Empat Belas

754 102 17
                                    

"Can i be your brother?"

☘️

Seoul, Oktober 01. 03:30 AM.

"Aku sangat lelah." Seokjin melepas jas putih miliknya. Di lemparnya tubuh tingginya pasa sofa panjang yang berada tepat di tengah runagan kerjanya.

Sudah lebih dari 8 jam Seokjin bertarung di dalam ruang operasi. Illegal. Benar. Si sulung memaksa pihak rumah sakit untuk mengizinkan dirinya mengopersi si bungsu sendiri. Walaupun tindakan ini tidak boleh dilakukan oleh dokter manapun, mengingat seorang tenaga kesehatan baik dokter, psikolog, bahkan konselor dilarang menangani keluarga. Tetapi Seokjin tetap pada pendiriannya bahwa hanya ia yang boleh melakukan hal ini pada adiknya.

Lagi pula, rumah sakit ini disumbang oleh perusahaan Yoongi.

"Aku membutuhkan banyak karbohidrat saat ini." lirihnya pelan. Matanya tertuju pada kedua adiknya yang tertidur, Jimin dan Taehyung.

Sudah berapa lama kiranya Seokjin mengurus mereka. Saat dirinya masih di panti asuhan, Jimin dan Taehyung sangat menempel padanya. Kedua anak itu terus meminta Seokjin melakukan hal ini dan itu, menemani bermain, dan memintanya tidur di ranjang yang sama.

Tetapi siapa sangka, mereka telah tunbuh menjadi apa yang Seokjin dan Yoongi harapkan. Tidak lagi kekanakan, menjaga adik baru mereka hingga tumbuh menjadi remaja berusia delapan belas tahun yang sehat dan bahagia.

Disela kesibukan kedua sulung di keluarga ini, mereka berdualah yang lebih banyak menemani Jungkook setiap harinya. Walaupun Seokjin tahu, menjadi Dosen di universitas teekenal tidak lah mudah dan memiliki banyak waktu.

"Hyung," decitan pintu terdengar. Hoseok datang membawa beberapa kotak makanan di tangan membuat Seokjin tersenyum menyambutnya.

"Kau pasti lapar."

"Terima kasih Hoseok. Kau sudah makan? Jika belum makanlah bersamaku." ucap Seokjin membuka kotak makanan yang di bawa. Hoseok menurut, ia mengambil sumpit dan mulai memasukan potongan daging besar ke dalan mulutnya.

"Apa Jungkook akan baik-baik saja?" gurat kekhawatiran terlukis jelas di wajah adiknya. Hoseok menatap Seokjin, memintanya untuk segera menjawab, tetapi yang paling tua menahannya sesaat.

"Untuk saat ini anak itu baik-baik saja. Operasinya lancar, tidak ada gangguan sama sekali, walaupun kerusakannya sangat parah." Harus Seokjin akui, operasi yang dilakukan tidaklah mudah. Mungkin setelah Jungkook pulih seperti yang diharapkan, Seokjin akan menulis tesisnya sebagai penelitian lanjutan yang sangat bernilai.

"Apakah tak apa meninggalkan Kookie sendirian di kamarnya? Aku sangat gelisah sejak menginjakan kakiku di rumah sakit." Si helai merah menggigit sumpitnya main-main mmebuat Seokjin mengerutkan dahinya.

Mengapa Hoseok terlihat bodoh saat ini?

"Bukankah kau sudah memberikan pengamanan terbaik mu?" Seokjin meletakan kotak makannya yabg telah kosong pada meja. Menatap adiknya yang nampak sedih saat ini.

"Kau sudah melakukan yang terbaik Hoseok," hibur Seokjin dengan menepuk pelan surai yang lebih muda.

.
.
.

"Kau menemukannya?"

Pagi belum menampakan wajahnya. Masa tergelap malam dimana waktu belum menyentuh fajar tidak membuat Jeon Kouru menghentikan aktivitasnya. Kini pemuda bersurai panjang tersebut telah menginjakkan kakinya di Bandara Internasional Incheon pada pukul tiga dini hari.

Dirinya tidak membawa apapun bersamanya. Hanya sebuah ponsel dan beberapa anak buah yang mengikuti langkahnya membuat Kouru sedikit menjadi pusat perhatian.

"Rumah sakit Universitas Nasional Chonbuk?" Si rambut kelabu bertanya, kini ia menatap sekertarisnya yang berada di sisi sebelah kemudi.

Sang sekretaris mengangguk, ia mengikrimkan sebuah file yang berisi cetak biru dari rumah sakit terkenal itu. Dimana titik yang mereka cari adalah bangsal tertutup rahasia yang hanya bisa di lalui oleh orang terpenting saja. Ini menunjukan bahwa target mereka bukanlah orang sembarangan.

"Tuan, apakah semua akan baik-baik saja? Kau meninggalkan rapat kantor tadi siang. Pasti Nyonya sangat marah jika mendengarnya."

Kouru menghentikan kegiatannya, di lempar nya sebuah tab yang tak pernah lepas dari genggamannya itu. Kini ia membuka kaca mobil, berencana untuk memantik nikotin karena lidahnya sungguh gatal.

"Aku tidak peduli. Saat ini, aku akan merebutnya sebelum nenek tua itu menyentuhnya. Lupakan soal jalang sialan yang seenaknya melebarkan kakinya demi uang." ucapnya dingin.

Kim, si sekertaris Jeon Kouru hanya mengangguk paham. Setelah mereka menemukan jejak Yachi Hinata yang ternyata menjadi simpanan pentinggi Korea, Kouru tidak ingin ambil pusing lagi soal gadis itu.

Karena kini, gadis itu menghilang bak di telan bumi.

"Beberapa orang kami telah siap di posisi. Kita akan sampai lima menit lagi Tuan."

Setelah membelah Kota cukup lama, kini mereka menginjakan kakinya tepat di tujuan. Rumah sakit megah dengan fasilitas menakjubkan serta penelitiannya yang modern, sungguh, pasti orang-orang yang bekerja disini bukanlah mereka yang sembarangan.

"Semua telah disisir. Karena bangsal pada lantai delapan tertutup, kini tidak ada siapapun yang berjaga. Hanya beberapa pengamanan ketat yang menjadi masalah kami." Ucap Kim yang kini tengah menatap layar laptop.

"Kau sudah mematikannya?"

Kouru bersiap, ia memasang sarung tangan laret berwarna hitam di kedua tangannya. Rambut abunya yang kini ia angkat untuk diikat agar tidak menganggunya nanti. Ia merapihkan jas hitam miliknya, "Aku pergi, siapkan segalanya. Dalam lima belas menit siapkan helikoper."

Langkah dari pemuda jangkung itu berbunyi seperti biasanya. Hari yang masih gelap membuat aktivitas di rumah sakitin ini tidak begitu ramai.

Tidak ada kecurigaan. Dengan santai memvawa dirinya memasuki lift yang menekan tombol dengan kode 830 yang akan membawanya pada bangsal yang dimaksud.

Setelah sampai, seperti yang di harapkan, semua cctv telah mati. Kunci pengamanan yang mengharuskan siapapun mengunakan air wajah dan sidik jari itu telah di retas dan mati. Tidak ada waktu banyak, Kouru dengan cepat beejalan pada lorong gelap disana  membuka pintu paling ujung yang hanya di terangi oleh satu cahaya merah pada kunci sisi pintu.

"Siapkan sekarang, aku akan membawanya sendiri." ucap Kouru pada benda yang terpasang di telinganya.

Ia membuka pintu. Bau obat yang beecampur dengan disinfektan meyeruak masuk kedalam penciumannya. Suhu yang tidak di atur terlalu dingin membuat dirinya merasa nyaman berada diruangan ini.

Ia bisa melihat, seorang anak remaja terbaring di atas kasur putih. Todak banyak alat yang menunjang tubuhnya, hanya oksigen dan dua cairan infus yang mengarah pada tangan kirinya.

"Kita bertemu lagi."

Kouru mengusap surai malam milik remaja di hadadapannya. Ia menatap bagaimana kain kasa menutup sebagian wajah yang paling muda.

"Aku menjemput mu adik kecil, kelinci ku yang manis." ia menanggalkan jas hitam yang terlampir ditubuhnya, ia bawa untuk menyellimuti sosok yang kini masih dalam pengaruh bius.

"Aku tidak bisa menjadi seseorang yang baik, karena aku tidak lahir dari manusia yang sempurna seperti dirimu," Kouru menyelipkan kedua tangannya pada leher dan belakang lutut remaja tersebut. Kini tubuh kurus seberat helai bulu berhasil ia angkat.

Ia tak melupakan infus anak itu. Hanya saja oksigen nan menjadi alat bantu kini ia ganti dengan tabung kecil sementara yang ia bawa.

"Tetapi saat ini, bisakah kau mengizinkan anak iblis seperti ku menjadi kakakmu?"

༺༻
TBC

Hallo~
Day By Day balik lagi. Gimana kabar kalian? Tadinya aku rencana mau upload tanggal 3, special ultahku. Tapi ada beberapa kendala yang datang. Maaf aku telat.
Jangan lupa berikan banyak bintang dan tinggalkan komentar ya, agar aku semangat lanjutnya^^

'IndahHyera
06082022'

Day By Day [BTS BROTHERSHIP] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang