053

4.3K 353 53
                                    

Disini lah Devon, berdiri di tengah orang-orang yang menatapnya dengan pandangan tak suka yang kentara.

"Jadi? Ini pada mau ngapain disini?" tanya Fatah memulai pembicaraan.

Semua mata semakin fokus menatap Devon setelah Fatah mengucapkan kalimatnya. Jantung Devon berdebar keras, rasanya seperti ingin melarikan diri, tapi genggaman kuat Arson menahannya.

Dengan gerakan pelan, Arson merangkul Devon, lalu menuntunnya maju agar lebih dekat dengah Fatah. "Ayo, sayang. Devon anak pinter kan?" katanya pelan, berbisik pada Devon.

"Tunggu dulu! Sebentar! Ini sebenernya ada apa sih?" Fatah terlihat kebingungan. "Fin, coba jelasin!" titahnya meminta penjelasan pada Fino.

"Devon mau minta maaf" jawab Fino langsung pada intinya, seperti yang diharapkan. Namun, sepertinya kalimat singkat itu masih tidak mampu membuat Fatah mengerti.

"Hah? Devon? Minta maaf?" pekik Fatah dengan wajah linglungnya.

Melihat itu, wajah Devon semakin pucat. Rasa malu bercampur takut menyatu dalam dirinya. "Ihh...tuh kan. Gak mau, Arson. Maluuuu" pekiknya. Dia berbalik memeluk lengan Arson dan menyembunyikan wajahnya disana, membuat semua orang dalam ruangan itu membulatkan mata karena terkejut dengan apa yang mereka lihat.

"Arson ayo pulang ajaa!!" Devon merengek sangat pelan, sehingga hanya bisa didengar oleh mereka berdua saja.

Hal itu jelas membuat Arson meringis, tapi dengan tegas Arson melepas pelukan Devon di tangannya dan sekali lagi mendorong pelan tubuh cowok kecil itu  menghadap Fatah. "Minta maaf dulu, baru kita pulang! Kan udah janji mau minta maaf dan damai sama Fatah, jadi sekarang ayo jadi anak baik dan tepatin janjinya!" ucapnya dengan nada tegas tak terbantah.

Mendengar apa yang Arson katakan, sontak membuat Devon mengerucutkan bibirnya cemberut. Dia menunduk, memainkan ujung sweater yang dia kenakan, merasa bingung harus melakukan apa.

Setelah pergolakan batin yang cukup memakan waktu, akhirnya Devon mencicit pelan, "Maaf..."

"Devon bilang apa? Gak kedengeran, sayang. Coba lebih kenceng sedikit!" kata Arson yang masih setia menahan tubuh Devon dari belakang.

Devon sedikit menoleh pada Arson dibelakang dan hanya mendapati kode agar dia melanjutkan kata-katanya.

Tingkah Devon itu, terlihat seperti anak lima tahun yang takut-takut melakukan sesuatu. Sebenernya sangat menggemaskan, bahkan diujung sana, Sultan sampai menggigit bibirnya menahan pekikannya, tidak jauh berbeda dengan Fatah yang juga terlihat meremas seprai bangsal sebagai pelampiasan rasa gemasnya.

"Maaf ya, Fatah. Devon minta maaf..." Suara Devon bergetar. "Nanti habis ini kita gausah berantem-berantem lagi, ya. Devon gak mau jadi anak nakal lagi. Devon minta maaf udah pernah nakal.... Janji gak akan diulangi lagi. Maaf ya..." katanya dengan isakan kecil yang mulai terdengar.

"Gimana, Tah? Dimaafin?" pertanyaan Arson mengambil alih atensi.

Devon mengangkat kepalanya, menatap Arson dengan mata berkaca-laca, yang sama sekali tidak dihiraukan. Tangisnya semakin kencang karena hal itu, hatinya seperti tercubit ketika Arson seperti dengan sengaja tidak melihat ke arahnya. Merasa panik, dia memeluk tubuh Arson dengan erat. "Ma–maafin Devon.... Gak akan diulangin lagi.... Janji. Udah. Devon udah minta maaf.... Ka–katanya nanti Arson gak marah kalo Devon udah minta maaf. Katanya gak marahin Devon lagi.... Maaf.... Devon minta maaf udah nakal.... Enggak. Gak nakal lagi.... Arson..." tangis Devon pecah, dia meraung sesegukan sembari memeluk Arson.

Namun, Arson sama sekali tidak bereaksi, membuat Devon semakin ketakutan.

Melihat hal itu, semua orang sukses dibuat tercengang. Bahkan Noval dan Yasa yang sedari tadi ada di sudut ruangan sampai melongo melihat Devon menangis seperti anak kecil. Tidak menyangka kalau Devon punya sisi seperti ini jika berada di dekat Arson.

Secret Innocence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang