Kepulan asap yang keluar dari mulutnya menjelajah memenuhi ruangan. Usai merasa cukup menghisapnya, benda kecil itu disimpan kembali di laci kedua meja kerjanya. Sebenarnya menikmati vape bukanlah kebiasaan Jonathan, tetapi ketika menginjakkan kaki di luar negeri dan jauh dari putra tengahnya, pria itu sesekali mencicipnya.
Jonathan bersandar pada kursi kerja dengan jari tangan kanannya yang mengetuk-ngetuk meja. Tak kunjung merasa tenang, pria itu mulai bangkit dan berdiri mendekati jendela yang terbuka, memandang pemandangan malam hari Ottawa--kota yang dijadikan pusat untuk bisnisnya di bidang real estate. Sementara Silvanya ia tinggalkan di San José berhubung perencanaan pembangunan properti residensial di sana masih belum selesai.
Ketukan pintu yang terdengar juga langkah seseorang yang mendekat tak membuat Jonathan berbalik. Namun, ketika beberapa foto disodorkan di hadapannya, barulah Jonathan bereaksi. Matanya menyipit kala mendapati laporan tentang kelima putranya. Gambar-gambar tersebut memperlihatkan kegiatan mereka.
Seperti biasa, Julian bekerja dengan baik sebagai pebisnis pemula. Bahkan Gladys--perempuan yang sengaja ia kirim untuk membantu putranya--tak jarang memuji cara kerja Julian yang memuaskan. Mungkin di tahun berikutnya, Jonathan akan memberi kepercayaan lebih pada putra sulungnya dibanding hanya mengurus satu hotel dan resort di Bali.
Sementara itu, Setya masih sama seperti laporan sebelumnya. Putra keduanya berada di bawah bimbingan Wiraharsa sebagai dokter muda yang menjalani program profesi dokter, sebelum nantinya wisuda kembali dan mengikrarkan Sumpah Dokter. Diperkirakan tak lama lagi, Setya baru akan menjalani internship.
Ada pula Haidar yang memimpin klub musiknya di sekolah lain sebagai tamu undangan. Meskipun terlihat kekanak-kanakan di rumah, anak itu berbakat dan mahir memainkan banyak alat musik--kerap mendapat apresiasi dari banyak orang. Dalam beberapa kesempatan, Jonathan juga sering membiarkan si bungsu mengisi acara miliknya dengan iringan piano yang merdu.
Berbeda dengan tiga foto awal yang baik-baik saja, Jonathan mengernyit kala melihat dua foto terakhir. Athalla berdampingan dengan seorang anak yang lebih tingi darinya, sama-sama memiliki memar.
"Athalla bertengkar lagi?" Jonathan bertanya.
Rayn--tangan kanannya--membenarkan hal itu, kemudian menambahkan. "Seperti sebelumnya, mereka meributkan hal yang sama, Tuan. Tidak perlu terlalu khawatir, tuan muda Julian juga sudah menyelesaikan masalahnya dengan yang bersangkutan."
Jonathan tersenyum remeh, menatap anak di sebelah putranya--Kendra Meizie--yang tertangkap kamera. "Anak tidak tahu diri. Lain kali beritahu Julian agar menindak tegas anak itu. Tidak seharusnya dia mengganggu Athalla lagi dan lagi hingga prestasinya tertutup oleh coretan minus."
"Baik, Tuan."
Jonathan beralih pada foto terakhir. Awalnya yang ia tangkap hanya Biru yang mengunjungi makam mendiang istrinya. Jonathan sempat terpaku pada Biru yang tersenyum, terasa menenangkan dan juga sedikit mengobati rindunya pada seseorang. Senyum tipis yang terbentuk mulai pudar saat pria itu tersadar akan sesuatu. Foto lainnya menampilkan bahwa Biru tidak sendiri, melainkan berhadapan dengan seseorang. Dalam hitungan detik, raut wajahnya mendung.
Tahu apa yang harus disampaikan, Rayn segera angkat bicara. "Tidak ada yang dilakukan oleh Jericho di makam Nyonya, Tuan. Hanya berkunjung dan sempat berbincang dengan tuan muda Biru."
Jonathan menyerahkan kembali fotonya, tidak begitu suka dengan jawaban yang didapat. "Hubungi Julian, Rayn."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Thing Called : QUERENCIA [END]
Ficção Adolescente[ Family, Brothership, Sicklit ] Biru tidak pernah akan berhenti menyebut keluarganya sebagai sumber bahagia, tempat paling nyaman untuk bersandar di kala lelah dengan segalanya. Baginya, bisa hidup di keluarga yang saling menyayangi adalah anugerah...