048

4.6K 333 29
                                    

Noval turun dari motor dengan gerakan pelan, disusul oleh Yasa yang juga ikut turun setelah mematikan motor. Keduanya berdiri di depan markas Astral, masih mengenakan seragam putih abu khas anak SMA.

Noval tidak bergerak dari tempatnya berdiri. Kakinya seakan tertancap di tanah, berbanding terbalik dengan berbagai pikiran yang berkecamuk dalam kepalanya.

Angin di sekitar mereka berhembus menyegarkan, tapi entah kenapa Noval justru merasa dadanya sesak, seperti ada perasaan tidak enak yang menyelimutinya. Takut dengan yang akan terjadi kalau sampai Anggo marah dengan kabar yang ingin dia sampaikan. Bagaimana kalau rencana ini berujung lebih buruk dari yang mereka bayangkan? Semua kekhawatiran itu bercampur jadi satu, membuat Noval cemas dan takut untuk sekadar melangkah.

Yasa yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Noval, tidak tinggal diam. Dia mendekat, lalu tanpa berkata apa-apa, melingkarkan lengannya di pundak Noval. Sebuah isyarat sederhana yang diharapkan mampu memberikan sedikit ketenangan pada Noval. Yasa selalu tahu kapan harus bertindak seperti ini, yang membuat Noval merasa nyaman berada di dekatnya.

Namun, kali ini berbeda. Noval masih saja tenggelam memikirkan kondisi Devon yang lemah karena baru saja pulih pasca sakit. Membuat rencana mereka untuk ikut tawuran melawan Sinister mendadak terasa tidak penting lagi. Awalnya, Noval dan Yasa memutuskan bergabung dalam rencana tersebut karena mereka takut Devon telah diculik oleh kelompok musuh. Kekhawatiran itu membuat mereka merasa harus bertindak cepat untuk menyelamatkan sahabat kecilnya itu. Namun, setelah tadi pagi mereka bertemu Devon dan berakhir berbicara dengan Arson, kecurigaan mereka terbukti salah. Devon tidak pernah diculik oleh Sinister.

Kenyataannya justru berbeda, kondisi Devon menjadi buruk hingga hilang kabar bukan karena musuh, melainkan akibat kelakuan ayah kandungnya sendiri.

Fakta itu yang membuat Noval merasa sangat menyesal dan kesal pada dirinya sendiri. Ketika kemarin seharusnya dia menemani Devon sebagai sosok sahabat, dia justru membuat rancana tidak penting untuk menyerang Sinister. Pemikiran implusive yang benar-benar Noval rutuki.

Noval akhirnya menoleh, menatap Yasa dengan tatapan yang dipenuhi keraguan. "Yas..." katanya pelan, nyaris seperti cicitan yang hampir tak terdengar.

Namun, Yasa mengangguk mantap, seolah sudah mengerti apa yang akan diucapkan Noval sebelum kata-kata itu keluar. "Ayo masuk, Val," ucapnya dengan suara tenang, tapi tegas. "Kita harus batalin rencana kali ini. Kasihan Devon."

Mendengar nama Devon disebut, helaan napas terdengar. Dengan perasaan yang campur aduk, Noval hanya mampu mengangguk pelan sebagai tanggapan. Dia dan Yasa sama-sama tahu bahwa mereka harus bicara dengan Anggo selaku ketua dari Astral, memberi tahu bahwa pihak Alter tak bisa melanjutkan rencana itu. Batalnya tawuran dengan Sinister mungkin akan membuat Anggo kecewa, bahkan marah, tapi mereka tak punya pilihan lain. Devon lebih penting dari segalanya bagi mereka.

Keduanya akhirnya melangkah masuk ke dalam markas dengan Yasa yang menggenggam erat tangan Noval.

Begitu mereka membuka pintu, keadaan di dalam terlihat riuh dengan banyaknya orang. Anggo, pemimpin kelompok, duduk di tengah ruangan bersama para anggotanya. Wajahnya keras, dan matanya yang tajam langsung tertuju pada Noval dan Yasa. "Lama banget lu berdua," suara Anggo menggema sarkas. "Mau ngomongin apaan?" tanyanya.

Noval menelan ludah, tapi sebelum dia sempat berbicara, Yasa sudah lebih dulu maju sedikit dan berkata, "Tadi pagi, kita udah ketemu sama Devon dan dia lagi sakit. Jadi kita sepakat kalo Alter gak bisa ikut nyerang karena keadaan Devon yang lagi kayak gini."

"Jadi maksud lu, rencananya batal?" geram Anggo seperti tidak terima. Menatap dua orang dihadapannya dengan tajam.

Seketika ruangan yang tadinya bising mendadak hening, membuat suasana terasa menegangkan. Setelah beberapa detik berlalu, Anggo bergerak melipat tangannya di dada. "Gini aja. Gausah tawuran nyerang Sinister, tapi sebagai gantinya gua mau Alter ngeroyok si Fatah."

Secret Innocence [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang