Langkah Pertama

105 15 19
                                    

Note : Alternative Universe, college!AU, cinta segi-banyak(?), many ships included (Taufan x Yaya, Fang x Yaya, Kaizo x Yaya, Halilintar x Ying, Taufan x Ying, Gempa x Ying, Fang x Shielda)

.

.

.

Ying masih enggan menyapa Yaya saat sarapan. Ia memutuskan untuk berangkat ke kampus tanpa pamit. Yaya sampai kebingungan, tapi apa daya, Ying masih kesal soal semalam. Meski bukan Yaya yang salah, tapi tetap saja perasaan kesal itu konkrit.

Kenapa harus Yaya?

Ada begitu banyak perempuan di seluruh dunia, tapi tampaknya semua laki-laki di sekitar Ying memusatkan dunia mereka pada Yaya. Apa Yaya terlalu sempurna hingga banyak laki-laki yang hanya melihatnya.

Ying mendesah jengkel, melempar tasnya di bangku. Ying tidak mau bermusuhan dengan Yaya, tapi ... satu orang yang bisa membuatnya berdebar justru juga menyukai sahabatnya sendiri.

Apa yang harus dilakukan Ying sekarang? Ia tidak bisa menyalahkan Yaya. Bukan salah gadis itu kalau Halilintar memang benar menyukainya, 'kan?

Tas diletakkan di kursi di sampingnya. Ying tidak mau menoleh, meski ia menyadari kehadiran seseorang yang baru saja duduk. Melihat wajahnya saja, Ying bisa sakit hati.

"Kenapa wajahmu ditekuk begitu?"

Ying merutuk kenapa dulu ia bersikeras berusaha agar bisa punya mata kuliah yang sekelas dengan Halilintar. Sekarang ia harus dongkol sendiri.

Ying memilih memainkan ponselnya agar bisa menghindari obrolan dengan pemuda di sampingnya.

"Ying?"

"Hm." Ying menoleh, kali ini bukan sapaan dari Halilintar tapi dari pemuda di depannya. "Ada apa, Lee?"

"Hari ini aku mau ke toko buku, ada buku favoritmu yang baru rilis di sana." Pemuda tembam itu tersenyum. "Kau mau ikut?"

Ying terdiam sejenak, ia melirik Halilintar yang ternyata masih melihatnya. Kemudian ia mengangguk. "Ikut. Aku mau sekali ke toko buku hari ini."

"Bagus," Stanley tersenyum puas. "Aku tunggu nanti selepas kuliah, ya?"

"Baiklah," Ying mengangguk.

Stanley kembali ke bangkunya, senyumnya terulas saat pemuda itu kembali bermain gim bersama teman sekelas mereka yang lain.

Ying menghela napas dan kembali menyibukkan diri dengan ponselnya.

Halilintar tidak mengatakan apapun lagi dan Ying diam-diam mencuri pandang. Pemuda itu tampak sibuk membaca buku dan sama sekali tidak mengacuhkannya.

Ying berdecak pelan, kejengkelannya kembali merayap naik. Ia benar-benar tidak tahan dengan pemuda ini. Ying mengantongi ponsel dan menghentak langkah keluar kelas.

"Bodoh."

Ying tidak tahu kenapa ia bisa terus bertahan menyukai Halilintar selama bertahun-tahun. Sekal mereka masih duduk di bangku SMP, Ying sudah jatuh hati padanya. Saat berpindah jenjang ke SMA, Ying pikir mereka akan berpisah, tapi nyatanya ia kembali dipertemukan dengan Halilintar. Sejak itu, Ying tak bisa lagi menahan rasa suka yang semakin terpupuk subur di hatinya.

Ying pontang-panting mengejar Halilintar, berusaha keras menarik perhatian pemuda dingin itu. Namun usahanya tak pernah membuahkan hasil. Sudah jelas Halilintar sama sekali tidak menaruh perhatian padanya. Apa yang sebenarnya ia harapkan?

Ying harus melupakan Halilintar. Ia harus membuang jauh perasaannya. Menyukai Halilintar hanya akan membuatnya semakin tersiksa.

Ying tidak ingin membenci Yaya. Ying tidak mau bermusuhan dengan sahabat yang begitu disayanginya. Satu-satunya cara adalah ia harus menjauhi Halilintar. Memikirkan itu membuat matanya berkaca-kaca. Ying menghapus air matanya sebelum menyentuh pipi.

Love AnglesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang