06. Dream (2)

571 107 2
                                    

This is new chapter~
Hope you all like
Happy reading

🦋 Warning 🦋
Tulisan ini berisi fiktif belaka dengan beberapa penyesuaian yang ada terhadap mitologi Merfolk yang berkembang.

👣

Ps

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ps. Gambar sebagai ilustrasi ekor Biyuna

Biyuna berenang di kolam renang dangkal milik Apollo. Ekornya yang berwarna biru gelap dengan ujungnya yang berwarna putih agak merah kejambu-jambuan menampilkan kerlip cahaya ketika terpantul sinar bulan

"BIBLE! KELUAR DARI RUMAHKU! APA KAU TIDAK TAU SEKARANG JAM BERAPA?"

Teriakan Apollo membuat Biyuna menghentikan pergerakan nya, Merfolk itu segera menghentikan semua kegiatannya, mengentas

Baru saja kaki Biyuna berpijak pada tangga kolam renang, Bible membuka lebar pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan kolam renang, membuat kedua pasang mata mereka bertemu,

Rambut Biyuna yang basah, kulit putih telanjangnya yang terpantul sinar bulan segera membuat Bible mengalihkan pandangannya ketika sadar

Iya, Biyuna telanjang. Benar-benar telanjang. Merfolk itu melangkahkan kakinya menuju kursi yang terdapat disana, mengambil selembar handuk yang ditinggalkan Apollo disana

Apollo masuk, berdiri dibelakang Bible. Pria berkulit tan itu langsung melayangkan satu pukulan di belakang kepala sahabatnya itu

"Biyuna, kembalilah ke kamar dan pakai bajumu. Biar aku yang mengurus-"

"Terima kasih Apollo, Tapi dia kesini untuk menemuiku bukan?" Potong Biyuna dengan cepat, senyum terpampang di wajah Biyuna, lesung pipi yang menawan pun tertampil dengan sempurna

Namun, Binar mata milik Merfolk itu masih berwarna biru gelap belum berubah sepenuhnya menjadi hitam seperti manusia sebenarnya membuat Apollo meragu

Dan kalimat panggilan setenang lautan yang terucap dari bibir Merfolk itu kemudian menyadarkan Apollo

Pria berkulit tan itu kemudian tertawa, Bagaimana bisa dia lupa bahwa yang ada dihadapannya adalah seorang Merfolk yang sewaktu-waktu bisa membunuh manusia dengan rayuannya

"Benar, Aku akan meninggalkan kalian. Berteriak lah jika sahabat jelekku ini ingin mencelakaimu," Ucap Apollo kemudian menampilkan senyum manisnya,

Kalimat itu penuh dengan kebohongan, Biyuna tidak akan berteriak karena Bible menyakitinya, tapi Biyuna akan berteriak karena Bible berhasil disakitinya

"Jangan menyakitinya," Apollo menatap kearah Biyuna yang binar matanya telah kembali menjadi hitam,

"Aku akan mengawasi kalian," Lanjutnya, yang membuat Biyuna tersenyum

"Iya, Terima kasih," dan kalimat penutup dari Biyuna, final membuat Apollo masuk kembali kedalam rumah

"Kau bisa kembali menatapku, aku sudah memakai kain,"

Bible kini menoleh kearah Biyuna, kedua pasang mata mereka kembali bertemu. Tidak ada yang memulai pembicaraan, hanya ada suara keheningan malam yang senyap serta semilir angin bergerak pelan menyentuh dedaunan

"Mimpimu masih buruk?"

Bible mengernyitkan dahinya, pria berwajah tegas itu bingung. Ketika seseorang menemuimu secara tiba-tiba dengan paksaan, bukankah yang harus ditanya pertama kali adalah Ada apa? Atau Kenapa mencariku?

Senyum lagi-lagi terbit di bibir Biyuna, Merfolk itu kemudian melangkahkan kakinya mendekat kearah Bible yang masih berdiri diam ditempatnya

"Aku berbicara denganmu," Biyuna berbisik, tepat ditelinga Bible, suara lembutnya mengetuk bagai gelombang menyentuh bibir pantai

Namun sentuhan jari yang menekan pundaknya, membuat Bible kemudian mendorong Biyuna agak menjauh

"Kenapa kau muncul di mimpiku?"

"Apa yang kulakukan dimimpimu? Apakah kita menghabiskan satu malam dengan peluh keringat?"

"Jangan bercanda dan jawab saja pertanyaanku!"

Jemari Biyuna kembali bergerak, kini menyentuh pada dada Bible, Merfolk itu tersenyum ketika merasakan kabut yang menyelimuti mutiaranya kini perlahan menghilang

"Bukankah kau sendiri yang mengatakan ingin mimpi burukmu hilang? Aku memberikan keinginanmu,"

Bible menyentuh tangan Biyuna yang ada di dadanya, meremas tangan itu hingga terdengar bunyi bergemeletuk tulang

"Akan ku katakan, tapi lepaskan dulu tanganku, kau mencengkram terlalu kuat,"

Bible melepaskan tangan Biyuna dengan mudah,

"Udaranya semakin dingin, aku juga tidak berpakaian. Aku ingin memakai baju terlebih dahulu, kau ingin menunggu di kamarku atau diruang tengah saja?"

"Aku akan menunggu di kamarmu, aku tidak akan membiarkanmu kabur,"

Biyuna menganggukkan kepalanya, Merfolk itu kemudian berjalan masuk kedalam kediaman Apollo, terus melangkahkan kakinya menuju kamar yang telah disiapkan Apollo untuknya, dengan Bible yang mengekor di belakangnya

👣

Bible telah duduk di ujung kasur, mamandang pada Merfolk didepannya yang tengah meraih pakaian didalam lemari kayu

Ini pertama kalinya bagi pria itu, memandang seorang laki-laki asing yang tengah berganti pakaian dengan udara yang tenang

Bible merasa bahwa pikirannya seolah terhanyut dan dipaksa tenggelam dalam aura yang dipancarkan oleh pria yang kini tengah melepas handuk dan memakai celana pendek berwarna coklat susu sepanjang lutut

Menepuk pipinya, Bible membuat pria yang baru saja selesai berpakaian itu menoleh dan menyunggingkan senyumnya

"Aku lupa pertanyaan mu, apa yang tadi ingin kau tanyakan?"

Bible menghela napasnya, ini terlalu membuang waktunya. Bulan juga telah mulai turun, dan meredupkan cahayanya. Hari mulai fajar,

"Kenapa kau berada didalam mimpiku?"

"Oh, aku sudah mengatakan jawabannya. Kau ingin mimpi burukmu hilang dan aku mengabulkannya. Tapi ternyata sulit, mimpimu berkaitan dengan Siren,"

"Siren? Maksudmu duyung jahat itu?" 

"Duyung?"

Biyuna berjalan mendekat kearah Bible setelah melemparkan tawa bernada mengejek, Merfolk itu mengunci rapat tatapan Bible padanya

"Hei, apa kau tau, Apa itu Merfolk?"
"Kau pasti bodoh sekali hingga tidak mengetahui apa perbedaan antara Merfolk dengan Siren,"

Bible mengernyitkan dahinya, pria berwajah tegas itu tersinggung, tercetak jelas di wajahnya tidak ada keramahan disana

Biyuna menundukkan kepalanya, menyentuh dahi Bible yang mengernyit "Kapan waktumu berangkat untuk kerja?"

"Pukul sembilan,"

"Kalau begitu masih sempat,"

"Masih sempat untuk?"

"Membersihkan mutiaraku," Dan kalimat itu adalah kalimat terakhir yang didengar oleh Bible sebelum matanya menggelap dan kembali terlelap

👣

TBC-

Hello how bout this chapter?
Agak aneh ya? Atau nge plot hole?
Boleh dikasih feedback berupa saran atau kritik, hehehe

As always, hope you all always have a good day 🥂

And thanks for reading this story 💙

MerfolkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang