001

24.6K 757 18
                                    

Suara dentuman musik menggema di telinga mereka, sambil meneguk minuman di tangan mereka, Arson dan teman-temannya duduk menikmati suasana. Tiba-tiba, di antara kerumunan orang, Arson melihat seseorang yang terlihat familiar. Ia mencoba mengingat di dalam benaknya siapa orang itu. Sambil berusaha mengingat siapa orang itu, Arson terus memperhatikan ketika dia berusaha melawan dan ditarik oleh seorang pria dewasa menuju ke sebuah ruangan. Tak lama kemudian, pria dewasa itu keluar, tetapi tanpa orang yang Arson kenal.

Tidak peduli lagi siapa orang itu, Arson merasa perlu untuk memeriksanya sendiri. Dia merasa seperti ada sesuatu yang menggerakkan dirinya untuk mengikuti firasatnya dan mengecek ruangan tersebut.

Dengan berpura-pura salah masuk ruangan, Arson membuka pintu di tempat dimana orang tadi masuk. Matanya terbelalak ketika ia melihat seorang remaja laki-laki yang berjuang melawan tiga orang pria dewasa yang berusaha untuk menelanjanginya. Beberapa dari mereka bahkan tampaknya hampir mencapai usia 40 tahun.

"Heh, siapa kamu?"

"Kenapa masuk kesini?"

"Keluar! Ganggu aja sih."

Mengabaikan semua omongan yang dilontarkan untuknya, Arson berjalan tegap mendekat pada mereka. Tatapan matanya datar dan tajam mengintimidasi orang yang melihatnya, dalam sepersekian detik auranya berubah suram.

Buagh...

Dia menghajar semua orang itu sehingga pegangan tangan yang menahan cowok tadi terlepas, dia mengambil kesempatan itu untuk segera menarik cowok tadi dalam pelukannya. Dia sedikit menunduk untuk memastikam keadaannya, tapi ternyata cowok kecil itu sudah menangis sesegukan.

"Kurang ajar. Security!" teriak salah satu pria dewasa yang ada disana.

Sebelum ada orang lain yang datang,  dengan cepat Arson mengangkat cowok yang dia peluk dan membawanya keluar menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Dengan hati-hati, Arson menurunkan cowok itu di kursi penumpang bagian depan, kemudian pergi menjalankan mobilnya.

"Makasih..." Ucapan tiba-tiba cowok itu membuat Arson menoleh.

"Iya sama-sama. Nama lu siapa dah? Gua kaya kenal, tapi lupa," tanyanya penasaran.

"Devon."

Seakan telah mendapat kembali ingatannya, mata Arson langsung melebar dan menoleh dengan cepat menatap Devon. Jika bukan karna mobilnya yang sedikit oleng mungkin Arson masih akan terus menatap Devon.

Arson memilih menepikan duly mobilnya ke pinggir jalan, kemudian kembali menatap Devon yang baru saja dia tolong. Matanya memindai cowok itu dari atas ke bawah lalu kembali lagi ke atas secara berulang.

Devon di depannya ini bukan seperti Devon yang dia kenal. Devon yang dikenalnya itu rebel, berantakan, urakan, dan style-nya juga badboy banget bukan seperti sekarang ini.

Hoodie pink oversize dan jeans putih pendek yang dipakainya membuat Devon terlihat emm...cantik? Arson bingung sendiri bagaimana cara mendevinisikan Devon yang sekarang sedang dia lihat.

"Ngapain sih ngeliatin gitu? Tutup mata lu!" Arson menyingkirkan tangan Devon yang berusaha menghalangi penglihatannya dan kembali memandangi Devon dengan seksama. "Ish, dibilang jangan liat!" Devon merajuk kesal bercampur malu karna Arson melihatnya dengan pakaian seperti ini. Dia menunduk dengan bibirnya yang mengerucut dan alis yang menukik.

"Lu Devon... ketua Alter?" tanya Arson yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dengan wajah merah samar dan kepala yang masih tertunduk, Devon mengangguk kecil menjawab pertanyaannya. "Bohong. Gak, gua gak percaya. Lu pasti kembarannya atau sodaranya gitu kan? Gak mungkin Devon yang rebelnya minta ampun itu kaya gini," lanjut Arson masih tidak percaya.

Secret Innocence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang