Bunda yang terbujur kaku dilantai berlumuran darah. Entah dibagian mana Bunda terluka, mirisnya darah yang menempel disekujur tubuh Bunda seolah mengatakan
"Tertusuk berkali-kali ditempat berbeda". Kemudian Bunda dibawa keruang autopsi dan lain sebagainya, singkatnya sampai ke tempat pemakaman.Namun malangnya tidak ada siapapun yang datang ke pemakaman Bunda, Lenna kesal juga berduka atas kepergian Bunda dan atas ketidakpedulian orang-orang sekitar yang tidak datang kepemakaman Bunda.
"Apa salah Bunda?! Mengapa mereka bersikap seolah kehadiran Bunda tidak ada artinya?" mengepal tangan. Padahal setiap hari selalu ada yang menyapa, Bunda sering mengobrol dengan orang-orang sekitar rumah termasuk tetangga yang rata-rata pekerja kantoran.
Cantik, ramah, ceria, baik hati, suka menolong itulah Bunda. Kenapa semua orang terasa seperti membenci Bunda? Lenna sama sekali tidak mengerti dan hanya bisa mengumpat dalam hati.
Di kesunyian sepinya area pemakaman. Seorang wanita berusia 39tahun menghampiri Lenna dan mengatakan bahwa Bunda telah memberikan kepercayaan padanya untuk mengurus Lenna layaknya anak sendiri jika manakala Bunda tidak berada lagi disamping Lenna.
"Percayalah kamu tidak akan sendirian" ucap wanita itu, bagai sihir yang membuat Lenna terlena begitu saja. Seolah meletakan kertas putih diatas meja sebagai bentuk gambaran hidupnya, diletakan begitu saja tanpa peduli apakah kertas itu akan terkena debu, noda, terhempas angin ataupun robek menjadi dua bagian bahkan berkeping-keping.
"Asalkan aku tidak sendiri" gumam Lenna, terhipnotis oleh ketakutannya. Beranjak dari tempat duka mengikuti tiap langkah seorang wanita yang pada nyatanya, apa yang dikatakan pada Lenna hanyalah kebohongan yang dibungkus dengan ungkapan "percaya" atau "kepercayaan". Kebohongan yang membawa Lenna masuk kedalam dunia yang keras. Lenna bisa dibilang "anak penurut".
Dibentak, dihina, dipukul, dikurung dan hal tak berperasaan lainnya. Kini menjadi makanan keseharian Lenna sejak kepergian Bunda. Meski perut Lenna hanya berisi satu roti yang baru dimakannya setelah tiga hari berlalu. Lenna lebih takut akan kesedirian daripada rasa sakit dan rasa lapar yang terus menerpa fisik juga mentalnya.
Setahun sudah berlalu....."Tenyata waktu berjalan terlalu lambat ya".
Lenna bagai pemeran diatas panggung pementasan drama, bertingkah seperti biasanya. Bersosialisasi, mengikuti pelajaran, ekstrakulikuler dan kegiatan yang Lenna sukai asalkan masih dalam lingkungan sekolah. Apabila melebihi itu, wanita yang Lenna sekarang anggap sebagai "ibu asuh" akan memarahi Lenna bila ketahuan keluar dari batas yang ditentukan tanpa izin terlebih dahulu. Ibu asuh bagaikan penyihir yang mengekang seorang putri.
Yah, izin pun tidak akan ada jawaban "setuju". Tapi Lenna kadang kali nekat dan pergi, bukan untuk bermain, melainkan bekerja.
Jika ketahuan, Lenna sudah dapat menebak apa yang akan dialaminya nanti dirumah.
Hebat, semua tertutupi dengan sempurna atau lebih tepatnya tidak ada yang peduli akan kondisi yang menimpa Lenna. Lenna bungkam dan menjalani hari berat berselimut aura ceria yang mengelabui tiap mata orang-orang sekitar Lenna. Lenna sama sekali tidak memiliki harapan untuk mengakhiri segala penderitaan yang tengah dialaminya. Sepeninggal seseorang yang dekat dengan Lenna, Lenna menjadi anak yang tertutup dengan sikap terbuka (pura-pura).
"Len, nanti kerkom dirumah kamu boleh?"
(kaget) "Ah, dirumah ku? Tapi gimana kita kerkom langsung aja disekolah. Rumah ku ga bisa lagi ada tamu rame banget, aku ga betah. Lagipula kalau disekolah lebih adilkan" (mengalihkan).
"Owh yaudah, kita kerkom disekolah aja deh setelah bel pulang sekolah berbunyi. Gimana semunya....setuju....?.."
"SETUJU....!" Serentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chapter 1 : Killer Family Obsession
Misterio / Suspenso⚠⚠ Pemberitahuan ⚠⚠ Cerita ini mengandung unsur adegan 18+ tidak diperuntukan untuk anak dibawah umur!! (bacalah cerita sesuai umur kalian, okey) Sinopsis: Apakah kalian pernah membayangkan hidup diantara para pembunuh? Pernahkah berfikir, apa alasa...