10

199 29 9
                                    

~selamat membaca~



Tidak ada yang berubah dari kamar ini setelah tiga tahun. Masih sama, boneka pemberian dari ayah masih disimpan dengan rapih.

Jika biasanya, suatu ruangan yang ditinggalkan oleh pemiliknya lama sekali akan berdebu. Tetapi kamar milik Nabila sangat berbeda, kamarnya masih tetap rapih dan bersih. Sprei nya juga tidak bau debu. Semuanya tertata seperti terakhir kali Nabila tinggalkan.

Nabila berbaring, menatap langit langit kamarnya. Tanpa disadari air mata menetes dan membasahi wajahnya.

Pikiran Nabila ngaler ngidul. Ia bingung harus melakukan apa. Ia ingin kembali ke apart Jidan, Jarrel membutuhkannya. Tetapi, orang tuanya dan juga Bang Naren pasti tidak akan mengijinkannya.

Pintu kamarnya terbuka, menampilkan ibunya yang tersenyum sendu. Ibu menghampiri Nabila.

Nabila bangkit dan langsung berhambur ke pelukan ibu, "Ijinin Nabila balik ke sana bu, kasian Jarrel."

"Tunggu keputusan ayah kamu ya. Coba ceritain dari awal, kenapa kamu bisa seatap sama cowok yang namanya Jidan itu."

"Ibu tau kan kalau aku udah bilang aku gak mau kuliah. Tapi ayah sama abang tetep maksa buat kuliah. Akhirnya aku mutusin buat kabur aja dari rumah. Sebulan dua bulan itu lancar aku tinggal sendiri, tapi yang ke tiga bulan ATM ku di blokir. Pasti ayah yang blokir. Aku bingung harus gimana, sampai akhirnya aku ketemu sama mamahnya Jidan di cafe, kebetulan dia yang punya cafe. Dia nawarin aku kerjaan, aku seneng dong. Tapi aku minta sama dia, bukan cuman kerja tapi aku juga butuh tempat tinggal..."

Nabila menghela napas sejenak, "...dia nge iyain permintaan aku. Aku dateng ke apart Jidan, awalnya respon dia gak baik. Tapi makin kesini makin baik kok. Niatnya aku cuman sebentar kerja disana, dan aku mau pulang. Tapi, denger Jarrel manggil aku 'mamah' aku tersentuh. Aku pikir dua kali bu buat pulang. Keterusan sampai aku sayang banget sama Jarrel. Makanya itu, aku gak pernah pulang. Karna Jarrel butuh aku bu."

°•°•°

Matahari sudah menampakan kembali sinarnya. Itu membuat Jarrel terbangun dan menangis.

"Mamah mana," Jarrel menangis kencang sampai membuat Jidan kebingungan.

"Mamah pergi dulu sayang. Nanti ya tunggu besok, pasti pulang."

"No mamah!" Jarrel menangis semakin kencang.

"Syutt, anak papa kan baik. Udah ya, nanti papa bujuk mamah buat pulang oke."

"Hiks iyaaaa." Lesu Jarrel

Jidan tersenyum kemudian mencium puncak kepala Jarrel, menggendong tubuh mungil itu dan ia bawa ke kamar mandi.

Setiap hari yang selalu memandikan Jarrel itu Nabila, dan sekarang malah ia yang memandikan Jarrel.

Sungguh, dunia benar benar sempit. Jidan sampai tidak tahu bahwa Nabila itu adiknya bang Naren. Entah ini kebetulan atau memang sebuah takdir.

Jujur, Jidan sangat ingin serius dalam hubungannya dengan Nabila. Tapi ia masih tidak yakin dengan perasaannya, masih abu abu.

Tinggal satu atap selama tiga tahun bersama lawan jenis itu nggak mudah, apalagi mereka hanya sebatas pengasuh dan majikan.

Setelah beres dengan membersihkan Jarrel, dan anak itu sudah memakai baju. Jidan melihat jadwal nya hari ini.

Tidak ada rapat penting, setidaknya dia bisa serahkan tugas nya hari ini kepada asistennya. Dengan begitu dia bisa menghibur Jarrel.

Kembali kepada anaknya. Jidan tertegun. Setiap kali melihat Jarrel, potongan puzzle dari masa lalu hinggap di pikiran Jidan.

Bersambung...

Bandung, 31 July 2022

Papa Jidan || Park JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang