21. The Meaning of Querencia

2.4K 311 113
                                    

Biru pikir malam ini ia akan tidur nyenyak setelah Ameera temani untuk yang pertama kalinya. Sayangnya, baru beberapa menit terlelap, Biru malah disuguhkan dengan hal yang membuatnya terjaga seperti sekarang. Ia bahkan masih ingat bagaimana mimpi yang ia alami di awal-awal, masih baik-baik saja sebelum akhirnya dalam sekejap menampilkan mimpi yang sama persis seperti dulu. Alur yang sama tetapi lebih jelas lagi, berhasil membuat Biru takut untuk sekadar memejamkan mata.

Pada akhirnya, Biru tidak bisa tidur sama sekali. Ia tetap terjaga meskipun keempat saudaranya memutuskan untuk menemani. Biru sendiri yang meminta mereka untuk bersamanya semalam saja. Agak memalukan, tetapi Biru pun tidak mau jika harus ditinggalkan sendiri. Setidaknya untuk malam ini saja, dengan harapan tidak lagi dihantui oleh ketakutannya.

Julian menjadi yang terakhir kali datang ke kamar Biru, mengganti stelan kemejanya menjadi piyama berwarna hitam. Sebelum menutup pintu, Julian membiarkan seorang maid yang baru saja membersihkan pecahan gelas untuk keluar dari sana, meninggalkan Florenz bersaudara dalam satu ruangan yang sama.

Pemuda tersebut kemudian menangkap adik keduanya yang tengah bersandar pada headboard dengan pandangan tak lepas dari foto keluarga yang ada, terpasang tepat di dinding terdekat dari ranjangnya.

Di samping Biru, Setya mencoba mengajak bicara setelah menenangkannya. Dokter muda itu terlihat lebih bawel dari biasanya, mengambil topik apa pun agar Biru tidak terus terpaku pada hal yang membuatnya takut. Terlihat tak ada perubahan, Julian pun mulai mendekat dan ikut mengajak Biru bicara.

"Masih nggak bisa tidur?" tanyanya seraya mengambil tempat di pinggiran ranjang. Karena tidak ada jawaban, Julian beralih menatap Setya yang menggeleng pelan, terlihat hampir menyerah. Diam-diam, Setya memberi kode pada Julian agar tidak bertanya mengapa Biru tidak kunjung tertidur. Setya hanya mencoba mengerti karena ia pernah melihat hal yang sama terjadi. Membiarkan Biru tidur pun bukan opsi yang baik karena takut anak itu mimpi buruk kembali dan berakhir kambuh. Serba salah sebenarnya, karena tidur terlalu larut pun tidak baik untuknya.

Athalla dan Haidar yang belum juga tidur saling menyender satu sama lain, fokus memainkan game dari ponsel dan saling melawan satu sama lain. Meskipun begitu, mereka tetap mendengar pembicaraan antara ketiga kakaknya. Saat ini, kelimanya memang berada di ranjang yang sama. Muat karena ukurannya terlampau besar untuk diisi satu orang saja.

"Jangan dipaksa tidur, Kak. Biarin aja Kak Biru sekali-kali gadang. Ada aku juga Athalla yang bakal temani," ujar Haidar.

"Temani apanya? Sejak tadi kalian fokus main game. Lagian Biru udah sering tidur malam, kalian aja yang nggak tahu," sahut Setya yang memang sering menangkap si tengah diserang insomnia.

Ketika keempat saudaranya berbicara satu sama lain, Biru mulai melihat mereka satu persatu dengan perasaan yang masih diselimuti rasa takut. Lama membisu, Biru pun akhirnya memutuskan untuk bersuara. "Kalian ...."

Hanya satu kata dengan suara pelan, tetapi keempatnya langsung mengalihkan atensi pada Biru yang mulai berbicara setelah diam untuk waktu yang lama.

"Kalian nggak akan pergi kemana-mana, kan?" Biru memainkan lengan baju piyamanya seraya menunduk. "Jangan pergi."

Pertanyaan dan permintaan yang masih satu topik dengan kalimat yang mereka dengar sejak memasuki kamar ini. Julian sendiri sudah mendengar cerita dari Setya tentang mimpi buruk yang pernah adiknya alami. Mencoba untuk meyakinkan, Julian pun mengusap kaki Biru yang tertutup selimut seraya menjawab, "Enggak akan, Biru. Jangan terlalu dipikirin, itu cuma mimpi."

"Kalau mimpinya sekali aku juga masih bisa abai. Tapi kalau datang lagi buat yang kedua kalinya ...."

"Cuma dua kali, kan? Ke depannya nggak akan ada la--"

A Little Thing Called : QUERENCIA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang