapan serta dugaan yang dapat didengar Lenna, hingga satu ungkapan prasangka terdengar oleh Lenna "Jangan-jangan anaknya sendiri pembunuhnya?!"(Kesal) Benar-benar..!!!!sial
Kini, Lenna menjadi saksi atas tragedi yang merenggut nyawa ibu asuh (orang yang diduga sebagai orang kepercayaan Bunda Lenna). Seluruh lingkungan sekitarnya gempar akan berita tragedi tersebut. Lenna menjadi sorotan yang paling ingin ditemui oleh orang-orang yang penasaran, tanpa tak nampak sedikitpun perasaan peduli akan kondisi psikis seorang gadis remaja yang tengah melalui masa-masa sulit ini seorang diri. Tidak ada siapapun yang berada disampingnya kini, Lenna merasa sendirian dan itu sangat membuatnya ketakutan.
"Bukannya ibu asli anak itu juga mati terbunuh?"
"Ah iya, kok bisa kebetulan gitu..."
"Tapi dia anak yang berprestasi lho, tomboy keliatannya.."
"Jangan-jangan terlalu ditekan kali anaknya, makanya begitu..."
"Anak pembawa malapetaka!"
"Jangan-jangan anak itu pembunuhnya?!"(Marah) Haah Pantaskah aku saja yang dibunuh....
Hanya seorang polisi yang baik hati dan penuh perhatian yang berpihak pada Lenna, yang turut prihatin atas apa yang menimpa Lenna diusia Lenna yang masih sangat muda. Hasan, polisi yang juga bertugas di TKP saat Anna Lenna ditemukan tewas terbunuh. Seorang polisi yang memiliki jiwa sosial yang besar, dan pernah hendak mengangkat Lenna sebagai anaknya. Namun Lenna yang menghilang begitu saja setelah pemakaman, membuat niatnya tertahan. "Mengapa hidup begitu kejam padanya..?"
"Nak, semua akan baik-baik saja. Ini air hangat, minumlah. Tenangkan dirimu.." ucap Hasan.
"Ehm" Lenna meraih gelas berisi air hangat itu, memandang "tidak ada racunnya ya?" gumam Lenna. Putus harapan.
"Apa?" terdengar, Hasan terkejut.
"Bukan apa-apa, terima kasih" ucap Lenna menunjukan senyuman tipis diwajahnya, "Bisakah paman tetap disini" pinta Lenna.
"Suara diluar sana terlalu ramai, tapi didalam sini sepi" ungkap Lenna.Hasan tersenyum, mengelus puncak kepala Lenna "Tentu"
Senyum kecil, "Terima kasih".Hasan menetap sementara didalam ambulans, menemani Lenna yang terus termenung tanpa tau apa yang sebenarnya difikirkannya saat ini. Lenna melihat orang-orang diluar sana melalui jendela kaca dalam mobil ambulans, mungkin orang-orang yang melihat sikap Lenna akan apa yang telah terjadi saat ini berasumsi beragam (Anggapan Lenna).
Selama setahun bersama ibu asuh terasa seperti neraka, tidak ada waktu yang bisa Lenna rasakan untuk merasakan kehangatan keluarga seperti pelukan seorang ibu sekalipun. Lenna merasa ibu asuh begitu mengekang dirinya, peraturan yang diberikan ibu asuh membatasi gerak Lenna menjalani aktivitas.
Pukulan dan hinaan yang Lenna dapati dari ibu asuh tidak akan dapat dijumpai bukti fisiknya, sebab tiap luka Lenna langsung obati dengan sendirinya, juga tiap hinaan yang didengarnya Lenna sudah Lenna musnahkan rasa sakit hati, luka batin itu bersamaan perasaan yang Lenna rasa mungkin tidak akan berguna lagi, ia buang begitu saja. Selama masih ditempat ini, perasaan itu tidaklah penting.
"Setelah ini tinggal dimana ya?...." lamun Lenna.Tak lama kemudian, seorang laki-laki dengan wajah ramah sedikit jutek menyapa Lenna dari luar mobil ambulans "Permisi...dik" Lenna hanya diam.
"Nama kamu Lenna kan? Lenna Adya...." Memiringkan kepala, kedalam mobil ambulans melihat kearah mata sorot mata Lenna tertuju. Lenna abai.Hasan yang sedang bersama Lenna didalam ambulans terasa di acuh tak acuhkan, angkat suara "Maaf pak, anda siapa ya?".
"Saya Jayden, kaka ke-2 Lenna" memperkenalkan diri, ramah tapi keramah-tamahannya saat itu tidak sesuai dengan situasi yang sedang terjadi, "Saya sudah lama mencari adik saya ini. Sejak mendengar bahwa ibunda meninggal dunia tahun lalu, saya langsung mengecek lokasi pemberitaan namun adik saya sudah tidak berada disana. Syukurlah sekarang takdir mempertemukan" senang.
Hasan curiga, sejak pertama kali ia melihat Lenna sebagai gadis kecil yang malang dan butuh perhatian kasih sayang. Tak ada seorangpun yang berada di samping Lenna manakala hari membuat gambaran duka dalam benak Lenna yang masih kecil itu (sudut pandang Hasan). Kini tiba-tiba saja ada seorang yang entah dimana datangnya, mengaku sebagai keluarga? Kemungkinan bisa saja terjadi, tapi mengapa hati ini risau "Jadi anda kakanya Lenna?"
"Benar, pak"
"Bisa anda buktikan?"Hah?! (megerutkan kening) Jayden terdiam, hawanya seperti menahan diri akan sesuatu. Lenna yang jaraknya tidak berdekatan oleh Jayden-pun dapat merasakan hawa yang mencekam dari Jayden, "Seperti ingin menghunus sesuatu" ungkap Lenna dalam hati.
Lalu Jayden berkata tegas tidak ingin dibatah oleh siapapun, orang yang sama sekali tidak berniat kompromi karena sudah merasa benar. "Ini adik saya pak!, jika bapak penasaran silahkan bicara dengan pengacara saya. Saya akan bawa adik saya pergi!"
Set! Lenna terkejut, ketika seseorang bernama Jayden langsung membopong dirinya keluar dari ambulans dan berjalan cepat memasukannya kedalam mobil.
"Pak...tunggu? Anda harus melalui beberapa prosedur dulu" mengejar Jayden. Tapi Hasan tertahan dihalangi oleh seseorang pria paruh bayah berjas hitam, mengaku dirinya sebagai pengacar pribadi Jayden.
Jayden yang berlalu, berbicara pada pengacara "Cepat kau bicara dengan orang-orang itu. Dia adik ku, bagaimana bisa hubungan darah bisa salah? Aku tidak ingin ada pertumpahan darah disini".
"Baik tuan muda, saya akan jelaskan pada mereka"
"Bagus..., beritahu aku perkembangan kasus hari ini. Aku harus membawa adik ku untuk beristirahat""Baiklah tuan muda, hati-hati dijalan" menunduk patuh.
Jayden menghela nafas panjang kemudian menghebuskan perlahan, sampai gemuru amarah terasa menurun semua dapat dikendalikan dengan mudah. Jayden masuk kedalam mobil, menyalakan mesin mobil lalu pergi dari tempat kejadian perkara (TKP).
Lenna yang duduk disamping pengemudi, hanya bisa tertunduk lelah dan bertanya-tanya "Mau dibawa kemana sekarang?" seolah menganggap dirinya sebagai barang yang bisa dibawa kesana-kemari. Lenna sama sekali tidak mengenal seseorang yang bernama Jayden, yang mengaku sebagi kaka ke-2 Lenna. Namun mendapati Jayden dengan luwes berbicara juga mengobrol padanya, Lenna memiliki tanggapan bahwa Jayden sangat mengenal Lenna. Meskipun tak sekalipun Lenna meresponnya atau mengingat siapa Jayden.
Jayden terus bergumam senang dalam benaknya, akhirnya setelah beberapa tahun lamanya, Jayden yang tiap hari harus berhadapan dengan adik-adik yang tak pernah akur dirumah, bisa menemukan sosok adik yang penurut "Lenna adalah adik yang penurut." Ungkap Jayden. Berfikir "berarti aku orang kedua yang menjumpai adik" bangga Jayden. Sebab yang pertama sudah dilakukan oleh sang kepala keluarga "Memang tidak mau kalah ya...".
Sementara itu, Lenna yang diam dikursi samping pengemudi memandang ke depan. Jalan yang tidak terlalu ramai, warna lampu kendaraan yang berlalu-lalang serupa kunang-kunang tapi ini lebih beragam warna. Malam itu nampak terang, Lenna bertanya pada dirinya sendiri, "Bahkan aku masih berfikir jika bisa untuk ku segera mati"
Lenna melirik kearah Jayden, tanpa sengaja sorot mata mereka saling bertemu. Jayden tersenyum, Lenna memalingkan wajah.
Bunda sering bercerita kalau dirinya memiliki beberapa saudara, Bunda sangat bahagia tiap kali menceritakan saudara-saudara Lenna yang setahun bahkan lebih tua beberapa tahun dari Lenna. Saudara kandung yang Lenna tak pernah ketahui seperti apa wajahnya atau lebih tepatnya Lenna telah melupakan seluruh hal-hal yang terjadi dimasa lalu. Setidaknya mendengar cerita Bunda menjadi bekal bagi dirinya ketika bertemu dengan saudara-saudara nya kelak.
Tapi..apa benar yang mengemudi mobil disamping ku, benarkah kaka ku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Chapter 1 : Killer Family Obsession
Mystery / Thriller⚠⚠ Pemberitahuan ⚠⚠ Cerita ini mengandung unsur adegan 18+ tidak diperuntukan untuk anak dibawah umur!! (bacalah cerita sesuai umur kalian, okey) Sinopsis: Apakah kalian pernah membayangkan hidup diantara para pembunuh? Pernahkah berfikir, apa alasa...