Halo, bertemu kembali di karya aku yang berjudul Accismus.
Bagaimana kabar kamu yang membaca ini?
Aku harap kita semua dalam keadaan baik-baik saja dan selalu diberi lindungan oleh Tuhan.
Aamiin
Maaf ya aku gak up-up Accismus, soalnya lagi banyak tugas. Sebenarnya nggak itu aja sih alasannya, aku lagi insecure sama karya aku.
So, aku tunggu komentar kamu semua di part ini. Komen yang banyak yaaa.
Jangan lupa vote, hhehehe.
Happy Reading
Salad buah yang menghiasi piring putih, dengan segelas susu rasa vanilla. Semua hidangan ini, ada di depan Zenobia. Tapi, Zeno menyantap makanan itu dengan poker face–nya. Terlebih, melihat seseorang di sampingnya. Yang hanya fokus dengan sebuah buku. Zeno tidak tahu buku apa itu dan tidak peduli.
"Dek, nanti jangan lupa ada jadwal les piano!" ujar Arumi—mamanya Zeno—kepada seorang anak perempuan yang menggunakan kaca mata serta rambut yang dikepang satu dan memegang sebuah buku.
Wanita berambut pendek, yang menggunakan blazer itu terlihat lihai memotong roti lapis di piring anak perempuan itu—Zeya—adiknya Zeno.
"Abang, nanti jangan lupa check up rutin. Oke! Calon dokter harus bisa jaga kesehatan juga," ujar Arumi, sambil mengecup singkat dahi Zean—kakaknya Zeno.
Oh iya, Zeno memiliki dua saudara kandung. Pertama Zean dan sekarang berada di semester keempat sebagai mahasiswa kedokteran. Lalu Zeya adalah anak bungsu keluarga ini, dia memiliki segudang prestasi, saat ini sedang berada di bangku kelas dua SMP.
Akhirnya, Arumi telah duduk di kursinya. Mulai menikmati sarapan paginya. Tapi, saat menengar suara seorang pelayan, dia urungkan niatnya.
"Tuan menuju ruang makan," ujar seorang pelayan.
Tidak lama, seorang pria paruh berumur sekitar 40 tahunan dengan balutan rapi setelan jas datang dan duduk di kursinya. Tatapannya tenang, menatap satu per satu anggota keluarganya.
Pria itu adalah Romeo, dia adalah kepala keluarga di keluarga ini. Romeo adalah pengusaha di bidang kuliner. Romeo juga seorang chef yang sangat terkenal, dan kerap di undang untuk menjadi juri lomba memasak di Indonesia dan Asia. Memiliki banyak restoran dan cafe yang tersebar di Indonesia serta beberapa negara Asia tenggara lainnya.
Tapi, jika tentang masakan di rumahnya, dia tidak pernah mengomentarinya.
Kini, tatapan Romeo, berhenti pada putri keduanya. "Bia, hari ini kegiatan kamu apa?"
Zeno mendongak, senyuman tipis tercipta di bibirnya. Papanya memang memanggil Zeno dengan panggilan Bia. "Aku—" ucapan Zeno terpotong.
"Nggak akan ada kegiatan bermanfaat, yang bisa dia lakukan," potong Arumi.
Mendengar sarkas dari mamanya, membuat Zeno bungkam, dia sempat melirik sekilas ke samping. Sempat beradu tatap dengan Zeya, adiknya itu tersenyum sinis kepadanya. Sepertinya Zeya suka melihat dia dipermalukan.
Tapi Romeo, dia menghela napas pelan. Lalu, dari Aruna, beralih pada Zeno. "Jadi, kegiatan Bia hari ini apa?" tanya Romeo dengan suara lembut.
Zeno beryukur, papanya seolah tahu dengan apa yang dia rasakan.
"Setelah pulang sekolah, Zeno mau spa dan shopping."
"Kan benar kata Mama, nggak ada kegiatan bermanfaat yang dilakukan sama Kak Zeno, Papa," ujar Zeya yang terdengar sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ACCISMUS
Teen Fiction"Katanya, kematian adalah akhir yang indah dari segalanya!" - Kedatangannya, bukan tanpa alasan. Dia harus menginjakkan kakinya di sebuah sekolah bernama Meteor High School. Meteor High School, sekolah elit ternama yang hanya menerima anak-anak dar...