Bab 10

2.6K 171 8
                                    

Antara ragu, malu,  bercampur baper. Valentina merangkul erat pinggang ramping Raditya untuk pertama kali. Tubuhnya mengikuti motor matic yang dikendarai Raditya cukup cepat,  meliuk-liuk melewati kendaraan yang memadati jalanan.  Tapi,  semua itu tak berarti kala jemarinya yang gemetaran merasakan pahatan perut suaminya sendiri.  Jujur saja,  pikiran kotor memenuhi otak gadis berusia 23 tahun tersebut.  Entah malaikat akan mencatatnya sebagai pahala atau dosa,  kala Valentina membayangkan bisa menjelajahi tubuh berotot Raditya. 

Sejak menikah,  Raditya memang tidak seperti lelaki lain yang mengumbar perut sixpack di rumah.  Bahkan saat keluar kamar mandi pun,  suaminya langsung memakai kaus tipis.  Hal ini mengingatkan kejadian viral di akun Tik tok kalau ada perempuan yang menikahi lelaki abal-abal. 

Valentina menggeleng cepat,  bergulat dengan isi pikirannya sendiri. Dia yakin seribu persen,  Raditya lelaki tulen yang punya batang masa depan. Lihat saja jakunnya dari kaca spion,  naik turun menggoda iman, belum lagi suara berat yang menunjukkan betapa tinggi kadar testosteronnya. 

Valentina mengendus-endus punggung yang tertutupi jaket jeans itu sambil bertanya-tanya minyak wangi apa yang dikenakan Raditya.  Baunya segar, manis, dan manly tapi kenapa ada sedikit aroma ketumbar? Memangnya Raditya menelan biji kecokelatan itu sebagai camilan dikala otaknya diperas selama masa PPDS?

Diam-diam, jemari Valentina bergerak membelai roti sobek Raditya. Dia terkikik geli merasa agresif sebagai istri. Tapi, detik berikutnya senyum gadis itu lenyap berganti dengan bayangan si nenek lampir bernama Julia yang sempat bersandar di dada bidang Raditya. Walau tidak ada Cinta di hati Valentina, tapi menangkap basah suaminya berduaan dengan Julia seperti sedang menyulut api.  Ada sesuatu yang meletup-letup di dadanya membentuk suatu gumpalan yang tersangkut di kerongkongan.

Gadis itu mengerucutkan bibir sambil mengangkat bahunya, menepis anggapan kalau gumpalan itu sebuah kecemburuan sosial.  Secara dari status,  posisinya menang sebagai istri sah,  tapi akan kalah ketika kontak fisik tidak pernah terjadi.  Dia mempererat pegangan sampai Raditya menepuk tangannya dan berkata,

"Sampai kapan kamu peluk aku? Kita sudah sampai."

"Eh? I-iya." Valentina melepas rangkulannya dengan wajah memerah. Gara-gara tergoda perut Raditya,  Valentina terlena cukup lama. 

"Bukain!" perintah Raditya menunjuk pintu dengan dagu. "Bawa semua belanjaan itu ke dapur. Aku mau mandi."

Tak sempat melempar umpatan,  sosok tinggi nan kejam itu berjalan masuk ke dalam rumah setelah Valentina memutar kunci pintu. Mengabaikan gadis yang terlihat bak pembantu rumah membawa kantong plastik berisi belanjaan mereka.  Bibir yang dipulas liptint oranye milik Valentina mencibir dengan kelakuan Raditya yang mudah berubah bak bunglon. 

Jujur saja, ketika telinganya mendengar ocehan Raditya tentang motor yang sudah diservis itu,  hati Valentina berbunga-bunga. Dia menilai kalau ada sisi baik dari manusia kejam seperti si residen tampan.  Sayangnya,  image baik di mata bulat Valentina langsung berubah drastis,  Raditya tetaplah Raditya, lelaki tak punya hati dan hanya mau beramah tamah selain kepada istri sendiri. 

"Dit! Kamu yang masak ya! Aku bersih-bersih doang kan?" teriak Valentina di depan pintu kamar mandi sambil menaik-turunkan saklar lampu.

"Tina!" pekik Raditya menggelar kamar mandi.  "Kalau lampunya putus, aku suruh kamu pasang lampu!"

"Kili limpinyi pitis, iki sirih kimi pising limpi,  ngomel teros!" sembur Valentina mematikan lampu lalu berlari mengambil sapu dan bersembunyi di balik tembok. 

Tak berapa lama,  Raditya melongok keluar menampakkan setengah badannya yang basah sambil menyalakan kembali saklar lampu. Bola mata Valentina membesar melihat keindahan ciptaan Tuhan atas pahatan roti sobek itu.  Jikalau dia mengantongi ponsel,  mungkin saja Valentina sudah mengabadikan momen langka tubuh indah suaminya.

My Devil Resident (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang