Hari sudah memasuki malam. Julian dan Biru sama-sama diam di dalam mobil, hanya memandangi lampu-lampu yang berjejeran sepanjang jalanan juga kendaraan lain yang sesekali melintas untuk mendahului laju mobil yang mereka tumpangi.
Tujuh jam yang lalu, keduanya sampai di Bandara dan mendapati Pak Diego yang sudah menunggu untuk mengantar. Tidak langsung ke mansion, si sulung terlebih dahulu mendatangi resort-nya yang berada di Pecatu guna mengurus sesuatu. Alhasil, Biru pun terpaksa ikut sebab ia belum siap jika harus mendatangi mansion seorang diri dan bertemu Ameera, terlebih ketiga saudaranya tidak di sana ketika siang hari.
Perjalanan dari resort menuju mansion tidaklah memakan waktu banyak--hanya perlu waktu sekitar tiga puluh menit. Biasanya, setelah pulang dari mana pun Biru antusias karena akan bertemu dengan tempat ternyaman, tak lain adalah kamarnya sendiri. Julian juga tahu soal itu, tetapi yang dilihatnya sekarang tidak begitu. Sejak keluar dari bandara dan melakukan perjalanan hingga menghabiskan waktu setengah hari di resort, Biru cenderung lebih banyak diam.
Mendadak Julian merasa bersalah karena membuat adiknya ikut pulang. Kalau saja ia tahu lebih awal akan kehadiran Anindita Ameera Choi--ibu dari Fransiska--Julian mungkin lebih memilih untuk menunda kepulangannya dan menyerahkan urusan resort pada tangan bawahannya.
"Biru," panggilnya, menepuk paha sang adik. Yang lebih muda kini menoleh sepenuhnya, menunggu apa yang hendak kakaknya sampaikan. "Nggak apa-apa, jangan takut oma. Ada Kakak juga yang lain."
Detik itu juga, wajah muram Biru langsung menghilang, tergantikan oleh senyuman hangatnya. "Biru nggak takut, kok, Kak. Kenapa Biru harus takut sama oma sendiri?"
Biru tidak bohong. Selama ini keempat saudaranya memang mengira ia takut pada Ameera. Bagaimana pun juga, wanita tua itu tidak pernah bersikap baik padanya. Akan tetapi, mereka salah. Dibanding takut, Biru lebih condong pada perasaan tak nyaman. Di usianya yang sudah menginjak 18 tahun, Biru sama sekali belum pernah berhubungan baik dengan Ameera. Selain karena sang oma tidak menyukainya, Biru juga belum pernah terpikirkan untuk melakukan pendekatan padanya. Lamunan Biru pun tidak jauh dari pemikiran bagaimana caranya agar sang oma berhenti bersikap buruk padanya.
"Mau nginap di apartemen aja? Nggak pulang ke mansion pun nggak apa-apa. Kita tunggu sampai oma pergi."
Biru menggeleng tak setuju. "Jangan, Kak. Oma udah tahu kita pulang, bakal jadi masalah kalau kita ngehindar tanpa kasih salam. Terlebih oma udah nunggu kehadiran Kakak, kan?"
"Tapi—"
"Kan, udah dibilang, Biru nggak takut oma, Kak. Jangan khawatir Biru bakal kenapa-napa karena omongan oma, Biru juga tahu mana yang harus didengar dan mana yang nggak. Lagipula, mungkin udah saatnya Biru harus lakuin sesuatu biar hubungan kami membaik."
Julian terdiam. Ia hampir melupakan soal Biru yang memang sering abai pada ucapan buruk orang-orang tentang dirinya. Namun, tetap saja, Julian tidak ingin sang adik terus menerus menerima ucapan tak mengenakkan. Ada kalanya hati manusia bisa merasakan lelah.
"Setya bilang Athalla juga Haidar baru pulang dari luar kota. Kemungkinan besar nanti bakal makan sama-sama di mansion. Kalau nggak mau ketemu oma, kamu bisa langsung ke kamar. Nanti biar kakak bilang ke yang lain kalau kamu butuh istirahat."
Kali ini Biru yang hanya diam, tidak menolak tetapi tidak juga menerima. Julian sendiri tidak berbicara lagi, kembali fokus pada jalanan yang dilewati. Tidak lama, mobil yang sebelumnya membelah jalanan besar itu mulai berbelok dan memasuki jalur khusus untuk memasuki Mansion Florenz.
Setelah melewati gerbang utama, netra kembar Biru menangkap sebuah mobil yang dikenalnya, berhenti lebih dulu tepat di depan mansion. Melihat Pak Gilbert yang mengemudi, Biru langsung bisa menebak siapa yang berada di dalam sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Thing Called : QUERENCIA [END]
Roman pour Adolescents[ Family, Brothership, Sicklit ] Biru tidak pernah akan berhenti menyebut keluarganya sebagai sumber bahagia, tempat paling nyaman untuk bersandar di kala lelah dengan segalanya. Baginya, bisa hidup di keluarga yang saling menyayangi adalah anugerah...