"Aw, aw...sakit" mengaduh sakit Lenna, pergelangan kaki Lenna masih terasa sakit jika digerakan namun tidak ada tanda memar sedikitpun.
"Padahal kemarin yang terasa hanya pipi aja, rasa sakitnya-pun sudah hilang" ungkap Lenna, memandang diri sendiri di cermin. Dipengangi Lenna memar pada bagian pipi yang meninggalkan bekas merah pudar "Syukurlah bisa tertutupi riasan".
Lenna tak ahli dalam makeup, waktu kecil Lenna sekedar melihat Bunda berdandan dikamar. Bunda menutupi wajah yang pucat menggunakan riasan, nampak natural dan cantik.
"Bunda cantik" puji Lenna. Tersenyum manja.
Dan entah karena sering melihat Bunda melakukan aktivitas yang sama setiap hari, tanpa Lenna sadari Lenna dapat melakukan hal yang sama persis seperti apa yang Bunda sering lakukan. Tapi Lenna lebih sering memakai bedak berwarna natural maupun putih (bedak bayi) sebagai riasan, itupun Lenna gunakan untuk menutupi luka atau memar yang berbekas atau butuh waktu lama untuk sembuh pada bagian wajahnya. Bagian lainnya bisa ditutupi dengan baju.
Di sekolah dasar, Lenna yang tidak memiliki banyak teman sering kali dijahili dan bertengkar dengan anak sebayanya bahkan anak yang usianya berada diatas Lenna. Akibatnya, Lenna dikenal sebagai anak perempuan nakal dan tomboy. Karena tidak mau membuat Bunda khawatir, Lenna selalu membawa kotak kecil berisi bedak di saku bajunya untuk menutupi luka dan memar yang berbekas di wajahnya.
Lenna melirik kotak kecil diatas meja belajarnya, dibuka kotak kecil tersebut, isinya masih sama. "Haaah...." Menghela nafas, hampir saja air mata menetes basahi pipi "Tetap tidak biasa meski sudah biasa".
Bedak putih dipoleskan Lenna di sekitar pipi yang nampak memar merah pudar, Lenna oleskan perlahan begitu rapih hingga tidak ada seorangpun sadar seperti apa penampilan aslinya "Sering, terlalu sering" ucap Lenna, bosan akan hidup melelahkan.
Menutup pintu kamar, berjalan ke lantai bawah. Kakak lelaki pertama Lenna, Andrian sedang menunggu sambil sesekali melihat jam tangan, mengatur waktu. Andrian melihat kehadiran Lenna, kaku menyapa.
"Pagi" sapa Andrian, "Adik cantik" pujinya.
Lenna tersenyum kecil, masuk ke dalam mobil.
"Karena kamu tidak biasa sarapan. Ada segelas susu sereal hangat didalam mobil Ehm, semoga adik suka" Andrian menutup pintu mobil.
Andrian duduk di kursi pengemudi, Lenna duduk di kursi samping pengemudi. Kedua kakak beradik itu duduk bersebelahan. Andrian memberikan segelas susu sereal yang dimaksudnya tadi, kemudian menghidupkan mobil. Mobil pelan perlahan cepat keluar kediaman, melesat menuju jalan raya.
"Kemarin kakak dengar, Evan teledor" pungkas Andrian.
"Kamu ga apa-apa kan, Len?" (Andrian)
"Kakak mu itu harus berlatih untuk menghilangkan kecerobohannya"Lenna melirik pada Andrian, acuh tak acuh. Tidak berkata apapun, hanya diam bagai robot yang disetel mode "silent".
Mendapati sikap adiknya yang demikian, Andrian ragu untuk melanjutkan pembicaraan. akhirnya berhenti bicara, diam sepanjang jalan penuh kebisuan.
Sesampai gerbang sekolah, Andrian mengecek seluruh perlengkapan sekolah Lenna yang telah Lenna pastikan sebelumnya lengkap sebelum berangkat sekolah.
"Andai saja ada yang kelupaan, beli yang baru di koperasi" Andrian menyodorkan sejumlah lembar uang pada Lenna. Lenna melihat uang yang berjumlah banyak tersebut, melihat dengan sorot mata yang berkata "tidak suka!" begitulah.
Berbalik pergi, Lenna tidak mengambil sepeser-pun uang yang disodorkan kakak pertamanya itu. Melangkah cepat menuju kelas.
Sementara Andrian terteguh, binggung "uangnya kurang ya?" fikir Andrian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chapter 1 : Killer Family Obsession
Misteri / Thriller⚠⚠ Pemberitahuan ⚠⚠ Cerita ini mengandung unsur adegan 18+ tidak diperuntukan untuk anak dibawah umur!! (bacalah cerita sesuai umur kalian, okey) Sinopsis: Apakah kalian pernah membayangkan hidup diantara para pembunuh? Pernahkah berfikir, apa alasa...