• Part 20 : Bagaimana Kalau ....

95 7 0
                                        

•••• Selamat Membaca ••••

Selama kiranya satu jam kelopak mata itu tertutup dengan damai, otak dan otot-otot yang selama ini bekerja siang bahkan malam juga seolah kini mendapatkan waktu istirahat di siang hari dengan keadaan cuaca sedikit berawan. Tertidur setelah salat Zuhur dan terbangun ketika akan Asar adalah sebuah hal yang sulit dilakukan oleh seorang Ahwa akhir-akhir ini, tetapi sekarang dikarenakan meminum obat ia bisa merasakan tidur siang kembali.

Sebenarnya, Ahwa tidak sakit terlalu parah, ia hanya pusing dan merasa malas untuk bersekolah hari itu. Jadi, ia memutuskan untuk izin saja. Kedua netra Ahwa yang sudah kembali terbuka secara perlahan menetralkan pandangan dan mengembalikan nyawa-nyawa pada raga.

Ahwa kemudian memosisikan tubuhnya jadi duduk di atas ranjang dan melihat ke arah jam dinding. Beberapa menit lagi akan masuk waktu Asar. Sebelum mengambil air wudu, Ahwa memutuskan untuk ke dapur mengambil air minum, karena setelah tidur kerongkongannya kering.

Pandangannya menyebar ketika sampai di dapur, di sana tidak ada seorang pun. Ahwa baru teringat, bahwa bapaknya belum pulang kerja dan sang ibu yang sedang ke rumah saudara. Oleh sebab itu, rumah dalam keadaan sepi. Usai menenggak satu gelas air mineral, Ahwa berniat ke kamar mandi untuk mengambil wudu, akan tetapi langkahnya tertahan oleh sebuah ketukan pintu utama.

"Apa ibu sudah pulang? Tapi mana mungkin ketuk pintu dahulu." Ahwa bermonolog seorang diri. Ia pun membelokkan arah ke pintu utama. Sebelum itu ia mengambil kerudungnya di kamar.

Ia buka pintu tersebut. "Iya, siap .... loh?" Kening Ahwa berkerut karena tidak ada siapa-siapa di sana. Ketika akan mengecek ke halaman depan, baru satu langkah kakinya menginjak paper bag coklat.

Ahwa meraih paper bag itu seraya melihat isinya. Ternyata ada makanan ringan dan sebuah buku. Tanpa rasa curiga atau takut, ia juga membuka buku tersebut dan ternyata berisi materi mata pelajaran sekolah hari ini.

"Pasti Kirana. Tumben sekali tidak mampir dulu," kata Ahwa dan kemudian menutup pintu kembali.
Gadis itu mengecek-ngecek kembali buku tadi di sofa ruang tengah. "Tulisannya bukan Kirana banget." Lagi-lagi Ahwa dibuat menebak-nebak siapa gerangan yang mengirimkan paper bag tersebut. Akan tetapi ia sangat bersyukur, ia tidak ketinggalan pelajaran hari ini meski harus izin.

***

Selang satu pekan, kelas 12 sudah dihadapkan oleh ujian, merupakan sebuah hari yang ditunggu sekaligus ditakutkan. Berbeda dengan kelas 10 dan 11 yang bersenang hati karena mendapatkan libur selama ujian tersebut berlangsung. Namun, libur itu tidak berlaku untuk Ahwa. Dikarenakan akan mengikuti lomba yang sebelumnya ia setujui untuk menggantikan Gus Zain, ia harus tetap ke sekolah mencari referensi dan berlatih.

Beberapa hari lagi lomba itu akan dilaksanakan, maka Ahwa harus merelakan hari liburnya. Sebenarnya Ahwa tidak keberatan, tapi ada sesuatu hal yang membebaninya. Yaitu, bagaimana cara agar Ahwa tidak bertemu Gus Zain di sekolah. Selama beberapa hari, Ahwa berhasil untuk tidak bertemu, akan tetapi pada hari kedua sebelum lomba insting Ahwa dalam menghindari seseorang harus diuji.

Sebab ketika akan pulang, matanya bertemu dengan sepasang mata yang menjadi alasan detak jantungnya berirama tak beraturan. Pemilik sepasang mata itu sedang berusaha Ahwa hindari. Tapi kini, malah saling beradu pandang beberapa detik di lorong sekolah yang cukup ramai karena sudah jam pulang.

Ahwa menundukkan kepalanya, ia berdesis gelisah. Langkahnya tadi untuk cepat-cepat keluar gedung sekolah, terpaksa ia berbalik arah mencari jalan lain untuk bisa pulang dan tidak bertemu orang tadi yang ia hindari yaitu Gus Zain.

Determinan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang