Dua hari sejak pertemuan di rumah Fino. Sesuai rencana, malam ini adalah malam tawuran melawan geng Astral. Semuanya sudah siap, tapi Arson memilih untuk tidak ikut serta. Dia lebih senang tinggal di apartemennya untuk menemani pacar kecilnya.
"Arson..." panggil Devon dengan suara pelan yang terdengar serak.
Segera, Arson menoleh, manatap Devon yang duduk bersila di sampingnya dengan tangan yang mengucek matanya, menandakan dia sudah mengantuk.
Melihat itu, Arson tersenyum. Sekilas, dia melirik pada jam yang baru menunjukkan pukul delapan malam. "Kenapa, sayang?" tanyanya lembut sambil menarik Devon agar berbaring di tubuhnya.
"Sekarang temennya Arson lagi tawuran semua ya?" tanya Devon, suaranya mulai berat dan serak efek mengantuk.
"Iya, kan kaya yang udah dibahas kemarin."
"Oo..." Devon mengangguk pelan, dengan mata yang makin sayu. Kelihatan jelas kalau dia berusaha menahan diri untuk tidak tertidur.
"Kalau udah ngantuk, tidur aja yuk. Jangan ditahan," saran Arson sambil membelai wajah pacarnya itu dengan lembut.
Namun, Devon menggeleng. "Mau tungguin info dari temennya Arson juga," katanya pelan, meskipun matanya sudah hampir terpejam.
Arson mengulum senyumnya, tidak bisa menahan rasa gemas melihat pacarnya yang mencoba tetap terjaga. "Tapi itu matanya udah capek banget tuh kelihatannya," goda Arson dengan nada jahil.
"Ihh... Devonnya masih kuat loh ini," rengeknya protes.
Arson tertawa kecil mendengarnya. Terlihat jelas betapa kontrasnya antara kata-kata Devon dengan matanya yang sudah sangat lelah, mulai berair, dan beberapa kali sudah hampir tertutup. "Hmm... gitu ya?" tanyanya, berpura-pura percaya.
"Iya.." sahut Devon sambil menduselkan wajahnya pada lengan Arson, mencari kenyaman dalam dekapan hangat pacarnya. "Umm-Arson, Devonnya baru inget..." lanjutnya setengah bergumam.
"Inget apa, sayang?" tanya Arson dengan atensi yang sepenuhnya terpusat pada Devon.
"Astral... Devon tau karena waktu itu... waktu Devonnya lagi mimi susu cokelat di depan warung bareng Noval, mereka dateng. Mereka bilang mau bantu bales pelaku yang jahatin Bang Banu..." Devon bercerita dengam suara yang semakin pelan, nyaris seperti orang yang setengah sadar.
Arson mendengarkan meski tidak yakin apakah Devon menceritakan hal yang sebenarnya atau hanya melindur.
Hingga beberapa detik berlalu, Arson tetap diam menunggu, tapi Devon tidak juga melanjutkan ceritanya. Maka dari itu, akhirnya sedikit menggeser tubuhnya untuk melihat wajah Devon dan dia tersenyum saat mendapati bahwa pacarnya sudah tertidur dalam posisi menindih tubuhnya. Pelan-pelan, dia mengangkat tubuh Devon, membenarkan posisinya agar lebih nyaman tidur di atas bantal.
Namun, saat Arson bergerak, mata Devon sedikit terbuka. "Hng-em..." gumam Devon, lalu bergerak kembali ke posisi semula, telungkup di atas tubuh Arson sambil memeluknya erat. "Ng-itu... Astral itu jahat, mereka suruh-suruh temennya Devon, mereka juga marah-marah ke Devonnya. Nanti marahin dia ya Arson, dia anak nakal" katanya lagi melanjutkan ceritanya tadi.
Arson tersenyum kecil. Dia akhirnya hanya pasrah membiarkan Devon tetap dalam posisi itu. "Hm? Kalau Astral jahat, kenapa kamu tetep temenan sama mereka?"
"Ih, gak temenan!"
Arson sedikit terkejut karena suara Devon yang tiba-tiba memekik tinggi, tapi detik berikutnya Arson terkekeh geli ketika mendengar suara decak lidah yang khas persis seperti anak bayi sedang tertidur. "Lucu banget sih" katanya sedikit mencubit pipi Devon. Tanpa tau kalau tindakan kecilnya membuat mata Devon kembali terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Innocence [END]
Fiksi RemajaSinister Series : 2 Sebelum membaca cerita ini, disarankan untuk melihat bio di profil lebih dulu!! Devon Abimana, ketua dari geng Alter, bertemu dengan Arson Juliard, yang merupakan anggota geng musuh. Arson yang saat itu tergerak membantu Devon me...