Arson menghela napas panjang sebelum menatap Devon yang berdiri di samping motor. Mereka baru saja tiba di persimpangan jalan yang ada di dekat markas Alter, dan meski Devon sudah meminta agar Arson membiarkan dia pergi sendirian, perasaan was-was masih tetap menghantui. Namun, Arson juga tidak ingin memperdebatkan keputusan Devon. Dia paham betul kalau kekasihnya itu keras kepala, terlebih ini adalah masalah internal geng mereka yang sama sekali tidak bisa dia campuri.
"Sayang, yakin gak mau ditemenin?" tanya Arson untuk kesekian kalinya dengan sorot mata yang penuh kekhawatiran.
Devon lagi-lagi menggeleng, disertai dengan senyum kecil yang meyakinkan. "Devon bisa sendiri kok. Arsonnya gausah khawatir ya" ucap Devon, suaranya lembut, tapi mantap.
Arson mencari nada bergetar yang biasanya dia dengar dalam suara Devon, tapi nihil, dia tidak menemukan getar itu kali ini. Membuat dia akhirnya mengangguk pelan, meskipun hatinya masih berat. "Kalau ada apa-apa, langsung kabarin gue, oke? Gua tunggu disini"
Devon tersenyum lagi dengan kepala mengangguk. "Okei.. Devonnya pergi dulu ya? Sebentar aja kok janji" katanya, lalu melangkah pergi.
Dengan Arson yang terus menatap punggung Devon hingga hilang di balik persimpangan sana, menyisakan dirinya sendiri dengan hati yang tidak tenang. Meski begitu, dia memilih memberikan kepercayaan pada Devon. Meyakinkan diri bahwa kali ini pacar kecilnya itu bisa menyelesaikan urusannya sendiri.
Sementara itu, di markas Alter, sudah ramai orang menunggu. Devon berjalan semakin ke tengah, menghentikan langkahnya di depan para anggota, lalu menghela napas sejenak sebelum berbicara. "Gue mau ngasih tau hasil obrolan kita sama Sinister tadi siang," ucapnya, membuka percakapan. Suaranya tenang, tapi sebenarnya dia tengah berusaha mati-matian menyembunyikan debaran jantungnya yang menggila. "Kita sepakat untuk berhenti berkegiatan sebagai Alter buat sementara waktu," lanjutnya.
Sejenak, suasana menjadi hening. Devon menatap satu-persatu anggota Alter yang ada di depannya, mencoba membaca reaksi mereka. Beberapa tampak terkejut, sementara yang lain hanya diam tanpa bereaksi, mungkin sedang mencoba mencerna keputusan tersebut.
"Kita setuju buat gak memperpanjang konflik ini," timpal Yasa. "Dan juga kita mempertimbangkan buat damai sama mereka. Gue tau, kita punya masalah sama Sinister, tapi tawuran terus-terusan juga gak akan nyelesaiin masalah dan malah bikin kita makin susah."
Salah satu anggota angkat bicara. "Bener, gue setuju. Tawuran selama ini gak bikin kita untung, malah makin banyak yang sekarat. Mendingan kita rehat aja dulu, kalo bisa bahkan berenti, kita juga punya masa depan yang harus kita pikirin kan?
"Setuju. Bentar lagi gua mau ujian kelulusan, gua gak bisa tawuran begini terus, atau gua bakal kena peringatan terakhir dari sekolah" sahut yang lain.
Beberapa anggota lain mengangguk, tanda mereka sependapat. Suasana mulai terasa sedikit lebih lega. Mereka mulai paham bahwa permusuhan berkepanjangan tidak akan membawa keuntungan apapun, selain luka dan dendam yang terus berkelanjutan.
Namun, situasinya berubah ketika Damar yang tadinya duduk di paling ujung berdiri dan mulai memprovokasi. "Lo semua udah gila apa? Kita gak bisa diem aja, apalagi damai sama Sinister! Mereka udah ngebunuh Bang Banu, dan lo semua mau kita berenti gitu aja?" Suaranya menggema keras, membuat semua orang yang awalnya setuju mulai kembali ragu.
Damar kembali memperpanas situasi dengan membawa nama Banu, yang mana semua anggota Alter tau cerita dibaliknya. "Lo lupa, sebelum mati, Banu dipukulin sampe lehernya patah? Kakinya juga dibuat gak bisa jalan lagi biar dia gak bisa kabur. Mereka itu gila. Kriminal! Mau-mauan lo semua damai sama setan kaya mereka, hah?"
Devon, Yasa, bahkan Noval yang duduk di dekatnya, saling lirik. Mereka bertiga terkejut. Bertanya-tanya bagaimana Damar bisa tahu sampai serinci itu? Pasalnya semua anggota Alter hanya tahu kalau Bang Banu hanya babak belur saat ditemukan, tapi detail soal leher dan kaki yang patah itu hanya diketahui oleh beberapa orang. Tidak mungkin Damar Bisa mengetahuinya, kecuali dia melihat kejadian itu secara langsung atau dia mendapat informasi dari sumber yang tidak seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Innocence [END]
JugendliteraturSinister Series : 2 Sebelum membaca cerita ini, disarankan untuk melihat bio di profil lebih dulu!! Devon Abimana, ketua dari geng Alter, bertemu dengan Arson Juliard, yang merupakan anggota geng musuh. Arson yang saat itu tergerak membantu Devon me...