Trengg nengneg....tuk trangg...syalala
Tuk trang...nengneg..ting-ning nig...Alunan melodi naik turun dengan ringan nan menenangkan, dilihat Lenna kotak musik pemberian teman dekatnya (Dira) terus-menerus. Tak jenuh, menuai rindu. Rindu pada seseorang yang tak pernah dirinya sangka-sangka akan menimbulkan rasa ingin bertemu senyata ini. Teringat masa bersama-sama di sekolah menengah pertama (SMP), masa yang indah meski ada pula garis-garis luka dibelakang keindahan. Lenna juga teringat masa-masa dimana ia masih bersama Bunda, Bunda yang selalu menyayangi Lenna.
Sebenarnya, "Aku tak ingin mengulang waktu" sebab ada luka yang tak ingin dilalui kembali. Lenna bersyukur dapat melewati dan bertahan sejauh ini. Akan tetapi, diantara rasa sakit yang terukir dimasa lalu, ada orang-orang yang meninggalkan jejak kenangan indah yang Lenna harap dapat seterusnya Lenna rasakan dan temui "betapa aku ingin se-egois itu" walaupun rasa indahnya tidak seberapa untuk menutupi luka-luka yang ada "setidaknya aku merasa bahagia, seperti orang-orang diluar sana".
Hari ini, bukan. Selama tiga hari belakang ini, Carlo (Ayahnya Lenna) kembali memberikan perintah yang mengakibatkan Lenna harus kembali berdiam diri didalam kamar.
"Padahal sedang masa orientasi siswa di sekolah menengah atas 💢 " kesal bercampur sedih Lenna.
Lenna berniat melanjutkan sekolah menggunakan uang yang ditabung selama bekerja selama ini. Tapi uang tabungan Lenna tidak cukup banyak untuk dirinya melanjutkan jenjang pendidikan. Apalagi tanpa beasiswa, yang dulu Lenna sering dapatkan dan meringankan biaya sekolah, tahun ini tidak dapat Lenna dapatkan.
Tak ada pilihan lain selain menerima keputusan yang telah dibuat Ayah. Lenna masuk sekolah swasta yang terletak di pusat kota. Sekolah yang terkenal elite dan terdapat banyak anak-anak dari orang-orang berpengaruh didalamnya. Sekolah yang bagus di mata orang-orang yang hendak menata masa depan melalui relasi.
"tidak buruk sih" mengingat posisi keluarga Beardsley yang terpandang (fikir Lenna).
Namun yang membuat Lenna bertanya-tanya ialah mengapa dirinya seolah tidak memiliki kehendak atau hak bagi dirinya sendiri? Selalu diatur, sudah diatur, dan diatur (terencana tanpa melibatkan dirinya). Lenna yang telah kecewa karena tidak mendapatkan beasiswa serta mendapatkan perlakuan "serba diatur" oleh sang ayah dan kakak-kakak lelakinya. Hanya dapat menatap kosong sekeliling. Seolah tak ada harapan untuk berharap ataupun bermimpi.
Tak ada rencana apapun yang dapat terfikirkan oleh Lenna, semua seakan buyar selepas hal-hal yang patahkan semangatnya.
Di suatu hari Lenna mendengar kabar, dari sekolah menengah atas yang akan dirinya masukin, mengadakan kegiatan orientasi selama tiga hari (kamis, jumat, sabtu) dan seluruh murid baru diharuskan hadir. Lenna yang merasa dirinya harus hadirpun dan hendak izin pada Ayah (Carlo) untuk dapat diperbolehkan mengikuti kegiatan tersebut.
Namun sayangnya, timing Lenna kurang tepat. Dan baru Lenna ketahui ketika sudah berada didalam ruang kerja sang Ayah. Ayah melarang keras Lenna, dan mendengar nada bicara Ayah. Ayah terdengar sedang marah.
Ayah tidak memperbolehkan Lenna untuk dapat mengikuti kegiatan orientasi sekolah.
"Ta,pi aku ingin....aku mo-hon" ucap Lenna."Ayah yang daftarkan mu sekolah, dan ayahlah yang berhak mengatur segala aktivitas mu disana. Mengerti...!" (Carlo).
"Kamu tidak berhasil perihal beasiswa itu kan?"
Lenna menundukan kepala.
"Beruntung kamu bisa masuk dengan mudah di sekolah pilihan, dengan kemampuan mu itu bagaimana bisa kamu mendapatkannya?"
Jleb, tertusuk, terluka hati Lenna dengan kata-kata yang dikatakan oleh ayah kandungnya sendiri. Lenna diam seribu bahasa, rasa sakit hati terasa membuat diri terbungkus bungkam Lenna enggan berbicara. Air mata seakan siap sedia tumpah, tiap huruf yang hendak terucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chapter 1 : Killer Family Obsession
Misteri / Thriller⚠⚠ Pemberitahuan ⚠⚠ Cerita ini mengandung unsur adegan 18+ tidak diperuntukan untuk anak dibawah umur!! (bacalah cerita sesuai umur kalian, okey) Sinopsis: Apakah kalian pernah membayangkan hidup diantara para pembunuh? Pernahkah berfikir, apa alasa...