"Loh, Kak? Tumben disini?"
Aku sedikit terkejut saat mendapati Kakak perempuan ku sekaligus kakak ku satu-satunya sedang duduk santai di ruang tengah sambil memeluk satu toples keripik singkong.
Padahal ini bukan malam minggu, tapi Kakakku malah sudah ada di sini.
"A Raffan lagi dinas ke luar kota, makanya aku enggak mau di rumah sendirian," balasnya tanpa menatap ke arah ku.
Aku mengangguk. Semula aku ingin langsung masuk ke dalam kamar, mandi dan langsung berlenyeh-lenyeh di tempat tidur. Tapi karena ada kakak ku yang cantik dan baik, maka aku putuskan untuk duduk sebentar bersama dengannya.
Namanya Aleya, dia adalah kakak sekaligus teman baikku. Aku memang memiliki dua sahabat semasa sekolah yang belakangan jarang bertemu karena mereka sibuk dengan keseharian masing-masing, namun walaupun aku memiliki dua sahabat baik, aku tetap lebih sering menceritakan masalah ku pada kakak ku ini.
"Mama Papa mana?" tanyaku. Tanganku masuk ke dalam toples dan mengambil keripik singkong dari sana.
Masih tidak menatap ke arah ku dan sibuk menatap drama Korea yang ada di layar televisi, Kakak ku menjawab,
"Kondangan, katanya. Baru berangkat tadi habis maghrib."
Aku mengangguk paham. Memang belakangan lagi musim orang nikahan sehingga undangan juga ramai datang ke rumah, entah itu untuk orang tua ku atau juga untukku dari teman masa sekolah atau kuliah.
"Kamu sendiri, kapan dikondangin?"
Aku menatap kesal pada Kakakku yang melempar pertanyaan khas orang kepo itu.
"Kapan-kapan," balasku ketus.
Boro-boro mau menikah, hubunganku dengan Fattah saja sedang di uji dengan masalah. Aku bahkan gagal membicarakan masalah pernikahan sesuai dengan permintaan Mama.
Kali ini, Aleya menoleh padaku. Menatap ku dengan serius sebelum kemudian menghela napas pelan.
"Lagi berantem sama Fattah?" tanyanya.
Aku kaget mendengar pertanyaannya itu. Entah darimana Aleya bisa tahu hanya dengan menatapku? Bahkan aku sama sekali tidak menceritakan masalah hubunganku dengan Fattah kepada Mama, jadi mustahil jika dia tahu dari cerita Mama.
"Kok bisa nebak begitu?"
"Karena kata Mama, Fattah udah jarang main ke rumah. Mama khawatir kalau kamu sama dia bertengkar dan akhirnya malah gagal nikah. Kalian kan sudah tunangan, jadi lebih baik kalau ada masalah ya langsung diomongin baik-baik."
Aku terdiam. Tanpa diingatkan pun, aku sudah berniat untuk berbicara baik-baik. Tapi mau bagaimana lagi? Bahkan hanya untuk bertemu dengan ku saja, Fattah harus menghadapi teman-teman satu timnya yang tidak setuju karena mereka sedang sangat sibuk. Bagaimana mungkin aku menahan Fattah yang sesibuk itu?
"Enggak ada masalah kok, Kak. Mas Fattah cuma lagi sibuk aja, aku juga sudah bilang begitu sama Mama."
"Ya kamu kayak enggak tahu Mama aja. Kamu ingat kan, pas dulu aku hampir aja batal nikah? Mama sampai stres dan masuk rumah sakit. Mama tuh overthinking banget orangnya, jadi sebisa mungkin kalau memang ada masalah sama Fattah jangan ditunjukin banget biar Mama enggak cemas," pesan Aleya padaku.
Aku hanya diam. Yang tadi diucapkan oleh kakak ku itu memang benar. Dulu Aleya hampir batal nikah karena kakak ku yang cantik ini terlibat cinta sesaat dengan teman sekantornya. Kak Raffan yang mengetahui itu marah besar hingga hampir membatalkan pernikahan mereka, untungnya kemarahan Kak Raffan hanya sesaat pula karena dia cinta mati pada kakakku sehingga masih mau saja menikah dengan wanita ganjen ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya, Kalendra
RomanceAlena tidak pernah menduga jika seorang junior di kantornya yang dia anggap layaknya adik sendiri justru menjadi orang yang paling berjasa dalam menyembuhkan luka hatinya. Namanya Kalendra, pria polos dan kolot yang hanya bersikap seenaknya di depan...