060

3.3K 364 43
                                    

Ujian telah selesai minggu lalu, dan hari ini hasilnya telah dibagikan. Devon menatap lembar kertas di depannya dengan wajah cemas. Guru sudah bilang bahwa untuk ujian matematika banyak siswa yang mendapatkan nilai anjlok, kecuali beberapa murid yang memang sering meraih prestasi, dan yang membuat heran adalah nama Devon termasuk dalam daftar yang disebutkan oleh gurunya. Apa itu artinya ujian matematikanya mendapat nilai yang bagus?

Namun, itu tidak membuat kecemasan Devon mereda. Dia masih takut dan tidak berani mengecek nilainya. Maka disini lah dia sekarang, duduk di kantin bersama dua temannya, menunggu Arson yang telah diberi kabar untuk segera datang.

Devon meletakkan kepala pada lipatan tangan dan memainkan jemarinya membuat pola acak di atas meja dengan ekspresi wajah yang murung.

"Mana sih, siniin kertas lu biar gua yang liat! Jangan sedih gitu lah" seru Noval, tidak tahan lagi melihat wajah murung Devon. "Udah sih, lagian gurunya kan udah bilang nilai lo gak remedial?"

Devon mengerucutkan bibirnya dan menjawab pelan, "Takut nilainya pas-pasan..."

"Aish.." Noval menghela napas kesal. "Takut mulu lo, kapan beraninya? Cuman liat nilai aja kok, gak yang kenapa-napa juga! Mikir lo gausah kejauhan gitu lah, kasian otaknya!"

Yasa yang ada di samping Noval meremas tangan pacarnya itu, menahan agar Noval tidak sampai keterlaluan. Yasa tahu, meski nada Noval terdengar sarkas, dia hanya tidak suka melihat Devon yang terus murung.

"Ish, bukan gitu," Devon menatap ke arah lantai dengan raut wajah khawatir. "Gua cuma takut nilainya gak bagus, nanti yang ngajarin gua bisa kecewa," gumamnya, teringat Rafael yang selalu sabar menjawab panggilan teleponnya dan meluangkan waktu untuk menjelaskan materi yang sulit dia pahami.

Seketika suara lembut terdengar, "Kenapa sedih gini, sayang?"

"Arson!?" Devon reflek langsung menegakkan tubuh, kaget ketika tiba-tiba Arson duduk di sebelahnya. "Ish, ngagetin aja," keluhnya.

Arson hanya terkekeh mendapati ekspresi kaget yang lucu menurutnya. "Sayangku kenapa?" tanyanya lagi dengan nada lembut, kali ini lebih seperti bisikan pelan.

Tanpa banyak kata, Devon menyodorkan kertas ujiannya kepada Arson. "Tolong liat nilainya Devon, ya," pintanya.

Arson mengernyitkan dahi bingung, "Hm? Emang kamu belum liat?" Devon menggeleng atas pertanyaan yang Arson lontarkan. "Kenapa?" tanyanya lagi.

"Takut..." jawab Devon pendek.

Alis Arson semakin mengerut bingung, tapi dia tidak mau banyak bertanya, mencoba untuk mengerti ketakutan yang Devon rasakan. "Yaudah ayo kita liat" katanya, sedikit membuka lipatan kertas itu.

"Sebentar!" cegah Devon membuat pergerakan Arson terhenti.

Tiga orang yang ada di meja itu memusatkan atensi mereka pada Devon yang bangkit dari duduknya dan beralih ke sisi meja yang lain, duduk di antara Yasa dan Noval. Keduanya menatap heran pada Devon yang memegang erat lengan mereka berdua, dengan mata terpejam dan menutupi telinganya dengan kedua tangan, seolah-olah tidak ingin mengetahui apapun.

Melihatnya, Noval merotasikan matanya malas, sementara Yasa dan Arson hanya bisa tersenyum geli dengan tingkah Devon itu.

"Udah boleh dibuka sekarang?" tanya Arson pelan.

Devon mengangguk, masih dengan mata tertutup. "Boleh, tapi kalau jelek jangan kasih tau yaa..."

"Heh! Udah gua bilang, hasilnya gak mungkin jelek. Jangan suka merendah gitu jir!" protes Noval jengkel.

"Sstt...udah-udah!" Yasa mengelus punggung tangan Noval dengan lembut, memberikan isyarat untuk menjaga emosinya.

"Abisnya dia-ck" Noval memilih untuk menelan kembali rasa jengkelnya ketika melihat Yasa yang menatapnya dengan satu alis terangkat, cukup untuk membuat dia merasa takut dengan peringatan tersirat di balik gestur itu.

Secret Innocence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang