•••• Selamat Membaca ••••
Kau tahu salah satu bagian yang mendebarkan dari takdir? Ingin menyangkal atau tidak, tentu takdir akan terjadi sesuai ketetapan-Nya. Sebagai hamba hanya mampu berusaha yang terbaik. Terkait hasil akhirnya, menerima adalah jalan akhir, perihal memperbaiki kembali lagi kepada hamba yang menjalani.
Bagi Ahwa, salah satu bagian yang mendebarkan dari takdir adalah teka-teki yang muncul di tengah-tengah alurnya menjalani kehidupan. Teka-teki yang membuat dirinya menerka-nerka, memunculkan harapan yang seharusnya sudah mulai dia kikis meski perlahan.
Selalu ada pilihan dalam kehidupan. Segala kemungkinan yang terlintas dalam benaknya pun bercabang, menambah rumit kehidupan yang nyatanya semakin rumit setelah rasa bernama cinta itu hadir dalam hidupnya.
Ahwa takut. Kata hidup yang telah mengajarkannya banyak hal, yang dikejar justru semakin menjauh, dan sebaiknya. Lalu yang tidak terbayangkan terjadi, sedangkan yang terbayangkan justru hanya menjadi angan yang tak lantas menjadi kenyataan.
Jadi, bagaimana jika yang akan dia tulis berbanding terbalik dengan kenyataan? Bagaimana bisa Gus Zain menuliskan segala hal yang indah dalam buku ini? Apakah ini bentuk harapan dan doanya? Namun, tidak bisakah segala kata di buku ini tak membuat Ahwa berpikir keras?
Setiap rangkaian katanya seolah membuat hatinya terombang-ambing. Ahwa seakan melihat, kata "dia" pada setiap narasi-narasi tulis tangan Gus Zain ini adalah dirinya. Entah betul adanya atau memang karena dirinya yang terlalu berharap. Ahwa takut, sebenarnya selama ini dirinya kecewa karena ekspetasinya sendiri.
***
Senin, bukan tentang kepadatan usai hari libur. Mereka para pelajar MA As-Syuhada justru tersenyum bahagia karena hari ini bebas karena beberapa alasan. Meskipun tidak semua karena ada yang merasa sia-sia berangkat sekolah jika tidak mendapatkan pelajaran secara langsung dari guru.
Namun, untuk saat ini Ahwa termasuk ke tim yang tersenyum lega, bukan bahagia. Dia hanya bersyukur, di saat pikirannya tengah kacau, bercabang memikirkan banyak hal yang memang seharusnya tidak perlu dia pikirkan, setidaknya tidak harus ditambah dengan memikirkan Matematika yang senantiasa menyambut awal pekan.
"Ahwa." Merasa dipanggil, pemilik nama yang baru saja menghela napas panjang langsung menoleh ke arah suara.
"Iya. Kenapa?" Ahwa menyahut bertanya. Rupanya Hasbi yang memanggilnya.
"Istirahat makan bakso di depan sekolah, mau?" Hasbi menjawab dengan pertanyaan sekaligus ajakan.
"Boleh keluar sekolah?" Sepertinya ini ajang saling bertanya.
"Bolehlah. Bebas juga." Usai Hasbi menjawab demikian, Ahwa pun menerima ajakannya itu.
Kirana yang baru masuk kelas seolah bisa menangkap telah terjadi sesuatu. Bibirnya langsung terbuka, melontarkan pertanyaan-pertanyaan, penasaran dengan apa saja yang telah dilewatinya. Padahal dia hanya ke belakang sebentar.
"Yahhh, makan bakso nggak ngajak-ngajak," keluhnya kesal setelah mendengar penjelasan Hasbi.
"Ya udah tinggal ikut aja." Ahwa ikut menyahuti.
"Nggak bisa, Ahwa! Kalian bebas, aku ada urusan."
"Sok sibuk," cibir Hasbi.
"Lah emang aku orang sibuk. Sampai pusing banget, jadwalnya pada bentrokan." Kirana melebih-lebihkan ucapan dan ekspresinya.
Ahwa hanya bisa tertawa kecil. Si tukang rebahan yang mendadak sibuk. Paling urusan yang Kirana maksud ulangan susulan dan tugas yang belum terselesaikan. Ahwa terkadang juga heran. Seorang Kirana yang kerjaannya lebih banyak rebahan, kok, tugasnya tetap terabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Determinan (END)
JugendliteraturIzinkan saya mengagumimu, Gus. Boleh? Meskipun nanti tidak akan pernah menjadi satu. Langkahnya terhenti, diam terpaku. Bibirnya ingin sekali menyuarakan segala resah dari relungnya yang merasa tak diperlukan adil oleh keadaan. Dia tak meminta rasa...
