Di kantin, Arson menuntun Devon sampai ke meja yang berada paling ujung tempat biasa dia menyantap makan siangnya. Bisa dibilang ini meja langganan Arson ketika jam istirahat tiba.
"Lo mau makan apa?" tanya Arson pada Devon.
"Mie ayam sama mau es jeruk juga"
Arson mengangguk-ngangguk kecil sebagai respon atas jawaban Devon. "Tunggu bentar, biar gua pesenin. Lo diem aja disini jangan kemana-mana!"
"Lagian siapa juga yang mau kemana-mana, cih" cibir Devon sinis.
Arson tidak bisa menahan senyum ketika melihat bibir Devon yang mulai mencebik lucu. Dia mengacak rambut Devon sebelum pergi menuju ke kios penjual makanan.
Devon memperhatikan punggung Arson yang masih bisa dia lihat dari tempatnya, sedang bergerak kesana-kemari memesan makanan. Dia menunduk untuk meletakkan kepalanya pada lipatan tangan di atas meja. Melihat Arson yang sesekali menengok ke arahnya—mungkin untuk memastikan apakah dia masih di tempatnya atau tidak, bibir Devon semakin manyun dengan tatapan mata yang berubah sendu.
Entah kenapa, Devon mulai terbuai oleh semua perlakuan Arson yang seperti perduli padanya.
Orang bisa mengatakan, Devon terlalu baperan atau lain sebagainya, tapi Devon tidak berniat perduli dengan tanggapan orang. Salahkan nasibnya yang tidak pernah mendapat kasih sayang yang cukup sampai-sampai dia jadi haus perhatian seperti ini.
Devon tidak tahu apakah sifat laki-laki itu memang begini atau ada maksud lain, tapi yang pasti, sedikit perhatian saja seperti ini sudah mampu membuatnya senang.
Tuk...
Lamunan Devon buyar ketika Arson datang meletakkan sepiring nasi rames dan teh hangat tepat di hadapannya. Devon mengernyit sebab bukan ini yang tadi dia sebutkan pada Arson.
"Kok nasi rames? Mie ayam gua mana? Es jeruknya juga mana, kok malah teh anget sih?" tanya Devon memprotes pesanannya.
"Lo harus makan nasi. Terus juga jeruk itu asem, gak baik buat perut lo yang maag-nya baru aja kambuh" kata Arson.
Devon merengut tak suka. "Mau mie ayam!" rengeknya.
Arson menghela napasnya. "Iya makan ini dulu ya! Nanti kalo emang lo mau mie ayam, boleh kok pesen lagi. Tetep gua yang bayarin semua pesenan lo, tapi es jeruknya tetep gak boleh" kata Arson dengan tegas, namun lembut membujuk Devon supaya mau mengerti.
"Ish!" Devon jelas ciut di beri titah dengan nada tegas seperti itu, apalagi dengan sorot tajam yang menatap lurus padanya. Sehingga dia mau tidak mau memakan nasi rames itu, meski masih dengan wajah yang cemberut.
"Nah, gini kan pinter" Arson memuji tanpa sadar.
"Orang gua maunya makan mie ayam" kata Devon yang merajuk. Berbanding terbalik dengan tangannya yang terus menyuap nasi di dalam piring itu dengan lahap. Mulutnya sampai terlihat menggembung karena terlalu banyak nasi dan lauk yang dimakannya.
"Iya abis ini makan mie ayam, ya. Abisin dulu nasinya!" kata Arson dengan nada lembut.
Devon diam memakan makanannya dengan tenang. Wajahnya tidak lagi cemberut seperti tadi. Dia sesekali melirik Arson, tapi kalau Arson melihat ke arahnya, Devon langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Udah" kata Devon.
Arson melirik pada piring yang masih menyisakan sayuran dan setengah dari nasinya. "Itu masih ada" katanya menunjuk sisa makanan di piring itu.
Devon menggeleng. "Gak mau sayur ijo-ijo, rasanya gak enak" tolaknya.
"Abisin itu sama nasinya juga masih ada!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Innocence [END]
Teen FictionSinister Series : 2 Sebelum membaca cerita ini, disarankan untuk melihat bio di profil lebih dulu!! Devon Abimana, ketua dari geng Alter, bertemu dengan Arson Juliard, yang merupakan anggota geng musuh. Arson yang saat itu tergerak membantu Devon me...